3 Suku Anak Dalam yang Tembak Satpam di Jambi Ditemukan dalam Kondisi Kelaparan

Konten Media Partner
4 Januari 2022 11:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
3 orang suku anak dalam yang menjadi tersangka. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
3 orang suku anak dalam yang menjadi tersangka. (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Sebanyak 3 orang suku anak dalam yang kabur dari sel Polres Sarolangun, Jambi, berhasil ditangkap polisi. Para pelaku yang menembak satpam perusahaan perkebunan itu, ditemukan dalam keadaan mengenaskan, Sabtu (1/1) malam.
ADVERTISEMENT
Kepala Polres Sarolangun, AKBP Sugeng Wahyudiono mengatakan para pelaku ditemukan di pondok. Kondisi tubuh mereka mengenaskan karena kelaparan.
"Kondisinya menyedihkan, mungkin dari tanggal 31 Desember 2021 dan 1 Januari 2022 itu, makanan yang masuk ke tubuhnya sedikit," katanya, Selasa (4/1).
Jarak kaburnya para orang rimba itu tidaklah jauh, yakni sampai di Bernai, Sarolangun. Selain kesulitan mendapatkan makanan, kemungkinan juga karena hujan.
"Cuaca hujan. Itu juga mungkin menghambat mereka tidak bisa kabur terlalu jauh. Mereka juga tak tahu jalan," tutur Sugeng.
Ia mengatakan penyelidikan terhadap mereka terus berlanjut. Pihaknya sedang melengkapi berkas, supaya dapat dilimpahkan ke kejaksaan.
"Berkasnya, tahap I, sempat kita kirimkan ke kejaksaan. Namun ada beberapa yang harus yang kita lengkapi, agar perkara penembakan satpam perusahaan bisa segera kita limpahkan ke kejaksaan," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Diberitakan sebelumnya, telah terjadi konflik antara suku anak dalam dan 3 satpam PT Primatama Kreasimas (anak perusahaan Sinar Mas Agro Resources and Technology), Jumat (29/10/2021). Akibatnya, 3 satpam mengalami luka tembak kecepek, lalu 324 jiwa suku anak dalam mengungsi ke hutan.
Menurut penulusuran KKI Warsi para suku anak dalam mendapatkan perlakuan buruk dari perusahaan perkebunan. Mereka mengalami kekerasan, dan motor mereka dirusak.
Sempat timbul kesepakatan damai, tetapi pihak perusahaan tidak memenuhi janji membayar denda, dan memperbaiki motor milik suku anak dalam. Tidak heran konflik ini semakin memanas, setelah para suku anak dalam dilarang mengambil buah sawit yang sudah jatuh ke tanah.
(M Sobar Alfahri)