Konten Media Partner

Divonis Bersalah Kasus Karhutla di Jambi, PT RKK Belum Dieksekusi Pengadilan

12 September 2022 17:11 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masyarakat Desa Puding, Muaro Jambi, berunjuk rasa di Pengadilan Negeri Jambi/Yovy Hasendra
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat Desa Puding, Muaro Jambi, berunjuk rasa di Pengadilan Negeri Jambi/Yovy Hasendra
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Puluhan masyarakat Desa Puding, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, berunjuk rasa di Pengadilan Negeri Jambi, meminta eksekusi putusan Pengadilan Tinggi Jambi terhadap PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK) segera dilakukan, Senin (12/9). Dalam perkara ini, Pengadilan Tinggi Jambi di tingkat banding memvonis PT RKK yang bergerak di perkebunan dan pengolahan kelapa sawit divonis bersalah atas peristiwa kebakaran lahan seluas 591 hektar di lahan konsesi PT RKK. Dalam putusan banding itu, PT RKK dihukum membayar ganti rugi kerugian materil dan biaya pemulihan ekologis senilai total Rp 191.804.261.700. Namun, hingga hari ini, eksekusi belum dilakukan. Salah seorang pengunjuk rasa, Iin Habibi, mengatakan, dalam unjuk rasa ini, dia dan masyarakat Desa Puding lainnya, mendesak, agar Pengadilan Negeri Jambi segera mengeksekusi terhadap lahan PT RKK yang menjadi objek eksekusi. Dikatakan Iin, terhitung sudah 5 tahun sejak putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jambi memutuskan PT RKK bersalah, pengadilan masih belum mengeksekusi putusan itu. Tepat hari ini, pada 12 September 2017, PT Jambi menyatakan PT RKK bersalah dan wajib membayar kerugian materil dan pemulihan ekologis. "Kita juga hadir di sini minta kejelasan kapan ini dieksekusi. Jangan main-main," kata dia. Selain itu, kata dia, masyarakat juga mengkhawatirkan peristiwa kebakaran akan kembali terulang. Sementara menurut dia, sarana dan prasarana pemadam kebakaran PT RKK sudah tidak ada lagi. "Sudah kita cek. Kita tidak mau kejadian (kebakaran) terulang di tahun 2023, ketika ada peristiwa el nino yang diprediksi BMKG, dan akan terjadi kemarau panjang, akan terjadi lagi kebakaran. Yang menderita warga Desa Puding, masyarakat desa kami," kata Iin. Dia mempertanyakan kenapa tidak dilakukan eksekusi hingga hari ini. Sementara di lapangan pihak perusahaan yang dinyatakan bersalah masih beroperasi dan masih memanen hasil kebun. "Tidak pernah sekalipun berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Puding. Apalagi memberikan CSR atau pun bantuan kepada Desa Puding. Tidak pernah sama sekali," kata dia. Pengunjuk rasa setelah beberapa saat berorasi di depan gedung Pengadilan Negeri (PN) Jambi, ditemui oleh Ketua PN Jambi, Lilin Herlina. Dalam menanggapi pertanyaan pengunjuk rasa, Lilin mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah mengajukan permohonan pembayaran ganti rugi, dan PN sudah pula melakukan teguran kepada PT RKK, agar membayar ganti rugi yang diputuskan pengadilan. Namun, PT RKK tetap tidak membayar ganti rugi tersebut. Sehingga KLHK, mengajukan harta dan aset perusahaan tersebut agar bisa disita oleh Pengadilan. Pengadilan Negeri Jambi pun sudah mengajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta untuk melakukan pemblokiran rekening PT RKK, karena posisi objek itu ada di Jakarta, dan itu sudah dilakukan, termasuk pemblokiran rekening yang berada di Bank Jambi. Kemudian ada 3 lahan yang akan disita, kata Lilin, lahan itu berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sengeti, sehingga PN Jambi mendelegasikan eksekusi lahan tersebut kepada PN Sengeti. "PN Sengeti menyurati PN Jambi, bahwa lahan yang diajukan tidak dilaksanakan (sita) oleh PN Sengeti, karena tidak sesuai sertifikatnya dan ternyata itu HGB (Hak Guna Bangunan), bukan HGU (Hak Guna Usaha)," kata Lilin. Kesalahan itu, kata Lilin, adalah kesalahan pengajuan permohonan dari KLHK, sehingga harus diralat. Ralat dari KLHK, sudah diterima PN Jambi, dan akan segera dikirim lagi ke PN Sengeti untuk dilakukan sita jaminan. "Nanti akan kami kirimkan ke PN Sengeti. (...) kami akan segera mengirim karena ini baru direvisi permohonannya, akhir Agustus baru direvisi permohonannya, kami akan kirimkan segera ke PN Sengeti," kata dia. Terhadap jawaban dari pihak PN Jambi, pengunjuk rasa berharap itu benar-benar dilakukan. "PN Jambi tadi berjanji, bulan ini selesai. Jangan lagi terjadi lempar-lempar. Ini bolak-balik ini menimbulkan pertanyaan besar bagi kami. Jangan sampai terjadi hal yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena ini perintah undang-undang, perintah hukum, PN Jambi yang didelegasikan ke PN Sengeti, untuk segera dieksekusi," kata Iin Habibi. Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK, Jasmin Ragil Utomo, membenarkan jika sempat terjadi kekeliruan pada permohonan sita eksekusi dari KLHK. "Seharusnya itu HGB, tapi tertulis HGU. Dan itu sudah dilakukan perubahan," kata Ragil, dihubungi Jambikita via telepon, Senin (12/9). Namun berbeda dari jawaban Ketua PN Jambi Lilin Herlina, yang bilang kalau ralat KLHK baru diterima pada akhir Agustus, Ragil justru mengatakan kalau perubahan atau ralat itu sudah dilakukan sejak 2 bulan yang lalu. "Setahu saya sudah 2 bulan lebih kali ya. Dan itu tidak ada tindak lanjut dari Ketua Pengadilan Negeri Jambi," kata Ragil. Setelah mendapata informasi soal kekeliruan itu, kata Ragil, pihaknya langsung mengajukan ralat. "Selanjutnya itu kan ada di Pengadilan Negeri Jambi lagi," kata dia. Untuk diketahui, sebelumnya, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) seluas 591 hektar terjadi di lahan PT RKK pada 2015 lalu. Atas kebakaran ini KLHK menggugat PT RKK secara perdata pada 14 Desember 2016. KLHK menggugat PT RKK dengan pasal yang bersifat strict liability pasal 88 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Pada peradilan tingkat awal ini majelis hakim menolak gugatan KLHK secara keseluruhan. PT RKK bebas dari gugatan dalam amar putusan majelis hakim pada 12 Juni 2017. Atas putusan itu, KLHK melakukan upaya hukum banding pada 20 Juli 2017. Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jambi memenangkan KLHK pada tahap ini. Dalam amar putusan yang dibacakan pada 16 November 2017, PT RKK divonis membayar ganti rugi kerugian materil dan biaya pemulihan ekologis senilai Rp191.804.261.700. Setelah putusan itu, giliran PT RKK yang melakukan upaya hukum. PT RKK melakukan upaya hukum kasasi, namun Mahkamah Agung menolak gugatan PT RKK. Vonis kasasi dibacakan hakim pada 8 Oktober 2018.
ADVERTISEMENT