Kisah Esi, Sopir Truk Batu Bara Asal Jambi yang Bercita-cita Jadi Pramugari

Konten Media Partner
19 Mei 2022 11:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Riski yang akrab disapa Esi, sopir truk angkutan batu bara di Jambi. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Riski yang akrab disapa Esi, sopir truk angkutan batu bara di Jambi. (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Sri Riski yang akrab disapa Esi, warga Desa Penerokan, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, telah menjadi sopir truk angkutan batu bara sejak tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Walaupun tidak lazim, bagi driver cantik berusia 23 tahun ini, menyetir truk bermuatan batu bara seberat 12 ton, sudah dilakukannya berkali-kali. Ia menekuni profesi itu agar dapat membantu perekonomian keluarganya.
"Jadi sopir truk batu bara sejak tahun 2019, karena ingin membantu perekonomian keluarga, dan membahagiakan orang tua. Belajar dari paman. Penghasilan yang diterima lumayan besar, dibayar per trip bisa 400 hingga 500 ribu rupiah. Alhamdulillah ," ujarnya, belum lama ini.
Esi yang masih berstatus lajang, tidak menggunakan penghasilannya untuk membeli sesuatu yang tidak diperlukan. "Penghasilan saya ditabung, dan diberikan ke orang tua. Juga beli tanah, dan bangun rumah. Selain itu, untuk persiapan tes pramugari lagi. Kan bisa untuk ongkos juga," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Di balik aktivitasnya sehari-hari, Esi masih memendam cita-citanya sejak kecil untuk menjadi pramugari pesawat terbang.
Anak dari pasangan Ismail dan Yulianti ini tidak sembarangan bercita-cita. Sebagai bentuk keseriusannya, di sela-sela beraktivitas sebagai sopir, dirinya menjalankan kuliah jurusan penerbangan.
"Diploma 1 penerbangan di Yogyakarta. Alhamdulillah, berkat doa dan dukungan orang tua bisa lulus," ungkapnya.
Sayangnya, Esi masih harus bersabar. Sudah 3 kali tes pramugari, tetapi tidak lulus.
"Usai kuliah di Yogya pernah tes pramugari, tapi dak lulus. Di berat badan yang kurang ideal," katanya
Esi pun menyampaikan banyak suka dan duka yang dialaminya. Namun, berbagai rintangan masih bisa dihadapi perempuan tangguh itu.
"Suka dukanya kalau di kawasan tambang dak pernah antrean, selalu didahulukan. Dukanya kalau pecah ban, terutama waktu malam hari bisa lebih dari 1 jam. Sudah itu macet di jalan. Belum lagi godaan-godaan dari pria," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Walaupun demikian, gadis dengan rambut hitam lurus sebahu ini, mengaku tidak takut menjalani profesi sebagai sopir truk angkutan batu bara.
"Tak takut, karena banyak mendapatkan dukungan keluarga dan orang tua. Yang penting bisa jaga diri. Tidak selamanya jadi sopir batu bara, saya masih ingin menggapai cita-cita jadi pramugari," ujarnya.
(M Sobar Alfahri)