Putin, dari 'Colonel' KGB Menjadi 'Supreme Commander in Chief' Rusia

Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat Sosial Politik dan Peminat Kajian Geopoitik dan Geostrategi
Konten dari Pengguna
20 Februari 2022 7:30 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jannus TH Siahaan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Vladimir Putin
zoom-in-whitePerbesar
Vladimir Putin
ADVERTISEMENT
Di tahun 1989, demonstrasi besar-besar menuntut reunifikasi Jerman pecah, menjalar ke Dresden, bahkan sampai ke depan kantor cabang KGB di Dresden, di mana seorang agen muda jebolan Fakultas Hukum Leningrad State University, yang baru melengkapi masa tugasnya di KGB untuk masa 4,5 tahun, sedang bertugas. Namanya, Vladimir Vladimirovich Putin.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjalar ke depan kantor KGB, massa menyambangi kantor Stasi, salah satu cabang intelijen dalam departemen kepolisian Jerman. Stasi adalah mitra lengket KGB(Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti-Komite Keamanan Negara) untuk Jerman Timur. Jadi saat demo sampai di kantor Stasi, Putin dan agen lainnya sedang sibuk 'membersihkan' kantornya. Dokumen-dokumen dan segala bentuk alat bukti dibakar agar tidak bocor karena mereka yakin demonstrasi akan berlanjut ke kantor KGB Dresden.
"We destroyed everything,” begitu Vladimir Putin mengulang kata-kata yang dia dengar dari kawan KGB-nya, di salah satu wawancara TV Rusia beberapa tahun lalu setelah Putin berkuasa. “All our communications, our lists of contacts and our agents, networks. We burned so much stuff that the furnace burst," kata Putin menirukannya.
ADVERTISEMENT
Bersamaan dengan itu, Putin juga terus mencoba mengontak Moscow, meminta perintah lanjutan. Namun Moskow bergeming. Tak ada jawaban, tak ada perintah. Dalam wawancara tersebut, Putin menggambarkan bahwa saat kontaknya tak dijawab oleh Moskow, dia sempat berpikir bahwa “I got the feeling then that the country no longer existed. That it had disappeared.”
Sejak saat itu, hampir semua pakar Putinologi sepakat bahwa Putin mulai menggaris ulang cita-citanya, yakni untuk "merestorasi kembali" negaranya yang hancur berantakan. Tapi cita-citanya tak serta merta bisa diraih. Setelah kejadian di Dresden, Putin kehilangan arah. Statusnya tak jelas. Tugas pun tak jelas. Tak ada perintah lanjutan yang harus dieksekusi untuk mereaksi peristiwa di Jerman itu.
Karena itu, berkat bantuan seorang temannya di Dresden, Putin akhirnya bisa kembali ke St. Petersburg membawa keluarganya. Tapi lagi-lagi status dan tugasnya tak jelas. Dalam sebuah wawancara dengan salah satu penulis biografinya Putin mengatakan bahwa ia sempat berpikiran untuk menjadi supir taksi di Leningrad atau St. Petersburg untuk melanjutkan hidup.
ADVERTISEMENT
Tapi nasib Putin ternyata tak senaas yang ia bayangkan. Di tahun 1991, Putin dihubungi oleh salah seorang seniornya di KGB dan diminta bergabung ke dalam pemerintahan baru Kota St Petersburg. Tak tanggung-tanggung, Putin ditawari salah satu posisi deputi untuk Walikota St. Petersburg kala itu, Anatoly Sobchak, yakni jabatan sebagai deputi bidang kerjasama international, terutama untuk mendatangkan investasi asing ke St. Petersburg.
Anatoly Sobchak bukan tokoh sembarangan kala itu. Ketika Boris Yeltsin menghadapi tank Soviet di Moskow pada tahun 1991, tank-tank yang menjadi simbol kudeta dari kelompok komunis konservatif atas kepemimpinan Mikhail Gorbachev, Sobchak juga melakukan prestasi heroik yang sama di St Petersburg dengan mendepak kelompok komunis konservatif di Kota St. Petersburg. Jadi Sobchak adalah "Yeltsin of St. Petersburg." Bahkan dari sisi ekonomi, beberapa penulis menyebut Sobchak sebagai "Milton Friedman of Russia," karena isu reformasi dan liberalisasi ekonomi yang digaungkannya untuk Kota St. Petersburg.
Presiden Rusia Vladimir Putin. Foto: Sputnik/Vladimir Smirnov/Kremlin via REUTERS
Putin tak ada masalah dengan ide pasar bebas Sobchak. Putin dengan penuh semangat mendukung program-program kerja bos barunya di St. Petersburg tersebut. Memang, Putin adalah pekerja yang berdedikasi tinggi sekaligus cerdik. Karena tugasnya berkaitan dengan investasi, selain berhasil membangun jaringan dengan para investor, Putin juga mulai berhubungan dengan para oligar baru Rusia (termasuk Oligar pendukung Boris Yeltsin). Sebuah kisah awal yang menjadi cerita besar di kemudian hari karena kepopuleran oligar Rusia di hari ini. Boleh jadi suatu hari nanti pada masa yang akan datang hanya oligar-oligar Indonesia yang bisa menyaingi mereka.
ADVERTISEMENT
Namun selain itu, lima tahun bekerja untuk walikota Sobchak, Putin juga terbilang berhasil menyelenggarakan berbagai macam event berkelas internasional di St. Petersburg untuk menaikkan nama kota tersebut disamping menarik sebanyak-banyaknya investor asing. Putin memperkenalkan Kota St. Petersburg ke beberapa negara Eropa sekaligus mendampingi setiap kunjungan luar negeri bos barunya.
Selain pekerja keras, berdedikasi, Putin juga setia kawan. Setelah lima tahun menjadi salah satu deputi Walikota Anatoly Sobchak (karena Sobchak gagal terpilih lagi di pemilihan 1996), Sobchak mulai dihantui tuntutan hukum atas tuduhan korupsi. Putin tak meninggalkan bosnya itu begitu saja. Dengan semua link KGB yang pernah ia punya, Putin berhasil membawa (menerbangkan) Sobchak keluar dari Rusia dengan dalih untuk berobat ke Swiss. Mantan walikota itu pun selamat dari tuntutan hukum di negaranya.
ADVERTISEMENT
Aksi Putin tersebut menarik perhatian sang presiden Rusia kala itu, Boris Yeltsin, yang juga dihantui masalah yang sama dengan Anatoly Sobchak. Keluarganya sedang berada di bawah investigasi kasus korupsi oleh salah satu jaksa agung Rusia. Putin diminta bergabung dengan pemerintahan Yeltsin langsung sebagai Kepala FSB (Federalnaya Sluzhba Bezopasnosti-Badan Keamanan Utama Rusia). Seorang mantan Kolonel di KGB akhirnya menjadi bos lembaga intelijen Rusia.
Atas kepercayaan sang Presiden Boris Yeltsin yang diketahui pemabuk tersebut, Putin tancap gas membuktikan kesetiaannya kepada kepemimpinan nasional dan negaranya. Tak lama berselang, beredarlah bocoran video seorang jaksa yang sedang bercinta dengan seorang wanita bayaran di salah satu hotel di salah satu televisi Rusia. Dan jaksa itu adalah jaksa yang bertanggung jawab atas investigasi dugaan korupsi keluarga Yeltsin. Hasilnya, karier sang jaksa tamat dan Yeltsin lepas dari dugaan kasus korupsi.
ADVERTISEMENT
Tak ada pengakuan secara terbuka siapa otak di balik bocoran video tersebut. Tapi hampir semua analis dan penulis biografi Putin sepakat bahwa ada Putin di balik penyelamatan Yeltsin tersebut. Karena dua aksi penyelamatan tersebut, para pakar Putinologi sepakat bahwa Putin memang seorang yang setia kawan di satu sisi dan pembenci pengkhianatan di sisi lain. Dan semua pakar juga sepakat bahwa hanya kepada dua orang saja seorang Putin bersedia membuktikan sikap kesetiakawanan tersebut, yakni Anatoly Sobchak dan Boris Yeltsin.
Walhasil, di saat kesehatan Yeltsin kian memburuk dan hubungannya dengan parlemen kian memanas (Yeltsin pernah memerintahkan divisi tank Rusia menembaki gedung parlemen hingga oposisi bubar berantakan), Yeltsin membalas kesetiaan Putin dengan balasan istimewa yang menjadi penentu wajah Rusia hari ini. Tahun 1999, tepatnya di bulan Agustus, Putin pun diangkat sebagai perdana menteri kelima sepanjang masa pemerintahan Yeltsin. Lalu empat bulan kemudian, Yeltsin mengundurkan diri sebagai presiden dan di bawah konstitusi Rusia, Putin diambil sumpah sebagai penggantinya.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2000, Putin menjadi pemenang kontestasi pemilihan presiden Rusia dan sah secara demokrasi elektoral sebagai penerus kepemimpinan Boris Yeltsin. Putin menjabat dua periode hingga tahun 2008, lalu bertukar posisi dengan Dmitry Medvedev menjadi perdana menteri Rusia sampai tahun 2012, di saat Putin kembali menjadi presiden Russia sampai hari ini.
Jika tak ada disrupsi politik besar-besaran, setelah amandemen konstitusi Rusia belum lama ini, Putin masih berpeluang menjadi presiden Rusia hingga 2032. Apakah Putin mampu memanfaatkan peluang tersebut, mari kita tunggu. Tapi dari kisah perjalanan karirnya itu, Vladimir Vladimirovich Putin telah membuktikan keberhasilannya menciptakan lompatan besar, yakni dari "Colonel" di KGB menjadi Supreme Commander in Chief untuk sebuah negara adidaya bernama Rusia.
ADVERTISEMENT