Politik Kampus dan Semangat Perubahan

Jan Ekklesia
Sosiolog dan Pendiri GEMA Politik Indonesia
Konten dari Pengguna
11 September 2023 5:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jan Ekklesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mahasiswa Berdiskusi. Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa Berdiskusi. Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Politik, sebagaimana kekuasaan menurut Foucault (1980), ada di mana-mana (omni present). Politik menembus batas ruang dan lapisan sosial. Sebagai zoon politicon, konsep-konsep politik telah melembaga dalam gaya hidup masyarakat manusia. Akibatnya, ada kesan politis dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari tindakan memutuskan hingga tindakan mendidik, semuanya tidak lepas dari unsur politis.
ADVERTISEMENT
Universitas merupakan salah satu lembaga yang paling formal dalam mendukung partisipasi politik, baik secara teoretis maupun praktis. Di sana, diskursus politik dalam bentuk teori, hipotesis, atau konsep, diejawantahkan ke dalam berbagai pisau analisis riset yang membumi. Tujuannya supaya teori tidak menggantung di langit, melainkan dapat menjawab masalah-masalah utama manusia yang kompleks.
Terlebih lagi, perkembangan universitas untuk membentuk variasi fakultas dan departemen berlandaskan kebutuhan dan keutuhan ilmu pengetahuan. Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik di kampus-kampus populer seperti UI, UNAIR, dan UGM telah memiliki sejarah panjang yang melahirkan banyak publikasi dan kontribusi bagi negara dalam bidang sosial, budaya, hukum, dan politik.

Implementasi Politik Gagasan

Ilustrasi seminar politik. Foto: Shutter Stock
Baru-baru ini, Makhamah Konstitusi mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pendidikan yang termuat dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023. Artinya, para peserta pemilu diperbolehkan untuk menyampaikan gagasan dan pandangannya dalam ruang lingkup pendidikan, meskipun tidak begitu jelas konstitusi pendidikan yang seperti apa yang boleh dijadikan ruang adu gagasan politik dari masing-masing peserta pemilu.
ADVERTISEMENT
Praktik adu gagasan politik atau yang lebih dikenal dengan istilah politik gagasan akan lebih cocok diimplementasi dalam ruang lingkup Universitas. Bagi mahasiswa, kehadiran peserta pemilu dinilai akan memberi pengalaman dan pemikiran implementatif mengenai isu-isu yang relevan, yang dapat membangkitkan semangat penggalian akademis melalui berbagai buku dan jurnal. Bagi dosen, kehadiran peserta pemilu dapat menjadi momentum dialog saran dan kebijaksanaan ilmu pengetahuan yang selama ini diajar dalam ruang kelas.
Dengan adanya prosedur saintifik yang jelas dan ketat, bukan tidak mungkin para peserta pemilu mendapat feedback yang tajam nan menohok dari para civitas academica. Para peserta pemilu mau tidak mau wajib memberikan gagasan terbaiknya dan siap berkompetisi untuk menunaikan rancangan kebijakan yang telah dibuat.
ADVERTISEMENT
Universitas sebagai institusi yang mereproduksi pengetahuan politik dan mahasiswa (juga dosen) sebagai eksekutor intelektual politik adalah filter untuk merumuskan dan mencari kebenaran dari peserta pemilu. Adalah tepat untuk kembali mengarahkan gagasan politik dalam bingkai idealisme Pancasila dan UUD 1945, dengan Universitas sebagai pengawasnya.

Fondasi Aktivisme Kampus

Ilustrasi kampus. Foto: Shutterstock
Proses politik di kampus tidak terlepas dari dimensi historis. Para pendiri negeri ini memulai gerakan persatuan semasa mahasiswa kampus. Sebagian besar aktivis gerakan mahasiswa mengenal momen pergolakan angkatan 1945, 1966, 1974, 1998, dan 2019. Momen pergolakan tersebut kadang-kala menjadi mandat yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Tuntutan untuk mereformasi struktur birokrasi, menuntut lengsernya pemerintahan yang bobrok, dan menyuarakan keadilan kesejahteraan bagi masyarakat merupakan nilai-nilai aktivisme mahasiswa sebagai respons dinamika, bahwa Universitas masih memperjuangkan hak-hak sipil dan demokratisasi.
ADVERTISEMENT
Fondasi aktivisme kampus harus dimulai dari reproduksi pengetahuan politik yang berpihak kepada masyarakat. Jika dahulu fondasi aktivisme kampus selalu muncul dalam rangka merespons kebijakan elite yang inkonsistusional dan korup, kini ruang aktivisme tersebut sudah dapat dibangun sejak para calon elite ini berkampanye menawarkan gagasan politiknya. Universitas dapat secara penuh mengawal dinamika tersebut.

Memperkuat Dimensi Perubahan

Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
Perubahan adalah suatu keniscayaan kehidupan. Herakleitos dari Efesus (540 SM – 480 SM) telah menggambarkan bahwa alam semesta tidak akan sama untuk kedua kali. Nuansa hidup manusia dan masyarakat akan terus menerus mengalami perubahan, begitu pun sistem politik dan arah kebijakan.
Sistem politik mengalami berbagai perubahan sebagai akibat partisipasi publik yang semakin besar. Jürgen Habermas dalam teori demokrasi deliberatif (1992) mengungkapkan penekanan model demokrasi pada proses pertukaran argumen dan persuasi antar warga negara. Demokrasi adalah proses yang rasional dan terbuka terhadap semua lapisan sosial masyarakat.
ADVERTISEMENT
Proses deliberasi dalam demokrasi deliberatif harus memenuhi beberapa syarat, yaitu persamaan kesempatan, kebebasan, transparansi, dan rasionalitas. Kampus menjadi tempat ideal untuk memenuhi syarat tersebut. Jika elite politik telah membuat barrier terhadap saran perubahan dan pengembangan, maka nilai kesetaraan dan keadilan hanya menjadi wacana manis kampanye semata.
Perubahan adalah bagian dari demokrasi. Ada perbaikan dan pengembangan yang dilakukan demi terciptanya kebijakan yang demokratis. Maka, proses gagasan politik di dalam kampus memberikan dampak positif bagi nilai dan semangat perubahan yang dirasa perlu di masa yang akan datang.