Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten Media Partner
Tertarik Kebudayaan Lokal, Wanita di Jambi Buat Anyaman Pandan Bernilai Seni
6 Februari 2022 17:52 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 21 November 2022 15:37 WIB
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Di tangan Deny Moroyati (53), daun pandan "disulap" menjadi tas yang bernilai seni. Daun pandan digunakannya untuk membuat anyaman dengan mengadopsi unsur kebudayaan lokal.
ADVERTISEMENT
"Kita mengangkat muatan lokal Jambi. Produk kita erat kaitannya kebudayaan lokal. Jambi ini sebenarnya banyak yang bisa kita gali," kata perajin tersebut, Minggu (6/2).
Tidak hanya bahan baku yang memiliki unsur muatan lokal. Salah satu produknya dihiasi dengan Sebalik Sumpah, yakni perhiasan khas Orang Rimba.
Ada pula tas anyaman yang dihiasi kain batik dari berbagai daerah di Jambi. Kain itu dibentuk menyerupai Angso Duo dan bunga.
Menariknya, setiap tas yang dibuat Deny diberikan nama dan filosofi. Tas yang memiliki hiasan kain batik tadi, dinamakan "Bungo Rampai", yang memiliki filosofi keberagaman.
"Kita minta pendapat dari budayawan. Kita rangkum menjadi satu tulisan. Biasanya saya konsultasi lagi. Setelah oke, baru saya tuangkan sebagai narasi," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Pewarna yang digunakan untuk menghasilkan tas bernilai seni itu, bukanlah zat warna sintetis. Melainkan, menggunakan pewarna alami dari serat daun sirih gambir, daun ketapang, daun alpukat, dan lainnya.
Anyaman yang dibuat Deny dapat ditemukan di galeri d'moroy yang terletak di RT 14, Kelurahan Thehok, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi. Dapat pula dilihat melalui akun instagram bernama d'moroy. Harga produk anyaman itu dimulai dari Rp 250.000 hingga 700.000.
Deny sendiri sudah lama menyukai produk yang berbau kebudayaan lokal. Semasa masih berkuliah di Universitas Jambi, ia menggunakan tas anyaman dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
"Biasanya disebut "Kambuik" di Bukit Tinggi. Saya beli di sana sebanyak 6 biji. Selama kuliah saya pakai tas itu. Orang mungkin lihatnya aneh ya. Tapi saya santai saja, karena suka," katanya.
ADVERTISEMENT
Ia mengenal kerajinan anyaman sekitar tahun 2016-2017. Ketika tahun 2018, Deny mendalami kerajinan anyaman pandan di Yogyakarta dan Jambi dengan unsur muatan lokal.
"Saya belajar teknik menganyam pada tahun 2018 sampai berangkat ke Yogyakarta. Juga belajar menganyam di Desa Tangkit Baru, Muaro Jambi. Yang menganyam di Desa Tangkit Baru kan sudah tua. Sayang kalau tidak ada regenerasi," tuturnya.
Pada akhir tahun 2018, barulah dia membangun galerinya, serta menghasilkan produk anyaman yang memiliki unsur kebudayaan lokal Jambi.
Ia memperkerjakan 4 perempuan yang tinggal di Kota Jambi. Tugas menganyam kebanyakan dikerjakan di rumah mereka masing-masing. Anyaman yang setengah jadi akan dibawa ke rumah Deny untuk dikreasikan menjadi tas yang siap dipamerkan.
Sebanyak 4 perajin anyaman pandan di Desa Tangkit Baru bermitra dengan Deny. Para perajin itu langsung mengambil bahan baku di lingkungan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
"Kami bermitra masyarakat di sana. Dari bahan yang masih segar mereka yang kerjakan," tuturnya.
Bersama pekerja dan mitranya, Deny dapat menghasilkan 1 tas dalam 6 hari. Proses memproduksinya memang terbilang lama. Apalagi tas anyaman pandan ini dibuat dengan pewarna alami.
Ia mengatakan dengan membuka d'moroy sejumlah orang dapat diberdayakan. Harapannya, akan lebih banyak lagi orang yang merasakan manfaat ekonomi dengan UMKM itu.
"Saya tidak hanya fokus memproduksi supaya bisa berjualan saja, tapi bagaimana produk ini dapat bermanfaat untuk orang lain. Nanti kita akan cari orang lain yang bisa dididik untuk menganyam," tuturnya.
Produk anyamannya sudah sampai berbagai provinsi, yakin DKI Jakarta, Sumatera Barat, Manado, dan lainnya. Deny optimis produknya akan dikenal di berbagai negara luar.
ADVERTISEMENT
"Produk di sini potensinya kan ekspor. Meskipun masih kecil, kami bermimpi besar suatu saat produk kami bisa go global," pungkasnya.
(M Sobar Alfahri)