Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ontran-Ontran Pejabat Publik di Ruang Digital
22 April 2023 19:02 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Jan Mealino Ekklesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suasana politik akhir-akhir ini tak pelak menampakkan wajah kekalutan dari para aktor eksekutif maupun lembaga negara. Siapa sangka, gerakan total dari Pemprov Lampung untuk segera memperbaiki ruas jalan di wilayah tersebut akibat ulah salah satu putra daerah yang mengkritik para elite dengan bermodal Power Point dan aplikasi TikTok.
ADVERTISEMENT
Caranya menyampaikan kritikan pun dengan kata-kata yang dicap negatif oleh publik. Di samping alasan-alasan yang menyertainya, metode tersebut sukses menyabotase perhatian para elite untuk segera melakukan perubahan di sektor yang benar-benar krusial.
Hingar-Bingar Media Sosial dan Gerakan Sosial
Berfungsinya media sosial sebagai mata pedang suara rakyat di era ini nampaknya bergulir cepat. Masyarakat Indonesia, terutama generasi Z, tanggap belajar menggunakan berbagai platform digital sebagai ruang suara yang bebas merdeka.
Gerakan sosial, sebuah teori yang telah muncul sejak abad-19, memang mengungkapkan bahwa perubahan sosial (social change) berawal dari sebuah gerakan sosial (social movement). Selama 200 tahun terakhir, gerakan sosial berhasil menggulingkan sistem monarki, meraih kemerdekaan dari kerajaan kolonial, dan sukses mendirikan republik di negara pascakolonial. Kedaulatan rakyat (popular sovereignty) inilah yang membuahkan hasrat mendirikan negara republik.
ADVERTISEMENT
Meskipun banyak negara saat ini merasakan sistem pemerintahan republik, masyarakat di dalamnya masih harus memperjuangkan hak mereka untuk menggulingkan kediktaktoran terselubung dari sistem republik. Tak pelak, gerakan sosial kembali menjadi senjata untuk memerangi ketidakadilan. Dengan peluh dan keluh, masyarakat kembali memperjuangkan demokratisasi bagi kemaslahatan negeri.
Arah Gerakan Sosial Baru di Era Digital
Sisa-sisa kolonialisme dan sistem oligarki atau plutokrasi disadari betul masih hinggap dalam nadir demokrasi. Praktik klientelisme, etnosentris, dan korupsi dapat ditemukan di berbagai tingkat struktural pemerintahan. Lantas, apakah hal tersebut dapat diperangi? Atau hanya fenomena kelumrahan banalitas dari republik ini?
Gerakan sosial baru (new social movement) menjadi sebuah gerakan yang terorganisir di ruang digital, bahkan dengan kekuatan satu orang yang bersuara. Kultur algoritmik yang diciptakan secara logis, sistematis, dan efisien menyatu dengan suara satu orang, sehingga menghasilkan efek bola salju. Para elite yang dituju dapat saja menganggap dirinya melawan ribuan bahkan ratusan ribu anonim di dunia digital ini.
ADVERTISEMENT
Era digital kembali menunjukkan taringnya untuk mendepak setiap kegamangan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Meskipun UU ITE dianggap momok, tetap saja, tidak mungkin para elite menghalau anonimitas yang tidak diketahui jumlah dan jaringannya. Dengan kata lain, gerakan sosial baru menghasilkan perubahan sosial yang unlimited-complex, bersamaan dengan semangat demokratisasi rakyat yang semakin canggih dan altruistis.
***
Jan Mealino Ekklesia, Sosiolog dan Pendiri GEMA Politik Indonesia