Candi Solok Sipin, Situs Arkeologis di Tengah Kota Jambi Jadi 'Kandang' Ayam

Konten Media Partner
21 Maret 2022 9:34 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegiat kebudayaan melihat situs Candi Solok Sipin yang di sekitarnya terdapat warga dan beberapa ekor ayam jago. (Foto: M Sobar Alfahri/Jambikita)
zoom-in-whitePerbesar
Pegiat kebudayaan melihat situs Candi Solok Sipin yang di sekitarnya terdapat warga dan beberapa ekor ayam jago. (Foto: M Sobar Alfahri/Jambikita)
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Candi Solok Sipin masih terasa asing di tengah masyarakat. Situs arkeologis yang terletak di tengah permukiman padat, Kelurahan Legok, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi itu, masih minim pengelolaan.
ADVERTISEMENT
Mirisnya, situs Candi Solok Sipin sempat menjadi tempatnya ayam jago. Terlihat warga membawa ayam jago beserta kandang (untuk menjemur) ke dalam situs tersebut, Minggu (20/3). Ayam pun dimandikan di sana. Bahkan, juga terlihat tempat untuk ayam bertanding.
Dalam Candi Solok Sipin memang beberapa kali ditemukan ayam yang sedang makan. Namun, pertama kalinya tim Jambikita melihat ayam jago dimandikan di sana.
Selain itu, pagar yang mengelilingi situs Candi Solok Sipin juga digunakan untuk menjemur pakaian. Dari informasi yang didapatkan, sejumlah sampah berupa kaca dan pampers (sudah dibersihkan), turut ditemukan di dalamnya.
Kurnia Sandi (26), pendiri Komunitas Jejak Kebudayaan Jambi, prihatin dengan kondisi yang menimpa Candi Solok Sipin. Bisa-bisanya ditemukan ayam dan sampah di dalam situs arkeologis, walaupun sudah dikelilingi pagar.
ADVERTISEMENT
"Pendapat saya, ini mungkin karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. Itu menjadi PR bersama. Lalu, terkait adanya sampah, adanya ayam, adu ayam, itu dampak negatif yang luar biasa," katanya, kepada Jambikita, Minggu (20/3) malam.
Sandi menyampaikan juru pelihara Candi Solok Sipin sudah berupaya menegur masyarakat agar tidak membuang sampah dan memasukkan ayam di sana. Namun, tetap saja kondisi tersebut terjadi lagi.
"Saya pikir juru pelihara di sana sudah sangat membantu untuk menjaga kebersihan di sana. Hanya saja, tidak bisa dipungkiri bahwa ada beberapa masyarakat yang membuang sampah sembarangan, dan meletakan ayam," ungkapnya.

Nilai Kepurbakalaan Candi Solok Sipin dan Potensinya untuk Masyarakat

Keberadaan Candi Solok Sipin sendiri tertuang dalam laporan dari seorang perwira Inggris, Letnan SC Crooke, usai mengunjungi daerah pedalaman di sekitar DAS Batanghari pada tahun 1802.
ADVERTISEMENT
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional mengadakan ekskavasi di area Candi Solok Sipin pada tahun 1983. Ekskavasi itu berhasil menampakkan sisa bata. Namun, tidak menampakkan Candi Solok Sipin secara keseluruhan, karena situs tersebut berada di tengah permukiman.
Walaupun belum terlihat secara keseluruhan, Candi Solok Sipin masih memiliki nilai kepurbakalaan yang penting. Di situs tersebut ditemukan struktur bata, arca Buddha berbahan batu andesit, 4 buah makara, stupa, dan sejumlah keramik.
Arca Buddha yang dimaksud memiliki tinggi sekitar 172 centimeter. Sikap arca berdiri, kedua kaki sejajar dan telapak terhimpit. Dari penggambaran rambutnya, arca ini memiliki unsur seni Gupta dan post-Gupta. Arca yang kini berada di Museum Nasional itu, berasal dari abad ke 7-8 masehi.
Arca Buddha yang ditemukan di Candi Solok Sipin. (Foto: Kemendikbud)
Sedangkan 4 makara yang ditemukan di Candi Solok Sipin rupanya kurang lebih sama, karena setiap makara menggambarkan raksasa yang menganga. Terdapat atribut berupa tongkat besar yang bagian ujungnya memiliki hiasan berbentuk bunga. Menariknya, salah satu makara memiliki angka tahun, yakni 986 saka atau 1064 masehi, serta tulisan mpu Dharmmawira.
ADVERTISEMENT
"Sejarahnya sangat luar biasa. Mulai dari temuan makara, keramik, dan sebagainya. Itu membuktikan Candi Solok Sipin merupakan salah satu situs kepurbakalaan yang sangat penting di Kota Jambi," ujar Sandi.
Pegiat kebudayaan itu mengatakan publikasi Candi Solok Sipin merupakan hal yang penting. Ini perlu ditingkatkan lagi agar banyak masyarakat yang mengetahui situs Candi Solok Sipin dan temuannya.
"Kabupaten Muaro Jambi punya Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, sedangkan Kota Jambi juga punya candi," ujarnya.
Tidak sampai di situ, kata Sandi, pengelolaan dan pemanfaatan yang melibatkan masyarakat sekitar juga harus segera dilakukan. Ekonomi kreatif bisa dibangun di permukiman sekitar Candi Solok Sipin.
"Dalam pengembangan dan pengelolaannya, masyarakat harus dilibatkan. Karena masyarakat itu perlu tahu Candi Solok Spin bagian dari sejarah masyarakat sekitar. Masyarakat juga harus diedukasi, supaya tidak terjadi kesalahan dalam penyampaian," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan pengelolaan situs candi Buddha tersebut dapat disandingkan dengan Danau Sipin sebagai destinasi wisata. Apalagi di dekat danau tersebut ada seorang perajin batik yang menggambarkan stupa dan makara Candi Solok Sipin sebagai motif batik.
"Antara Danau Sipin dan Candi Solok Sipin itu pengelolaannya disandingkan. Bisa disinergikan sebagai destinasi wisata untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)," ujarnya.
Sementara itu, Yana (37), warga yang tinggal di dekat Candi Solok Sipin, menyampaikan masyarakat belum pernah dilibatkan dalam pengelolaan situs tersebut. Ia juga mengaku bingung bagaimana mengelola Candi Solok Sipin, lantaran tidak seluas KCBN Muarajambi.
Walaupun demikian, menurutnya adalah hal yang bagus jika masyarakat diberdayakan dengan membangun ekonomi kreatif, dan pameran di sana.
ADVERTISEMENT
"Padahal bagus seperti itu. Tapi, kami belum pernah dilibatkan sebagai masyarakat. Bisa menambah pendapatan kami. Kalau seperti ini, ya begini-begini saja. Candi itu juga belum pernah dipugar," ujarnya.
Ia menyampaikan belum pernah melihat arca Buddha yang ditemukan di Candi Solok Sipin. Hanya saja, temuan berupa keramik dan struktur bata sudah pernah dilihatnya.
"Saya di sini sejak tahun 1996. Saat saya di sini, sudah banyak rumah. Arca itu belum pernah saya lihat. Kalau keramik, pernah," katanya, sembari memanggang kerupuk.
(M Sobar Alfahri)