Menuju Buruk, Indeks Kualitas Sungai Batanghari Jambi Berada di 51,67 Poin

Konten Media Partner
14 Oktober 2021 19:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sungai Batanghari yang airnya tercemar dan bewarna cokelat. (Foto: M Sobar Alfahri/Jambikita.id)
zoom-in-whitePerbesar
Sungai Batanghari yang airnya tercemar dan bewarna cokelat. (Foto: M Sobar Alfahri/Jambikita.id)
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Indeks kualitas air Sungai Batanghari tercatat menurun selama tiga tahun terakhir. Dari hasil pengukuran yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi dalam tahun 2020, kualitas air sungai terpanjang di Sumatera itu kini memiliki 51,67 poin.
ADVERTISEMENT
Poin tersebut diketahui melalui pemantauan dan pengukuran sederhana yang rutin dilakukan DLH Provinsi Jambi.
Ini dilakukan dengan 2 tahap dalam satu tahun. Tahap pertama berlangsung di musim kemarau, ketika air sungai dangkal. Sedangkan tahap kedua, dilakukan pada musim hujan. Hasilnya, bakal digabungkan dan dihitung kembali, sehingga muncul indeks kualitas air.
Lokasi pengambilan sampel air, berada di perbatasan antar kabupaten, meliputi Kerinci, Merangin, Sarolangun, Bungo, dan Tebo.
Ada 12 titik sampel air sungai yang rutin diuji, yaitu di Desa Sanggaran, Muara Emat, Pulau Pandan, Batu Kucing, Sarolangun Kembang, Tanjung Gedang, Muaro Kuamang, Mangun Jayo, Teluk Singkawang, Tua peninjauan, Pasar Muara Tembesi, dan Kelurahan Pasar Bangko.
"Kenapa tetap? karena ingin tahu trennya setiap tahun. Itu sudah kami lakukan beberapa tahun," katanya, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Provinsi Jambi, Asnelly Ridha, Kamis (14/10).
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2018 kualitas Sungai Batanghari sekitar angka 67,58 poin. Lalu, turun menjadi 58,49 poin di tahun 2019.
Air Sungai Batanghari kualitasnya semakin memperihatinkan, sehingga tahun 2020 menunjukan indeks 51,67 poin. Sedangkan indeks tahun 2021, hasilnya belum keluar. Jika berada di bawah angka 50 poin, air sungai terkonfirmasi buruk.
Asnelly mengatakan dari hasil uji sampel ditemukan kandungan yang diduga limbah domestik. Seolah menunjukkan Sungai Batanghari dianggap sebagai tempat sampah.
Tidak hanya itu, juga ditemukan kandungan residu pupuk. Residu ini diduga berasal dari aktivitas perkebunan sawit yang marak berlangsung di dekat Sungai Batanghari.
"Untuk lebih lanjut butuh kajian. Tidak cukup sampel ini," tuturnya.
Air Sungai Batanghari tentu tidak bisa lagi dikonsumsi. Kalaupun terpaksa, perlu dilakukan penjernihan yang sistematis.
ADVERTISEMENT
"Sungai ini masuk kualitas dua, yakni untuk pertanian. Kalau untuk air minum, tidak bisa langsung, tapi perlu treatment," ujar Asnelly.
Pengukuran yang dilakukan DLH Provinsi Jambi memang terbilang sederhana. Tidak lebih mendalam, sehingga kandungan merkuri atau limbah industri tidak terdeteksi. Kata Asnelly, juga karena keterbatasan anggaran.
Dia tidak menafikan aktivitas penambangan membuat anak sungai di Kabupaten Sarolangun memliki kandungan merkuri jauh melewati batas toleransi. Namun, pengukuran yang dilakukan DLH Provinsi Jambi tidak menemukan hal tersebut, apalagi dilakukan di sungai besar.
"Ketika di sungai merkuri akan mengendap. Pemeriksaan merkuri di permukaan itu ada, tapi wajib di endapan. Kalau tidak, bakal tidak ketemu. Jarang merkuri itu ditemukan di permukaan," lanjutnya.
Walaupun demikian, kata Asnelly, uji sampel yang dilakukan DLH Provinsi Jambi pada tahun 2020, menunjukan Sungai Batanghari jauh dikatakan bagus. Bahkan akan semakin buruk.
ADVERTISEMENT
"Saya memperkirakan bisa lebih buruk dari ini. Kaitannya sangat kuat. Tidak ada program di hulu. Kalau tidak ada kegiatan untuk menjaga Sungai Batanghari di hulu, ini bakal lebih buruk," pungkasnya.
(M Sobar Alfahri)