Konten dari Pengguna

Meracik Hidangan dengan Manajemen Talenta

Jajang Jaenudin
Pelayan Publik Pemerintah Kabupaten Karawang
30 Maret 2021 19:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jajang Jaenudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi HIdangan Makanan (Gambar : id.pinterest.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi HIdangan Makanan (Gambar : id.pinterest.com)
ADVERTISEMENT
Dalam ajang kompetisi mencari chef terbaik, kita akan melihat perlombaan cara membuat menu makanan, dari mulai cara memilih bahan, memotong, meracik bumbu, memasak, sampai dengan menghidangkan. Bahkan presisi cara memotong dan menghidangkan menjadi perhatian juri.
ADVERTISEMENT
Setelah selesai memasak, para chef menyimpannya di meja juri. Setiap juri akan mencicipi semua makanan. Juri akan memberikan penilaian dan mengomentari hasil masakan. Kadang setiap juri akan berbeda pandangan satu sama lain.
Ilustrasi PNS. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Hal seperti itu biasa ditemukan di restoran yang mewah. Bahan makanannya pun dipilah, sesuai dengan standar mutu yang berlaku. Bukan hanya rasa makanan, keindahan penyajian menjadi hal utama. Cara makannya pun dengan table manner ala-ala bangsawan kerajaan. Namun harganya pun cukup lumayan.
Cara memasak seperti itu, tidak akan dijumpai di restoran biasa, apalagi kaki lima. Namun baik restoran mewah, restoran biasa dan tempat makan kaki lima mempunyai pelanggannya masing-masing. Dan kadang respons lidah terhadap rasa menu masakan setiap restoran berbeda. Ada yang menyukai menu masakan mewah dan masakan biasa, ada juga yang tidak, dan sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Cerita di atas hanya sebuah ilustrasi saja. Unit Kerja atau Perangkat Daerah bidang Kepegawaian bisa dikatakan sebagai chef. Pengunjung restorannya adalah Pejabat Pembina Kepegawaian. Bahan makanannya adalah Pegawai. Food store-nya adalah pengembangan kompetensi. Bumbunya adalah potensial/kompetensi dan kinerja. Standar memasaknya adalah sistem merit. Cara penyajiannya adalah manajemen talenta.
Perubahan paradigma manajemen pegawai
Konsep pengelolaan PNS dari masa ke masa terus berkembang. Dari paradigma administrasi kepegawaian menjadi paradigma manajemen kepegawaian. Perubahan tersebut sebenarnya mulai muncul dengan diubahnya BAB III dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1974. Semula BAB tersebut mengatur tentang pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS), berubah menjadi Manajemen PNS. Perubahan tersebut diatur dalam Perubahan UU Nomor 8 Tahun 1974 yaitu UU Nomor 43 Tahun 1999.
ADVERTISEMENT
Pengaturan pengelolaan kepegawaian berdasarkan peraturan tersebut, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan saat ini dan arah pembangunan yang tertuang dalam RPJM meliputi : RPJM 1 (2005-2009) Good Governance, RPJM 2 (2010-2014) Reformasi Birokrasi, RPJM 3 (2015-2019) Sistem Merit, dan RPJM 4 (2020-2024) Human Capital.
Untuk mencapai target RPJM ke-3, UU Nomor 8 Tahun 1974 jo UU Nomor 43 Tahun 1999 diganti dengan UU 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam peraturan tersebut mengatur manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang meliputi Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Manajemen ASN harus diselenggarakan berdasarkan sistem merit. Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
ADVERTISEMENT
Cara Pilah-pilih pegawai
Salah satu kriteria sistem merit berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 adalah memiliki manajemen karier yang diperoleh dari manajemen talenta. Beberapa Instansi baik pusat maupun daerah sudah menyelenggarakan manajemen talenta. Walaupun pengaturannya baru muncul pada tahun 2020 dengan keluarnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB Nomor 3 Tahun 2020
Implementasi manajemen talenta langsung menjadi indikator penilaian dalam beberapa penilaian antara lain Penilaian Indeks Sistem Merit dan Monitoring Centre for Prevention (MCP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kotak Manajemen Talenta (Sumber: Permenpan RB Nomor 3 Tahun 2020)
Manajemen Talenta ASN dilaksanakan meliputi ada 5 tahapan: akuisisi talenta, pengembangan talenta, retensi talenta, penempatan talenta, serta pemantauan dan evaluasi. Salah satu output dari manajemen talenta adalah Hasil pemetaan ASN sebagai talenta pada 9 kotak manajemen talenta dari mulai kotak 1 sampai dengan 9.
ADVERTISEMENT
Pemetaan kotak manajemen talenta tersebut berdasarkan pada kinerja dan potensial/kompetensi. ASN yang masuk dalam kotak 9 akan ditetapkan sebagai Kelompok Rencana Suksesi. Kelompok inilah yang akan dinominasikan untuk menduduki jabatan kritikal atau jabatan kosong di instansinya.
Mencari resep terbaik
Dari kelima tahapan tersebut, tahapan akuisisi talenta lah yang paling banyak membutuhkan sumber daya terutama anggaran. Pada tahap ini dilakukan identifikasi, penilaian dan pemetaan talenta. ASN akan dikelompokkan berdasarkan pemeringkatan Kinerja dan tingkatan potensial.
Penentuan tingkatan potensial biasanya dilakukan dengan metode assessment dan/atau uji kompetensi. Metode ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Misalnya Instansi Daerah akan melakukan assessment kompetensi kepada 10.000 pegawai. Standar harga per orang-nya adalah Rp. 2.800.000,-. Instansi Daerah tersebut harus menganggarkan Rp. 28.000.000.000,- (28 Miliar).
ADVERTISEMENT
Penganggaran sebesar itu, akan menjadi kebijakan anggaran tidak populer, jika kondisi daerah masih banyak jalan yang rusak, sekolah roboh, ruang kelas kurang, fasilitas kesehatan terbatas, rumah tidak layak huni masih banyak dan kondisi lainnya yang semisal.
Implementasi manajemen talenta memang menjadi sebuah keniscayaan, jika manajemen ASN berdasarkan sistem merit mau dilaksanakan secara optimal. Perlu ada dukungan dari pemerintah pusat terutama dalam pemetaan tingkat potensial dengan metode assessment atau uji kompetensi. Metode dilakukan secara massal dengan penganggaran terpusat atau cost sharing bagi instansi yang mampu.
Memperbanyak jumlah asesor, bahkan setiap pejabat manajerial harus mempunyai sertifikat asesor. Mengembangkan metode lain lebih murah tidak harus menggunakan assessment atau uji kompetensi misalnya Dialog Atasan Bawahan yang digagas LAN dengan Perka LAN Nomor 10 Tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Bungkus atau tinggalkan
Yang paling mendebarkan dari seorang chef di restoran mewah adalah apakah pengunjung menyukai menu makanan yang disajikan atau tidak. Ekspresi pengunjung beragam, kalau suka dia lahap, bahkan minta dibungkus untuk dibawa ke rumah. Kalau tidak suka, dia tidak habiskan bahkan ditinggalkan. Bahkan dia membandingkan dengan menu makanan restoran biasa atau kaki lima.
Itulah ilustrasi kekhawatiran dari unit kerja bidang kepegawaian. Potensi kegagalan terbesar dalam implementasi manajemen talenta adalah komitmen pengguna. Perlu intervensi kuat dalam akselerasi implementasi. Penilaian sistem merit dan penilaian MCP KPK bisa menjadi alat intervensi.