news-card-video
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Belajar Memaafkan dari Tuan Guru

Jamil Azzaini
CEO Kubik Leadership, Founder Akademi Trainer www.KubikLeadership.com. Ia juga pebisnis dan penulis 10 buku di Gramedia dan Mizan. Mentor banyak tokoh
15 April 2017 14:39 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jamil Azzaini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Dewan Tanfizziyah PBNW Zainul Majdi (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Dewan Tanfizziyah PBNW Zainul Majdi (Foto: Dok. Istimewa)
Awalnya, di salah satu grup WhatsApp kami, ada yang bertanya kepada Bapak Muhammad Zainul Majdi (kami berada di group WA yang sama) tentang kebenaran surat permohonan maaf dari Steven Hadisurya Sulistyo. Mendapat pertanyaan tersebut, lelaki yang hafal Al-Quran sekaligus Gubernur Nusa Tenggara Barat yang kami lebih akrab memanggilnya Tuan Guru Bajang itu, menjelaskan kronologi kejadian.
ADVERTISEMENT
Inti kejadiannya, pada Minggu 9 April 2017 sekitar pukul 14.30, Tuan Guru beserta istrinya sedang antre di counter Batik Air di Bandara Changi Singapura. Tuan Guru kemudian keluar barisan untuk bertanya kepada petugas perihal jadwal penerbangan, dan tetap meninggalakan sang istri di barisan. Saat kembali ke istrinya di barisan tersebut, tiba-tiba dari arah belakang muncul seorang mahasiswa yang protes keras kepada Tuan Guru karena ia merasa antreannya diserobot.
Tuan Guru dengan tenang menjelaskan bahwa beliau dan istrinya sudah antre terlebih dahulu, namun Steven Hadisurya Sulistyo kelahiran Jakarta, 01 September 1991 asal Indonesia tetap mencaci maki Tuan Guru Bajang. Tidak tahan dengan hinaan dan cacian, Tuan Guru Bajang pun pindah ke barisan antrean yang lain. Namun sang pemuda tetap mencacinya.
ADVERTISEMENT
Karena caciannya merendahkan dan kasar, akhirnya Tuan Guru Bajang, melaporkan mahasiswa tersebut ke polisi. Bukan karena merendahkan dirinya, tetapi ia melaporkan kejadian itu karena sang pemuda merendahkan negerinya. "Saya perlu memberikan pelajaran kepada anak muda itu agar dia menghormati bangsanya," ujar Tuan Guru. Memang, hinaan kepada Tuan Guru Bajang dengan kata-kata "Dasar Indon, dasar Indonesia, dasar pribumi, dasar tiko" Sangatlah tidak layak diucapkan, apalagi sang pencaci itu juga warga negara Indonesia.
Saya pun bertanya kepada sahabat dan saudara saya yang mengerti kata "tiko". Dan usai mendapat penjelasan makna "tiko" dari berbagai macam sudut pandang, entah mengapa saya ikut sakit hati, saya ikut tersinggung, dan marah. Saya pun berkata dengan nada tinggi, "Orang yang sangat saya muliakan dan hormati ini ternyata dicaci begitu hina dan kotor."
ADVERTISEMENT
Namun, ketika emosi bergejolak, saya langsung membayangkan wajah Tuan Guru Bajang yang adem, yang dengan tulus memaafkan anak muda yang merendahkannya. Terima kasih, Tuan Guru! Bapak bukan hanya gubernur, bapak juga adalah guru bagi kami semua. Kami rindu pemimpin yang sekaligus layak dipanggil guru, di mana perilaku, ucapan dan tindakannya layak ditiru. I Love You ,Guruku.
Salam Sukses dan Mulia, Jamil Azzaini