Konten Media Partner

Pertahankan Aksara Incung, Rumah Batik Putri Bertahan di Tengah Pandemi

28 Oktober 2020 11:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Listiati pemilik Rumah Batik Putri bersama kain batik koleksinya. Foto: Yovy Hasendra
zoom-in-whitePerbesar
Listiati pemilik Rumah Batik Putri bersama kain batik koleksinya. Foto: Yovy Hasendra
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Saat matahari mulai beranjak naik Listiati tengah mewarnai kain-kain yang sudah digambar dengan motif-motif unik khas rumah batik miliknya yang diberi nama Rumah Batik Putri.
ADVERTISEMENT
Putri adalah nama anak keduanya, nama Putri sebagai nama rumah batik miliknya sudah dipakai sejak tujuh tahun yang lalu saat dia pertama kali memulai bisnis batiknya.
Rumah Batik Putri berada di kawasan Pemancar, Kecamatan Hamparan Rawang, Kota Sungaipenuh. Tidak banyak pekerjanya, namun dia merintis sendiri dan sekarang dibantu oleh tiga pegawainya yang merupakan warga sekitar tempat tinggalnya.
Listiati tengah mewarnai kain yang sudah dibatik. Foto: Yovy Hasendra
Seperti niat awalnya, dia memulai bisnis batiknya untuk mengajak ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya yang tidak memiliki pekerjaan untuk bekerja bersamanya.
“Awalnya itu saya tidak bekerja, ibu rumah tangga biasa. Awalnya untuk mengajak orang-orang (ibu-ibu) bekerja. Sekarang sudah ada tiga orang,” kata Listiati ditemui di kediamannya, Rabu (28/10).
Meski rumah batik miliknya tidaklah besar namun Listiati mengaku sudah memiliki cukup banyak pelanggan. Mulai dari perseorangan, komunitas hingga instansi pemerintahan juga ada yang menjadi pelanggannya.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah desa, instansi pemerintahan seperti Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan itu rutin memesan batik di sini,” kata Listiati.
Setelah merendam kain dengan pewarna pakaian, kain itu kemudian dijemur. Sayangnya saat itu ibu dua anak ini tidak sedang membatik, itu sudah dia kerjakan tadi malam. Sekarang dia sedang mewarnai kain yang sudah dibatik sesuai dengan permintaan pelanggan.
Proses masih panjang, kata Listiati, setelah diwarnai, kain itu dijemur dulu, setelah itu masih perlu direndam dengan air mendidih dan dilorot lagi. Lorot adalah proses membuang lilin pada kain batik sesudah diberi warna dan merendamnya dengan dengan air mendidih.
Kain yang sudah diwarnai kemudian dijemur sebelum direbus dan dilorot. Foto: Yovy Hasendra
Setidaknya ada sekitar 30-an motif yang ada di Rumah Batik Putri. Mulai dari motif kantong semar, motif cerana, motif daun sirih, bilik padi, hingga motif incung. Motif incung adalah motif andalannya.
ADVERTISEMENT
Di setiap kain yang dibatiknya, dia selalu menyelipkan aksara incung di sana.
”Setiap motif harus ada tulisan incungnya. Karena incung merupakan aksara yang digunakan leluhur kita (Kerinci). Motif incung adalah ciri khas Rumah Batik Putri,” kata dia.
Menurut Listiati, dengan mempertahankan tulisan incung di kain batik miliknya, dia sudah ikut serta dalam mempertahankan budaya Kerinci.
Lis panggilan sehari-harinya. Dia mengatakan, dalam sehari dia mampu menghasilkan 20 lembar kain dibantu oleh tiga pegawainya itu. Mereka bisa saja bekerja lebih keras ketika pesanan banyak. Memang tidak setiap hari, ada masa khusus di mana pesanan sedang banyak-banyaknya.
“Pas musim perpisahan sekolah, akhir tahun dan momen lebaran itu pesanan biasanya banyak. Tapi beberapa bulan terakhir pesanan merosot jauh,” katanya.
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 kata dia sangat mengganggu bisnis batiknya. Di awal-awal pandemi memang masih ada pesanan, namun setelah itu pesanan sangat sepi. Padahal ada momen lebaran saat itu, yang biasanya dia menerima banyak pesanan dari orang-orang namun karena pagebluk ini orang-orang sangat sedikit yang memesan batik.
“Awal covid masih ada pesanan dari kantor-kantor. Setelahnya mulai sepi. Sekarang sudah mulai ada lagi,” kata dia.
Meski demikian, kata dia dia tetap terus membatik meski pesanan tidak seramai sebelum COVID-19. Dia berharap COVID-19 segera berakhir. Dia mengajak orang-orang hidup lebih sehat, disiplin menjalankan protokol kesehatan.
“Biar covid cepat selesai, biar ekonomi masyarakat bisa normal lagi,” kata dia.
Membatik bukan hal baru bagi Listiati, ilmu membatik pun sudah lama dia miliki. Jauh sebelum dia memulai Rumah Batik Putri. “Belajar (membatik) waktu SMK dulu. Dan baru tujuh tahun yang lalu mulai serius menerapkan ilmunya ke untuk jadi bisnis,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Harga kain batik Listiati tergolong murah, untuk yang berbahan kain standar dia mematok harga di kisaran Rp 130 ribu sampai Rp 150 ribu. Namun, kata dia untuk batik tulis harganya memang lebih mahal, Rp 500 ribu hingga Rp 1 Juta. “Tergantung kain yang digunakan,” kata Listiati.
Pesanan kain batik dari Rumah Batik Putri ini sudah dilirik banyak orang. Selain dari Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci sendiri, banyak juga dari daerah lain di dalam Provinsi Jambi yang memesan batik miliknya. Namun itu sebelum adanya pandemi COVID-19.
Untuk perhatian pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kota Sungai Penuh, kata Lis, dia pernah dibantu oleh pemerintah setempat melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Sungai Penuh di awal dia merintis bisnis. “Awal-nya dulu pernah sekali tapi sekarang sudah nggak pernah lagi,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini kata Lis, pelanggan memesan langsung kain batik ke rumahnya di kawasan Pemancar, Kecamatan Hamparan Rawang, Kota Sungai Penuh. “Tepat di belakang pemancar TVRI,” lanjutnya.
Tapi dia juga sudah mulai memasarkan kain batiknya melalui media sosial, seperti di akun facebook @batikputri dan di instagram @listiati7_batikputri.