Konten dari Pengguna

Radioisotop dan Radiofarmaka untuk Diagnosis dan Terapi Kanker di Indonesia

Jamilah Hanum
Pranata Humas di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
19 Desember 2023 12:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jamilah Hanum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hasil Penelitian PRTRRB-BRIN yang telah dimanfaatkan masyarakat (Sumber: dokumen https://www.youtube.com/watch?v=rpMnjSXutzA : Nuklir untuk Kesehatan, Pembuatan Radioisotop untuk Pengobatan Kanker BRIEF #76)
zoom-in-whitePerbesar
Hasil Penelitian PRTRRB-BRIN yang telah dimanfaatkan masyarakat (Sumber: dokumen https://www.youtube.com/watch?v=rpMnjSXutzA : Nuklir untuk Kesehatan, Pembuatan Radioisotop untuk Pengobatan Kanker BRIEF #76)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penyakit kanker di Indonesia semakin tahun semakin meningkat, berdasarkan data Globocan pada tahun 2020 sebanyak 13.114 penambahan kasus baru. Terkait hal itu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri (PRTRRB) telah melakukan penelitian untuk pengembangan radioisotop dan radiofarmaka yang dapat digunakan dalam diagnosis dan terapi kanker.
ADVERTISEMENT
“Penelitian radioisotop dan radiofarmaka telah dilakukan di PRTRRB-BRIN sejak tahun 2013 sampai dengan 2023,” ujar Peneliti Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri (PRTRRB)-BRIN Indra Saptiama, pada acara BRIN Insight Every Friday (BRIEF) edisi ke – 76 yang bertema “Nuklir untuk Kesehatan, Pembuatan Radioisotop untuk Pengobatan Kanker,” Jumat (19/05).
Radioisotop adalah isotop tidak stabil yang memancarkan radiasi seperti partikel alpha, beta, dan sinar gamma. Isotop yang tidak stabil contohnya seperti Iodium-131 dan Iodium-125, sedangkan radiofarmaka adalah senyawa bertanda radionuklida dalam bentuk sediaan farmaka.
Indra mengungkapkan bahwa radiofarmaka tidak hanya radioisotop atau radionuklida yang berdiri sendiri. “Namun dengan menggunakan molekul pengangkut yang dilabeli atau ditandai dengan radionuklida yang dimasukkan ke dalam tubuh, kemudian akan terakumulasi ke dalam organ target misalnya payudara,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Hasil Penelitian PRTRRB-BRIN yang sudah bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat antara lain :
Beberapa rumah sakit di Indonesia yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir sudah menggunakan radiofarmaka, terutama rumah sakit kelas A, tetapi produk yang digunakan 94 persen merupakan produk impor dari luar negeri, sedangkan 6 persen produksi dalam negeri hasil penelitian dan pengembangan PRTRRB-BRIN bersama PT. Kimia Farma.
“Kita saat ini sedang mengkaji ulang kerja sama dengan PT. Kimia Farma terkait perubahan organisasi,” terang Indra.
ADVERTISEMENT
Menurut perhimpunan kedokteran nuklir, penggunaan radioisotop di rumah sakit Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan radiofarmaka, terutama radioisotop Iodium-131 dan Technetium-99m.
Indra mengatakan BRIN sedang coba mengembangkan produk radioisotop supaya bisa menekan harga dan aksesnya lebih mudah. “Produksi radioisotop ini dilakukan di Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy-Kawasan Sains dan Teknologi B.J. Habibie Serpong,” kata Indra.
Dirinya menyebutkan jenis produk Iodium-131 antara lain oral, injeksi, dan kapsul. “Saat ini kita memilih pengembangan larutan Iodium-131 oral karena dari segi registrasi, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) lebih mudah dan lebih cepat perolehan registrasinya dibandingkan dengan jenis Iodium-131 injeksi, dan secara paralel saat ini kita juga mengembangkan kapsul Iodium-131,” paparnya.
Indra mengatakan kebutuhan penggunaan Larutan Iodium-131 sediaan oral di Indonesia perbulan sangat besar. “RS. Hasan Sadikin, Bandung sebanyak 8000 millicurie, RS. Dr. Karyadi, Semarang sebanyak 2000 milicurie, dan 17 RS lainnya sebanyak 30.000-40.000 millicurie," pungkasnya.
Iodium-131 Solution Oral, dari Hasil Penelitian PRTRRB-BRIN, (Sumber: dokumen https://www.youtube.com/watch?v=rpMnjSXutzA : Nuklir untuk Kesehatan, Pembuatan Radioisotop untuk Pengobatan Kanker BRIEF #76)