Puluhan Petani Peroleh Legalitas Lahan Melalui SK Kulin-KK KLHK

Konten Media Partner
2 Oktober 2020 7:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para petani juga memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam sayuran kebutuhan harian. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Para petani juga memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam sayuran kebutuhan harian. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jambikita.id - Puluhan petani di Kabupaten Tebo memperoleh legalitas atas lahan yang mereka kelola melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (SK Kulin KK). Setidaknya ada sebanyak 32 petani yang memperoleh legalitas pengelolaan lahan seluas 12,7 hekatre yang berada di konsesi perusahaan hutan tanaman industri (HTI). Ketua Kelompok Tani Hutan Karang Jaya, Kabupaten Tebo Hasmon menjadi salah satu dari puluhan petani lainnya yang pengelolaan lahannya sudah dilegalkan. Dikatakan Hasmon, pada dasarnya dia sudah mengelola lahan seluas 0,9 hektare di atas konsesi HTI itu sejak 11 tahun lalu. Namun, aktifitasnya itu baru dinyatakan legal oleh negara setelah. Selain pelegalan pengelolaan lahan, Hasmon dan petani lainnya juga mendapat pembinaan dari perusahaan pemegang izin konsesi. Hasmon bersyukur, aktivitasnya menggarap lahan itu telah dinyatakan legal. Bahkan, aktivitasnya didukung lewat pemberdayaan kedua perusahaan HTI, yakni PT Lestari Asri Jaya (LAJ) Sejumlah pelatihan diberikan bagi mereka. Hasilnya, getah karet yang dipanennya berkualitas lebih baik. Getah karet itu diserap perusahaan dengan harga yang lebih baik, jika dibanding sebelum bermitra dengan perusahaan. ”Selisih harganya sangat lumayan jika dibanding dijual ke pengepul lainnya. Kehidupan kami saat ini jauh lebih baik,” jelas Hasmon beberapa waktu lalu. Hasmon kini dipercaya menjadi Ketua Kelompok Tani Hutan Karang Jaya, Kabupaten Tebo. Dia tinggal di area itu sejak tahun 2002. Dia memperoleh lahan tersebut tujuh tahun kemudian dari temannya yang menjaminkan lahan itu kepadanya, sebaliknya dia meminjamkan uang kepada temannya. Hasmon ditawari agunan lahan karet berusia tanam dua tahun. Ketika teman tersebut gagal membayar utang, lahan pun beralih padanya. Namun, Hasmon tak mengetahui bahwa status lahan itu ternyata kawasan hutan negara. ”Saya belum tahu bahwa hutan ini telah dikelola perusahaan,” katanya. Belakangan dia tahu kebun karetnya tumpang tindih dengan konsesi HTI. Dia pun tahu karena beberapa kali didatangi petugas kehutanan. Aktivitasnya mengelola tanaman karet disebut-sebut ilegal. ”Saya sering khawatir kalau suatu hari lahan ini akan digusur. Cuma inilah sumber mata pencaharian saya,” terangnya. Tahun 2019, Hasmon dan kelompok taninya mulai mendapat angin segar. Mereka mendapatkan tawaran program pembinaan petani kecil dari perusahaan HTI. Meski awalnya sempat ragu, ia menerima juga program tersebut. Ternyata, tak sekadar pembinaan, para petani akhirnya memperoleh legalitas atas lahan garapan mereka. SK Kulin KK merupakan izin pemanfaatan kawasan hutan oleh masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan. Program ini menjadi bentuk perhutanan sosial yang digalakkan pemerintah untuk mengatasi konflik di areal konsesi. Kelompok tani dan perusahaan didorong menjalin kerja sama kemitraan. Petani menanam tanaman kehutanan yang dapat menunjang produktivitas perusahaan, sementara perusahaan bertanggung jawab membina petani lewat pelatihan, sosialisasi, dan pendampingan produktif. Setelah dibina agar dapat menghasilkan tanaman berkualitas baik, perusahaan pun didorong berinisiatif menyerap hasil panen petani dengan harga lebih kompetitif dari harga pengepul. Kemitraan dengan masyarakat lokal dalam areal konsesi hutan tanaman industri diyakini efektif menyelesaikan konflik sekaligus menjaga investasi berkelanjutan, mengangkat ekonomi rakyat, dan menjaga hutan lestari. Di samping bertani karet, para petani juga didorong mengoptimalkan area pekarangan rumahnya menjadi lebih produktif melalui kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Pekarangan rumah ditanami beragam jenis tanaman sayur dan pangan lainnya. Semuanya demi menunjang kebutuhan hidup sehari-hari. ”Apa yang kita makan itu yang kita tanam. Cabai, kangkung, dan sayuran lainnya ditanam bersama untuk kebutuhan pangan,” jelas Suhono, petani lainnya yang menggarap 3,6 hektare. Dia tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Wana Mitra Lestari. Di masa pandemi ini, ketersediaan bahan pangan yang tercukupi dari pekarangan sangat membantu para petani. Mereka pun sedikit banyak dapat mewujudkan ketahanan pangan. Bahkan, sebagian petani telah mampu menghasilkan sayuran dan bahan pangan melimpah sehingga dapat dijual untuk menambah tabungan keluarga. Bahkan mereka bisa menjual hasil bumi dari pekarangan mereka ke perusahaan. Hal ini dibenarkan Suhono. Agar produksi sayuran terus bertambah, Suhono memanfaatkan kotoran kambing peliharaannya sebagai pupuk. Keluarga dan kerabat yang membutuhkannya pun kini tak perlu uang ekstra untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Mulai dari cabai, kangkung dan sayuran lain serta ikan dan sebagainya, tercukupi dari pekarangan mereka sendiri. Akhir Juli 2020 lalu, Gubernur Jambi Fachrori Umar menyerahkan SK Kulin KK kepada petani yang selama ini lahannya ada di areal kerja PT Lestari Asri Jaya dan PT Wanamukti Wisesa. SK ini merupakan yang pertama untuk kawasan hutan tanaman industri di Jambi. Realisasi ini tak lepas dari peran tim resolusi konflik perusahaan yang dibentuk sejak Agustus 2018 untuk meminimalkan potensi konflik dalam wilayah konsesi. Tim terdiri atas kalangan independen dan multipihak mulai dari pemerintah pusat, provinsi, pemerintah kabupaten, dan perwakilan masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat. Fachrori sangat mengapresiasi kemitraan yang dibangun dalam Perhutanan Sosial. Itu sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial. ”Kemitraan kehutanan ini menjadi resolusi konflik para petani yang telanjur menggarap lahan di kawasan hutan. Mereka kini mendapatkan kepastian hukum untuk mengelola,” katanya.
ADVERTISEMENT