Naik Haji Kok Disubsidi?

Jamil Azzaini
CEO Kubik Leadership, Founder Akademi Trainer www.KubikLeadership.com. Ia juga pebisnis dan penulis 10 buku di Gramedia dan Mizan. Mentor banyak tokoh
Konten dari Pengguna
16 Juli 2019 8:28 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jamil Azzaini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Foto: ANTARA FOTO/Hani Sofia
zoom-in-whitePerbesar
Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Foto: ANTARA FOTO/Hani Sofia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hari Rabu, 10 Juli 2019, saya menghadiri acara syukuran ibadah haji kakak saya, Kaolan; dan istrinya, Nurhanifah. Dalam ceramahnya, pembicara dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) Lampung, Hafiz Suyanto Lc, mengatakan "Bila bapak atau ibu mendaftar haji sekarang, kemungkinan berangkatnya 2037."
ADVERTISEMENT
Mendengar ceramah itu saya langsung "deg", berarti harus menunggu 18 tahun untuk menunaikan ibadah haji. Apakah karena jumlah pendaftar haji yang melimpah? Kesadaran berhaji meningkat? Atau ada sebab lain?
Saya pun mencari berbagai informasi dan sampailah pada Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2019 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1440 H/2019 H. Ternyata, rata-rata biaya jemaah haji Indonesia adalah Rp 72 juta, padahal jemaah haji hanya membayar Rp 35,2 juta. Ada selisih sekitar Rp 37 juta. Nah lho, dari mana selisih tersebut dibayarkan?
Dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)? Jelas bukan. Dari nilai manfaat dana haji yang sudah dibayarkan jamaah? Sepertinya tidak mencukupi. Apabila kita asumsikan waktu tunggu 10 tahun, sementara dana awal yang disetorkan Rp 25 juta, kemudian dana setoran tersebut diputar untuk bisnis selama 10 tahun dan menghasilkan Rp 10 juta, maka total biaya yang dibayarkan jemaah adalah sejumlah setoran awal, nilai manfaat Rp 10 juta dan pelunasan Rp 10 juta. Jadi totalnya Rp 45 juta. Masih ada selisih Rp 27 juta per orang.
ADVERTISEMENT
Saya khawatirnya, selisih ini dibayar oleh dana setoran jemaah yang belum berangkat, yang waktu tunggunya belasan atau puluhan tahun kemudian. Apabila ini yang terjadi, apa bedanya dengan tragedi First Travel? Inikah money game dalam penyelenggaraan ibadah haji?
Apabila ini yang terjadi, rasanya tidak pantas Menteri Agama berbangga dengan pernyataan, "BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) Indonesia adalah yang paling murah di antara negara-negara ASEAN yang mengirimkan jemaah haji ke Arab Saudi." Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Agama di depan Komisi VIII DPR pada tanggal 4 Februari 2019 (Tempo.co)
Semoga segera ada solusi agar kasus First Travel tidak terjadi dalam ibadah haji ini. Bila hal ini terjadi, akan sangat berbahaya karena pelakunya adalah para pejabat negara resmi.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, saya terus berdoa untuk kakak saya dan istrinya serta jemaah haji yang lain agar ibadah hajinya makbul, diterima oleh Allah SWT, meski biaya hajinya disubsidi oleh pihak lain yang saya belum tahu pasti dari mana sumbernya. Wallahu'alam.
Salam sukses mulia,
Jamil Azzaini