Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Manusia Lewat Kerja dan Karya
9 Februari 2022 14:49 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Jan Mealino Ekklesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masa depan manusia terletak pada apa yang dikerjakannya. Itulah yang mendasari eksistensi manusia. Filsuf sekaligus sosiolog besar Karl Marx menyatakan bahwa manusia adalah homo faber, yaitu manusia sebagai makhluk bekerja. Bekerja sering kali diidentikkan dengan hasil, yaitu karya. Pada sebagian orang, karyanya justru terletak pada proses bekerja dan bukan bertumpu pada hasil.
ADVERTISEMENT
Pelukis terkenal, Leonardo da Vinci, yang hidup pada zaman Renaissance, sedari muda telah hidup untuk berkarya. Karya yang luar biasa, melampaui zaman, dan mengagumkan untuk dinikmati. Mulai dari mesin perang hingga ballpoint, dari sketsa anatomi manusia hingga potret lukis kondang Monalisa, semua keluar dari otak berjulukan Renaissance Man itu. Di zaman sekarang, sulit menemukan manusia "ajaib" seperti da Vinci.
Masalah muncul kemudian, ketika hasil-hasil karya yang telah kita ciptakan digunakan oleh pihak lain, bahkan meng-klaim karya kita adalah hasil keringat mereka. Marx telah mengungkapkan fenomena ini. Fenomena ini adalah masalah klasik kapitalisme yang disebut dengan alineasi. Alineasi menyebabkan kita terhilang dari eksistensi sebagai manusia. Kita dijauhkan dari karya kita, alat-alat yang digunakan, dan lingkungan sosial di mana kita berkarya. Kapitalisme tidak hanya menguasai apa yang kita hasilkan, tetapi juga menguasai pengalaman dan motivasi kerja. Apakah kita akan bertahan terus-menerus memiliki pandangan working for life atau justru terjatuh pada pandangan life for working? Pilihan di tangan masing-masing kita.
ADVERTISEMENT
Di samping membentuk diri manusia, karya dan kerja adalah bentuk ekspresi dari kebutuhan manusia. Maslow (1943) menjelaskan bahwa dalam diri manusia, ada lima level kebutuhan (five level of human needs) yang terdiri dari: kebutuhan fisiologi, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri memiliki kedudukan tertinggi dalam kebutuhan dasar manusia. Bekerja dan berkarya adalah bagian dari aktualisasi diri. Di dalamnya terdapat motivasi sekaligus budaya kerja yang termanifestasi keluar disaat manusia mulai berkarya. Dapat disimpulkan bahwa pada saat seseorang bekerja dan berkarya tanpa ada tuntutan-tuntutan lain selain daripada tanggung jawabnya sebagai "manusia yang hidup", tandanya seseorang tersebut telah matang. Jadi, seseorang yang tidak melakukan apa-apa bisa jadi adalah orang yang belum matang, atau ada kebutuhan lain yang semestinya dipenuhi dahulu.
ADVERTISEMENT
Permenungan eksistensial manusia menghasilkan sikap hidup yang semestinya bertanggung jawab atas Tuhan dirinya, sesama, dan lingkungannya. Manusia yang menghasilkan suatu karya, akan mendapatkan kenikmatan dari karyanya itu. Manusia yang terus menerus berjalan dalam terang hidupnya adalah manusia yang memahami siapa dirinya dan akan jadi apa dirinya lewat Karya dan Kerja itu.
***
Jan Ekklesia