Selama 3 Bulan, Transaksi Emas Ilegal Arnis Saleh Hampir Rp 70 Miliar

Konten Media Partner
24 Mei 2022 16:33 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang perkara perdagangan emas ilegal di Pengadilan Negeri Jambi/Yovy Hasendra
zoom-in-whitePerbesar
Sidang perkara perdagangan emas ilegal di Pengadilan Negeri Jambi/Yovy Hasendra
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Terdakwa perkara perdagangan emas ilegal Arnis Saleh didakwa melakukan transaksi pembelian emas ilegal mencapai nilai Rp 70 miliar dalam kurun waktu 3 bulan. Arnis kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jambi secara daring, karena berstatus tahanan rumah. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jambi, Shandra Fransiska, menghadirkan anggota polisi yang menangkap komplotan penjualan emas ilegal senilai puluhan miliar dalam sidang di Pengadilan Negeri Jambi, dengan terdakwa saudagar emas asal Sumatera Barat, Arni Saleh. Sidang digelar pada Selasa (24/5). Meski memberikan kesaksiannya, saksi tidak hadir di Pengadilan melainkan mengikuti sidang melalui sambungan Zoom. Dalam kesaksiannya, saksi mengatakan kalau terdakwa adalah orang yang membeli emas ilegal dari pelaku lain. Dikatakan saksi, dia ikut menangkap Dhedi Pirman, Manjas Mara, dan Irwanto. Dari hasil penangkapan itu, dia dan tim nya menemukan barang bukti berupa emas batang kurang lebih seberat 3 kilogram dari tangan Manjas Mara yang merupakan anggota polisi dari Polda Bengkulu. "Ditemukan pada siapa emas batangan itu?" tanya hakim anggota Yofistian. "Ada pada badang Manjas Mara," jawab saksi. "Apa hubungan Manjas dengan si Dhedi?" lanjut Yofistian. "Manjas yang mengambil barang dari rumahnya si Dhedi," kata saksi. Dijelaskan saksi, emas-emas tersebut merupakan emas dari penambangan liar yang dilakukan masyarakat. Dhedi membeli emas dari masyarakat dan meleburnya dan mencetaknya menjadi bentuk batangan. "Terus apa hubungannya dengan terdakwa?" tanya hakim. "Emasnya dibeli terdakwa pak," kata saksi. Saksi juga menjelaskan kalau emas itu serta proses penambangan yang dilakukan masyarakat tidak memiliki izin. Termasuk saat dijual kepada terdakwa Arnis Saleh, emas itu tidak memiliki surat yang menyatakan kelegalan emas. Dikataan saksi, saat penangkapan, barang bukti emas yang ditemukan bekisar seberat 3 kilogram Terdakwa Arnis Saleh sendiri memilih tidak menanggapi keterangan saksi. "Bagaimana keterangan saksi, betul?" tanya Hakim Ketua Yandri Roni, kepada terdakwa. "Tidak menanggapi yang mulia," kata terdakwa. Usai kesaksian saksi, Yandri Roni meminta jaksa untuk menghadirkan saksi lain secara langsung di ruang sidang pada persidangan berikutnya. Sidang perkara emas ilegal dengan terdakwa Arnis Saleh ini dipimpin oleh Hakim Ketua, Yandri Roni, bersama dua hakim anggota, Yofistian dan Bernard Pandjaitan. Terdakwa Arnis Saleh memilih tidak didampingi pengacara dalam perkara ini. Statusnya saat ini merupakan tahanan rumah dengan alasan kesehatan dan usia terdakwa yang sudah 72 tahun. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jambi, Shandra Fransisca mendakwa Arnis Saleh dengan Pasal 161 Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam surat dakwaan JPU, Arnis Saleh disebut sudah melakukan pembelian emas ilegal dengan nilai yang cukup besar. Berdasarkan dakwaan, sejak tanggal 16 Agustus 2021 sampai dengan 22 Nopember 2021 Arnis sudah melakukan pembelian emas senilai kurang lebih dari Rp 69,6 miliar. Jumlah itu diperoleh dari 23 kali pembayaran yang dilakukan terdakwa. Dalam perkara ini, Arnis Saleh tidak sendirian, ada 5 orang pelaku lainnya dengan peran yang berbeda. Salah satunya adalah anggota kepolisian Polda Bengkulu, Bripka Manjas Mara, yang berperan mengawal pengangkutan emas ilegal tersebut. Selain itu ada Dhedi Pirman Ali, dia merupakan orang yang membeli emas serpihan dari penambang ilegal di kawasan Limun, Sarolangun. Dia pula yang memproses serpihan emas itu menjadi emas batangan untuk dijual kembali. Kemudian ada Hendra Giromiko warga Bengkulu, Hendra merupakan orang yang menghubungkan Dhedi dengan Indra Mulyadi, yang memberikan modal kepada Dhedi untuk membeli dan memproses emas dari penambang. Setelah selesai dengan pekerjaannya, Dhedi menghubungi Hendra untuk menjemput emas yang sudah berbentuk emas batangan. Hendra menugaskan Bripka Manjas Mara dan Irwanto untuk menjemput emas tersebut. Emas itu dibawa ke Bengkulu oleh Manjas dan Irwanto. Emas tersebut kemudian kembali dilebur oleh Hemdra menjadi emas batangan berukuran 1 kilogram dari ukuran sebelumnya 500 gram. Emas itu ditawarkan Hendra ke pemilik toko emas dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Hendra kemudian dikenalkan kepada Terdakwa Arnis Saleh pada Agustus 2021. Hendra menemui Arnis di Toko Emas Murnidi Padang Barat Kota. Emas itu dia tawarkan dengan harga lebih murah dari harga resmi. Dalam dakwaan JPU, disebutkan kalau Arnis Saleh tahu kalau emas itu bukan emas dari PT ANTAM dan Hendra menjual emas itu tanpa sertipikat. Arnis kemudian setuju untuk membeli emas itu. Setelah terjadi kesepakatan, Hendra kemudian mengirimkan emas itu kepada Arnis. Terdakwa Arnis melakukan pembayaran dala 23 kali transaksi dengan nilai total diperkirakan mencapai Rp 69,6 miliar. Kemudian pada 26 November 2021, Manjas Mara dan Irwanto kembali menjemput emas di Sarolangun dengan mengendarai mobil. Saat melintas di pos PJR BATAS UNIT IV Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun, mobil yang mereka tumpangi diberhentikan oleh anggota polisi dari Polda Jambi. Setelah dilakukan penggeledahan ditemukan emas seberat 3 kilogram yang diselipkan di pinggang Manjas Mara. Hasil interogasi diketahui jika emas itu akan diantar ke Bengkulu kepada Dhedi Pirman. Berdasarkan dakwaan JPU, diketahui jika emas yang dibeli Arnis Saleh tidak memiliki dokumen Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) dari pemegang IUP/IUPK/IPR karena bukan diperoleh dari pertambangan yang memiliki IUP/IUPK/IPR. Atas perbuatannya, Arnis Saleh didakwa dengan Pasal 161 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selain Arnis Saleh, 5 pelaku lainnya dituntut secara terpisah dan diadili di Pengadilan Negeri Sarolangun.
ADVERTISEMENT