Representasi Kearifan Lokal Budaya Suku Bugis Dalam Film Tarung Sarung

Janitra Saktigamawijaya
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan
Konten dari Pengguna
15 Januari 2022 15:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Janitra Saktigamawijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Poster Film Tarung Sarung yang tayang di Netflix (Sumber : https://youtu.be/cuFkeWh40pg)
zoom-in-whitePerbesar
Poster Film Tarung Sarung yang tayang di Netflix (Sumber : https://youtu.be/cuFkeWh40pg)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Film yang berjudul “Tarung Sarung” ini menceritakan seorang pemuda yakni Deni Ruso (Panji Zoni), yang mempelajari beladiri tarung sarung untuk menghadapi turnamen di Makassar. Film ini berdurasi 1 jam 55 menit dan tayang perdana pada tanggal 31 Desember di Netflix.
ADVERTISEMENT
Film yang mempunyai genre drama laga dan religi ini diperankan oleh Panji Zoni, Yayan Ruhian, Maizura, Cemal Faruk, Surya Saputra, Jarot Superdj, Doyok Superdj, Annette Edoarda, Imelda Therinne, Hajra Romessa, Awaluddin Tahir, Arman Dewarti, Adi Nugroho, Fergie Giovanna Brittany, Alvin Adam, Uppi Ashabul, El Ryan Carlen, Ikbal Fauzi, Matahari Yusuf, Adi Virsa Prayudi, Ajat, dan Boy Idrus.
Tarung sarung merupakan turnamen bela diri yang diadaptasi dari salah satu budaya Makassar khususnya di Suku Bugis. Nama asli dari pertarungan ini adalah Sigajang Lalenglipa. Tradisi ini bisa dibilang cukup ekstrem karena tiap kali dilangsungkan hampir pasti ada memakan korban jiwa.
Bisa dibilang ekstrem karena cara kerja pertarungan ini adalah dua orang yang akan bertarung masuk ke dalam sebuah sarung dan masing-masing dibekali oleh sebilah badik (Senjata tradisional Suku Bugis), kemudian mereka akan saling tikam di dalam sarung tersebut. Seseorang bisa dianggap kalah jika salah satu petarung keluar dari sarung, menyerah, bahkan mati.
ADVERTISEMENT
Di dalam film Tarung Sarung ini, Deni Ruso digambarkan sebagai seorang pemuda yang memiliki orang tua pengusaha kaya raya dan menganggap uang adalah segalanya bahkan sampai tak percaya dengan kuasa Tuhan. Kisah ini dimulai dari suatu malam di sebuah club malam, Deni terlibat perkelahian hebat dengan seorang pria dikarenakan pria tersebut menggoda pacar Deni yakni Gwen (Annette Edoarda).
Masalah tersebut akhirnya diketahui oleh sang bunda, Dina Ruso (Imelda Therinne) dikarenakan Gwen mengunggah perkelahian Deni dengan pria tersebut di YouTube. Akhirnya Dina memutuskan untuk mengirim Deni ke kampung halaman mereka di Makassar karena Dina merasa tidak bisa mengatasi kenakalan anaknya di Jakarta. Di Makassar Dina mempercayakan Deni untuk mengurus pembangunan taman hiburan perusahaan mereka.
ADVERTISEMENT
Di Makassar, Deni bertemu dengan seorang perempuan bernama Tenri (Maiura) yang mana Tenri merupakan gadis asal Makassar dan berprofesi sebagai aktivis lingkungan. Pertemuan Deni dengan Tenri membuat cara pandang Deni berubah terutama terhadap masalah kehidupan dan juga Deni merasa jatuh cinta dengan sosok Tenri.
Sayangnya, Tenri ternyata sangat membenci perusahaan yang dikelola oleh Deni karena dinilai sebagai perusahaan yang merusak lingkungan dan kapitalis, sehingga membuat Deni harus menyembunyikan latar belakang keluarganya.
Hubungan asmara mereka berdua juga terhalang oleh pemuda asli Makassar bernama Sanrego (Cemal Faruk) yang ternyata juga menyukai Tenri. Sanrego sudah beberapa kali meminang Tenri dan memaksa Tenri untuk menerima pinangannya.
Sanrego pun akhirnya mengetahui ada pria lain yang ternyata menyukai Tenri dan menantang Deni untuk bertanding dalam turnamen Tarung Sarung. Siapa pun yang nantinya memenangkan turnamen ini, ia akan dapat meminang Tenri sebagai kekasihnya.
ADVERTISEMENT
Representasi adalah proses sosial serta proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak menjadi bentuk yang konkret. Nuraeni Juliastuti dalam bukunya yang berjudul Teori Sosiologi Modern (2000) menyebutkan konsep abstrak yang ada di kepala kita diterjemahkan ke dalam bahasa lazim, agar kita dapat menghubungkan konsep serta ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.
Ada banyak sekali simbol-simbol yang menggambarkan budaya Suku Bugis di dalam film Tarung Sarung ini, contohnya seperti tarung sarung yang dijadikan simbol bahwa orang Makassar lebih menghormati duel satu lawan satu dibandingkan dengan cara berkeroyok seperti yang biasanya terjadi di kota-kota besar.
Selain itu terdapat pula adegan ketika Deni membantu masyarakat Suku Bugis untuk melakukan tradisi pindah rumah atau yang biasa disebut Mappalette Bola yang menggambarkan bahwa masyarakat Suku Bugis senang bergotong-royong. Selain membantu masyarakat Bugis melakukan tradisi Mappalette Bola, Deni juga membantu ibu-ibu di sekitar sana membuat Barongko yaitu makanan khas Suku Bugis yang terbuat dari pisang.
ADVERTISEMENT
Alex Sobur dalam bukunya yang berjudul Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing (2004) menyebutkan film adalah cerminan realitas. Artinya nilai-nilai yang ada di film tersebut adalah nilai-nilai nyata yang ada di kehidupan berbudaya masyarakat Suku Bugis yang mana masyarakat mereka gemar bergotong-royong serta menjunjung tinggi harga diri pribadi. Budaya seperti ini haruslah terus dipertahankan agar tetap lestari dan menjadi sebuah ciri khas budaya bagi Suku Bugis.
Film Tarung Sarung ini dibuat agar orang-orang dapat mengetahui budaya apa saja yang ada di Suku Bugis dan juga agar budaya tersebut tetap lestari. Apalagi sekarang kita sudah berada di era globalisasi. Untuk menghadapi era globalisasi, kita dituntut harus mampu mengembangkan serta memanfaatkan kekayaan budaya yang kita miliki. Salah satu caranya adalah melalui film.
ADVERTISEMENT
Mulyana dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (2008) menyatakan bahwa film sebagai salah satu bentuk dari media massa memiliki peranan kuat dalam menetapkan nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, melalui film ini masyarakat Suku Bugis bisa tetap mempertahankan ajaran budaya yang telah ada dan tertanam dari zaman dulu, dan juga masyarakat umum dapat mengetahui ajaran budaya yang ada di film Tarung Sarung.
Janitra Saktigamawijaya, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan