Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pemkab Natuna Naikkan Pajak Pasir Kuarsa 40 Persen, HIPKI Minta Ditinjau Ulang
19 Desember 2024 14:22 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Wak Jali Kerna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Natuna, Kepri - Sejumlah pengusaha tambang pasir kuarsa yang tergabung dalam Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Natuna untuk meninjau ulang rencana pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 15 Tahun 2023.
ADVERTISEMENT
Perda tersebut mengatur kenaikan pajak daerah pasir kuarsa sebesar 40 persen di Kabupaten Natuna, wilayah paling utara Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
“Ini bukan waktu yang tepat untuk menaikkan pajak daerah di tengah kondisi harga jual pasir kuarsa di pasar internasional yang turun drastis hingga 40 persen. Kita minta ditinjau ulang. Kalau harga sudah stabil, pasti kita dukung,” kata Ketua Umum HIPKI, Ady Indra Pawennari, Kamis, 19 Desember 2024.
Rencana kenaikan pajak daerah ini mencuat setelah Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Natuna menggelar sosialisasi Perda Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Ball Room Gajah Mina Adiwana, Jelita Sejuba Hotel, Ranai, Natuna, pada hari yang sama.
ADVERTISEMENT
Dalam sosialisasi tersebut, disampaikan bahwa pajak daerah pasir kuarsa akan naik dari 10 persen menjadi 14 persen dari Harga Patokan Mineral (HPM) yang ditetapkan Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, melalui Keputusan Nomor 1051 Tahun 2022 sebesar Rp250 ribu per metrik ton.
Selain kenaikan dari pajak daerah, pengusaha juga harus menanggung pajak provinsi sebesar 25 persen dari nilai pajak daerah.
Hal ini membuat total beban pajak yang harus dibayar pengusaha mencapai 17,5 persen per metrik ton. Menurut Ady, kebijakan ini menambah tekanan yang signifikan bagi pengusaha tambang.
“Ini berarti terjadi lonjakan beban pajak hingga 75 persen, yang tentu menambah berat tantangan para pengusaha tambang pasir kuarsa di Kabupaten Natuna,” jelas Ady, yang juga Direktur Utama PT Multi Mineral Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ady menambahkan bahwa sektor pertambangan pasir kuarsa di Natuna sudah menghadapi berbagai kesulitan lain, termasuk penurunan harga internasional pasir kuarsa yang kini berada di kisaran USD19-USD20 per metrik ton, turun dari sebelumnya USD31-USD32 per metrik ton di FOB Mother Vessel.
Dengan situasi harga yang jatuh drastis, kenaikan pajak dianggap tidak sejalan dengan prinsip ekonomi yang sehat.
Menurut Ady, dalam kondisi harga komoditas yang turun tajam, pemerintah seharusnya menyesuaikan tarif pajak agar tetap mendorong kegiatan ekonomi dan menjaga keberlanjutan usaha.
Kebijakan yang mendukung ekonomi, seperti insentif pajak, lebih diperlukan daripada menaikkan beban pajak.
“Yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Pemkab Natuna dan Pemprov Kepri memilih untuk menaikkan pajak secara drastis, yang dapat memperburuk kondisi perekonomian daerah. Kebijakan ini berisiko besar terhadap daya tarik investasi di Kabupaten Natuna,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Tantangan Geografis dan Musim
Ady juga menyoroti tantangan geografis dan musim yang dihadapi oleh sektor pertambangan di Natuna. Lokasi yang terpencil dengan akses terbatas meningkatkan biaya logistik dan transportasi.
Selain itu, operasi tambang pasir kuarsa hanya dapat dilakukan selama delapan bulan dalam setahun karena musim angin utara, di mana aktivitas penambangan dan pengiriman tidak memungkinkan demi keselamatan.
HIPKI berharap Pemkab Natuna dapat mengevaluasi ulang kebijakan ini untuk memastikan keberlangsungan usaha dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
“Kami siap berdiskusi lebih lanjut dengan pemerintah untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak,” tutup Ady.