Marching Band: Seni tapi Serius

Januari Pratama Nurratri Trisnaningtyas
Dosen FISIP - Hubungan Internasional UPN Veteran Jawa Timur, Field of study: Middle Eastern Studies, Gender and Higher Education, Human Security, Sustainable Development
Konten dari Pengguna
10 Februari 2023 18:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Januari Pratama Nurratri Trisnaningtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Marching band yang kehadirannya dinanti masyarakat saat parade atau festival. Foto: dokumen pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Marching band yang kehadirannya dinanti masyarakat saat parade atau festival. Foto: dokumen pribadi.
ADVERTISEMENT
Kalau sedang menonton festival atau parade, kita pasti tidak asing dengan penampilan barisan orang-orang berkostum rapi yang memainkan beragam alat musik sambil berjalan. Di paling depan biasanya ada mayoret yang memimpin barisan sambil melenggokkan badan dan memainkan tongkat. Para pemain musik mulai dari perkusi hingga alat tiup (brass) beriringan melantunkan nada yang harmonis sambil melangkahkan kakinya secara serempak. Tak lupa barisan pemain bendera dan penari mempermanis pertunjukan dengan gerakan lincah serta warna-warni benderanya yang bergerak seirama musik.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang menyebutnya “drum band”. Namun sebenarnya tidak semua disebut drum band. Ada marching band, ada juga drum corps. Klasifikasinya berdasarkan alat musik yang dimainkan, serta jenis musik dan penampilan yang dibawakan. Drum band biasanya lebih banyak menggunakan alat musik perkusi ketimbang alat tiup, serta musik yang dimainkan biasanya yang bernada bersemangat dan riang gembira seperti mars. Sedangkan marching band menggunakan komposisi alat tiup lebih banyak daripada perkusi, serta membawakan pagelaran yang lebih dinamis ketimbang drum band.

Seni yang Serius

Berawal dari para veteran perang dunia ke-2 yang memainkan berbagai mars sebagai tanda kemenangan, marching band ini merupakan jenis kesenian yang bersifat semi-militer. Sampai saat ini, kegiatan marching band yang biasa kita jumpai di ekstrakurikuler sekolah atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kampus ini cenderung keras dan memiliki tingkat disiplin yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Untuk bisa bergabung dalam tim marching band, dibutuhkan fisik dan mental yang kuat dan tahan banting. Bagaimana tidak, untuk dapat menampilkan pagelaran berdurasi 12-15 menit, diperlukan latihan selama minimal satu tahun penuh dengan ribuan pengulangan agar dapat menampilkan yang terbaik.
Menariknya, kesenian marching band ini melibatkan komposisi pemain yang besar. Setidaknya perlu 30-50 orang yang terlibat dalam setiap parade. Atau kalau menggunakan komposisi display (memainkan musik sambil membentuk konfigurasi-konfigurasi yang dinamis), perlu setidaknya 80-120 orang pemain di lapangan yang luas.
Oleh karena itu, selain memerlukan konsistensi dan disiplin yang tinggi, kerja sama tim juga sangat diperlukan dalam kesenian ini. Setiap orang harus mampu memainkan bagian musiknya dan memastikan dirinya berada di posisi yang tepat agar konfigurasinya terbentuk sempurna. Bayangkan, salah satu langkah saja dalam berdisplay bisa berisiko merusak bentuk, tertabrak teman sebelahnya, atau mengacaukan barisan.
Demi menghasilkan pertunjukan yang menawan, perlu latihan yang konsisten dan kerja sama tim yang baik. Foto: dokumen pribadi.
ADVERTISEMENT
Jangan salah, bahkan alat musik dan bendera yang dibawa sambil berdisplay saja tidak ringan. Berat alat musik paling ringan seperti terumpet saja mencapai 1.5 kilogram, yang harus dibawa dengan tangan terangkat dan dada membusung selama pagelaran untuk menciptakan kesan gagah dan elegan. Wajar jika perlu waktu berbulan-bulan latihan untuk menampilkan pertunjukan yang memukau penonton.

Bukan Sekadar Bermain Musik

Untuk dapat menampilkan sebuah pagelaran yang indah, usaha dan kerja keras para pemain di lapangan tidak berarti tanpa adanya support system. Lagi-lagi, marching band ini seni yang serius sehingga support systemnya dibentuk layaknya perusahaan. Selain ada hierarki organisasi, tim yang diterjunkan lengkap mulai dari pelatih dan jajarannya hingga tim manajerial yang mengurus perkara kostum, logistik, HRD, sponsorship, dan marketing.
ADVERTISEMENT
Semua keperluan pagelaran mulai dari latihan sampai penampilan, mulai dari menyiapkan lapangan sampai urusan tisu, air minum dan peniti disiapkan oleh tim manajerial. Artinya, peran orang-orang dibalik layar tersebut juga sama pentingnya dengan mereka yang tampil memukau di hadapan para penonton.
Bukan sekadar bermain musik, banyak hal yang dapat diperoleh dari marching band. Foto: dokumen pribadi.
Beberapa jurnal ilmiah baik di dalam maupun luar negeri mencoba menjelaskan proses pembentukan karakter dan softskill yang diperoleh melalui kegiatan marching band. Oleh sebab itu, banyak sekolah dan kampus yang mempertahankan kegiatan tersebut karena dampak positifnya di siswa dan mahasiswa.
Selain itu, belajar bekerja sama dengan orang lain (teamwork), memegang teguh komitmen, menggembleng mental agar tidak mudah putus asa, tidak egois, serta menjadi pribadi yang bertanggung jawab merupakan nilai-nilai karakter yang dipupuk dalam jiwa masing-masing anggotanya. Dengan demikian, para anggota marching band diharapkan menjadi pribadi yang berkarakter ketika terjun ke dunia kerja dan masyarakat.
Practice makes perfect adalah kunci keberhasilan penampilan marching band. Foto: dokumen pribadi.
Ternyata penampilan marching band yang sering kita tunggu-tunggu saat parade bukan hanya sekadar cerita bermain musik. Banyak skill yang diperlukan untuk dapat menyuguhkan pagelaran seni yang menarik tersebut.
ADVERTISEMENT
Juga, diperlukan keseriusan dalam menggarap prosesnya mulai dari disiplin latihan hingga peran support system yang ada dibalik layar. Toh benar, tidak ada karya luar biasa yang dihasilkan dari proses yang biasa-biasa saja.