Ekosistem Gambut di Jambi Diidentifikasi, Gambut yang Rusak Akan Dipulihkan

Konten Media Partner
30 Maret 2022 17:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Tim Penyusun RPPEG Jambi, Asnelly Ridha. (Foto: M Sobar Alfahri/Jambikita)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Tim Penyusun RPPEG Jambi, Asnelly Ridha. (Foto: M Sobar Alfahri/Jambikita)
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Kesatuan hidrologi gambut (KHG) yang berada di wilayah Jambi diidentifikasi untuk penyusunan rencana pelindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (RPPEG). Aktivitas perekonomian yang mengancam, hingga lahan gambut yang rusak, ditemukan tim penyusun dokumen tersebut.
ADVERTISEMENT
Sesuai data yang dihimpun tahun 2021, kesatuan hidrologi gambut di Jambi luasnya berkisar 864.498 hektare. Sebagian besar berada di Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, dan Muaro Jambi. Data ini perlu diverifikasi dan dicocokkan lagi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sedangkan berdasarkan data tahun 2019, ekosistem gambut yang terbakar berkisar 85.869 hektare. Kebakaran area gambut yang terbesar terjadi di Kabupaten Muaro Jambi, yakni 56.217 hektare.
"Kerusakan gambut biasanya di Muaro Jambi. Di sana banyak perusahaan. Sedangkan yang paling banyak kebakaran di Muaro Jambi," ujar Ketua Tim Penyusun RPPEG Provinsi Jambi, Asnelly Ridha, beberapa hari yang lalu.
Kerusakan ekosistem gambut, kata Asnelly, juga disebabkan pengelolaan yang salah. Di sekitar lahan gambut malah dibangun kanal untuk perkebunan sawit. Lahan yang seharusnya selalu tergenang air, malah menjadi kering, dan rawan terbakar.
ADVERTISEMENT
"Dalam jangka panjang, lahan gambut kering permanen. Saat hujan, air hanya lewat saja," ujarnya.
Kebakaran lahan gambut di Kumpeh Ulu, Muaro Jambi, Jambi, tahun 2019 lalu. (Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Ekosistem Gambut yang Rusak Masih Bisa Dipulihkan

Walaupun terlanjur rusak, kata Asnelly, ekosistem gambut masih bisa diperbaiki. Terdapat 3 langkah yang bisa dilakukan untuk memperbaiki gambut, yakni rewetting (pengairan lahan), revegetasi, dan revitalisasi.
"Rewetting itu adalah kegiatan membasahi kembali gambut yang rusak. Dengan di bangun kanal blok air tidak keluar dari lahan gambut," tuturnya.
Jika pembasahan lahan cukup, penanaman tumbuhan yang sesuai dengan ekosistem gambut menjadi tahap selanjutnya. Bersamaan dengan itu, akan dilakukan revitalisasi. Perekonomian masyarakat diarahkan sejalan dengan prinsip pelindungan gambut.
Asnelly menyampaikan akan ada program kerja untuk pemulihan dan pelindungan ekosistem gambut dalam RPPEG Jambi. Program yang dibuat sesuai dengan hasil identifikasi KHG tadi.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, tata ruang ekosistem gambut juga akan disesuaikan dengan data dan identifikasi dari PUPR. Jangan sampai ada lahan gambut yang seharusnya dilindungi, malah digunakan perusahaan.
"Soal RTRW wewenang PUPR. Mereka ingin terlibat aktif penyusunan RPPEG ini. Dari mereka nanti, ada tim untuk sinkronisasi apa yang ada di RPPEG," ujar Asnelly.
Ia menyampaikan dalam lahan gambut, ada lahan yang harus dikonservasi atau steril dari aktivitas manusia. Lalu, ada lahan yang masuk area penggunaan lain (APL).
"APL itu lahan yang dihuni masyarakat. Kami akan lakukan pembinaan ke masyarakat agar menanam atau melakukan budi daya tanaman yang sesuai dengan karakteristik lahan gambut, misalnya nanas, pinang, kopi liberika, jelutung rawa dan sebagainya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun, kata Asnelly, tanaman yang tidak ramah lingkungan dan dapat merusak ekosistem gambut, masih menjadi primadona. Kondisi ini menjadi tantangan pelindungan gambut di Jambi.
"Masyarakat masih tertarik dengan sawit. Saat kami identifikasi gambut, masyarakat langsung curiga saja. Walaupun demikian, kesatuan hidrologi gambut yang rusak, masih bisa diperbaiki," pungkasnya.
(M Sobar Alfahri)