Kepada Bangsaku

Mujamin Jassin
Penyuka buku-buku puisi, novel, sastra, filsafat. Kolumnis dan pelopor MAAI. Ketua Kominfo DPP KNPI. Alumni Ilmu Politik, UMM Malang. Pemerhati pembangunan daerah di Aksaratumapel Foundation.
Konten dari Pengguna
1 Februari 2022 7:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mujamin Jassin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumen: pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Dokumen: pribadi.
ADVERTISEMENT
Aku sadur judulnya dari subbab buku Sarinah, Bung Karno yang dicatut dalam risalah Majalah Historia tentang ‘Siapakah Sarinah’. Selain itu, aku terkagum dengan perkawanan dan perjumpaan nostalgia dua (tokoh bangsa) yang diakhiri dengan pemberian buku ke Musso oleh Soekarno.
ADVERTISEMENT
Aku terbawa perasaan dengan cerita di balik kesengajaan pemberian buku. Maksudku, jelas-jelas catatan kecil ini tidak diadaptasi apalagi segaris dengan kisah atau risalah tersebut.
Hanya saja memang kemegahan cara Bung Besar menyampaikan pesan terkait arah politiknya menginspirasiku untuk agar tetap iseng menjadi sejenis alarm. Seraya berambisi menjadi penyair, kepada siapa dan bagaimana berpikir, bersikap adiluhung, dan menjadi pemenang dalam sebuah pertarungan politik.
Karena digital era saat sekarang, tidak makin sulit melihat secara jernih antara mana empirik dan maya-akting.
Seperti pelajaran dari reputasi buruk buzzerp saat ini. Fenomena akun-akun anonim dioperasikan menurutku, memang mutlak sama halnya dengan mendeposit politik kesialan bangsa masa datang.
Baru-baru ini aku bayangkan jika akunku berkawan dengan mereka para sindikat. Mengira aku mau jadi tawanannya? Aku jamu mereka, aku layani dengan baik. Tetapi jangan pernah bermimpi bisa meracuni pikiranku untuk tak berpantun lagi.
ADVERTISEMENT
Seharusnya jika ada kata-kata yang tak ia (politikus) kehendaki. Merunduk saja agar ia melewati kepala, dan tidak singgah di hatinya.
Menjadi manusia politik bawa perasaan (baper) rugi berkali lipat! Jangankan itu, bahkan tidak baik keseringan mengadu kepada tuhan. Dan tentu jangan sampai termotivasi membuat proyek memproduksi anonymous yang menjadi tameng baik terhadap lawan maupun kritikus.
Anonim tidak mungkin jadi pahlawan, sebab sufi-sufi politik terkemuka berujar ingatkan, satu-satunya nasib baik si politisi, nomor satu adalah tidak mati-matian menggantungkan skenario kemenangannya pada dukun. Termasuk terpenting tidak melestari anonim.
Terakhir, terutama tidak dibenarkan berpolitik di mulai dengan kebencian, kemarahan, dan atau dendam!