Konten Media Partner

13 Hutan Adat di Jambi Akan Dikukuhkan KLHK

16 Oktober 2021 19:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi. (Foto: M Sobar Alfahri/Jambikita)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. (Foto: M Sobar Alfahri/Jambikita)
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Angin segar untuk masyarakat adat di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Sebanyak 13 kawasan hutan adat di daerah tersebut akan dikukuhkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
ADVERTISEMENT
Belasan kawasan hutan itu berada di Kecamatan Limun dan Kecamatan Batang Asai, yakni Hutan Adat Imbo Lembago seluas 70 hektare (ha), Hutan Adat Datuk Rajo Intan seluas 80 ha, Hutan Adat di Bukit Raya seluas 98 ha.
Hutan Adat Sutan Bagindo seluas 69,41 ha, Hutan Adat Renah Alur seluas 150,83 ha, Hutan Adat Lubuk Godang seluas 32,83 ha, Hutan Adat Lubuk Tiongkok seluas 24,64.
Hutan Adat Sekampung seluas 9,17 ha, Hutan Adat Talun Sakti seluas 641 ha, Hutan Adat Imbo Pseko seluas 23 ha, Hutan Adat Bujang Lateh 22,35 ha, Hutan Adat Calao Petak Jo Bukit Bulan seluas 67 ha, dan Hutan Ada Bukit Tamulun Indah seluas 22,04 ha.
Sebelum dikukuhkan, belasan hutan adat ini harus melewati verifikasi teknis dari KLHK. Kemungkinan pengukuhannya berlangsung pada tahun ini.
ADVERTISEMENT
"Tinggal tunggu verifikasi teknis dari tim pusat. Usulan insya Allah sudah lengkap. Bahannya sesuai dengan regulasi yang ada. Mudah-mudahan SK pengukuhan jadi progres," kata Kepala KPHP Limau Unit Hulu VII Sarolangun, Misriadi, kepada Jambikita, Sabtu (16/10).
Ia pun mengatakan pada tahun 2017 lalu hutan adat di Sarolangun mau diusulkan agar mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Namun, persyaratan administrasinya belum terpenuhi.
"Harus ada perda untuk pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Kebetulan bulan Agustus kemarin sudah disahkan," tuturnya.
Belasan hutan adat ini, kata Misriadi, sudah lama dijaga oleh masyarakat dengan kearifannya. Memberikan pengakuan sebagai hutan adat menjadi tugas pemerintah agar terlindungi.
"Sudah seharusnya pemerintah memberikan pengakuan tertulis yang menjadi pegangan mereka, dan menguatkan upaya mereka untuk pengelolaannya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Manajer Advokasi WALHI Jambi, Dwi Nanto menyambut baik upaya tersebut. Namun, dia mengingatkan jangan sampai pengakuan ini hanya simbolis saja.
"Tidak kalah pentingnya, setelahnya. Pengalaman kita di lapangan, masyarakat yang mengelola hutan adat malah tertinggal," katanya.
Ia mengatakan masyarakat penghuni hutan tersebut juga harus diperhatikan dan diberdayakan dalam mengelola hutan. Jangan sampai korporasi masuk.
"Dalam mengelola hutan adat butuh informasi dan pengetahuan. Kalau ini diskemakan menjadi industri akan ada persoalan baru," pungkasnya. (M Sobar Alfahri)