Net Zero Emission Indonesia, Mustahil atau Mungkin?

Jasmine Zahra
Electrical Engineering Student at Universitas Padjadjaran, interested in clean energy and climate change
Konten dari Pengguna
6 Maret 2022 11:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jasmine Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Istilah Net Zero Emission atau Nol-bersih Emisi pasti sudah tidak asing lagi ditelinga banyak orang. Hal tersebut juga merupakan topik yang kerap dibahas dalam ranah internasional, selaras dengan salah satu kesepakatan dalam Paris Agreement 2015 yaitu kenaikan suhu bumi tidak boleh lebih dari 2 derajat celcius. Target Indonesia dalam kontribusinya adalah mencapai Nol-bersih Emisi pada tahun 2060. Dalam presidensi G20 hal tersebut pun menjadi salah satu topik yang sering disebut. Hmm, tapi kita bernapas menghasilkan emisi CO2, lantas Nol-bersih Emisi mustahil tercapai?
ADVERTISEMENT
Jika kita mengartikan Nol-bersih Emisi sama dengan tidak akan ada emisi sama sekali yang dihasilkan, hal tersebut sudah pasti mustahil untuk diwujudkan. Itu artinya untuk mencapai target tersebut kita harus menyapu seluruh kehidupan di bumi ini. Nol-bersih Emisi merupakan karbon netral, yang artinya emisi yang diserap oleh alam harus berbanding lurus dengan emisi yang dihasilkan manusia, sehingga tidak terjadi penyumbangan emisi karbon lagi untuk Gas Rumah Kaca (GRK).
Menurut data statistik dari World Resource Institute Indonesia pada 2020, Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara dari sepuluh negara penyumbang emisi terbanyak di dunia, yaitu sebanyak 2% dari total emisi. Tiga sektor penyumbang emisi GRK paling banyak di Indonesia sesuai yang tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) adalah sektor pembangkit listrik, industri, serta transportasi. Penyumbangan emisi yang paling besar dari ketiga sektor tersebut masuk akal mengingat penduduk Indonesia yang jumlahnya sangat banyak dan cenderung mengalami kenaikan sehingga berimbas kepada beberapa aspek lainnya.
ADVERTISEMENT
Contoh dampak sederhana dari banyaknya jumlah penduduk adalah kebutuhan akan energi listrik. Semakin banyak penduduk di Indonesia, maka semakin banyak pula listrik yang perlu dikonsumsi. Apabila konsumsi listrik meningkat, sumber produksi dari energi tersebut juga butuh ditingkatkan. Akibatnya, kapasitas pembangkit listrik perlu ditambahkan pula.
Pada saat ini, bahan bakar fosil untuk PLTU masih mendominasi bauran energi di Indonesia. Hasil pembakaran bahan bakar fosil tentunya memberikan sumbangan emisi yang sangat besar terhadap lingkungan. Begitu pula emisi yang dihasilkan pada kegiatan transportasi yang masih menggunakan BBM, serta kegiatan industri.
Bila dilihat dari permisalan diatas, dapat disimpulkan bahwa penyebab Indonesia menyumbang emisi karbon yang besar adalah sektor energi di Indonesia yang masih didominasi oleh energi kotor. Padahal ada opsi untuk memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai energi yang rendah karbon, mengingat potensi Indonesia dalam sektor EBT sangat besar namun pemanfaatannya masih sedikit.
ADVERTISEMENT
Salah satu faktor yang menyebabkan energi kotor masih besar dimanfaatkan di Indonesia antara lain adalah kebijakan pemerintah yang belum dapat diterapkan secara maksimal terkait EBT. Hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor lainnya, seperti biaya pengembangan EBT yang mahal karena mengandalkan teknologi baru, harga EBT yang belum kompetitif, serta permintaan yang masih kurang dari konsumen.
Bila ditilik lebih dalam, faktor-faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu, jika ingin melakukan transisi energi dari energi kotor menuju energi bersih dengan cepat, kita tidak bisa mengandalkan satu pihak saja. Kerja sama antara pemerintah, lembaga pendidikan, pelaku usaha, serta masyarakat merupakan hal yang sangat vital.
Untuk menciptakan perubahan, kita perlu membenahi cara-cara lama dan mencari solusi baru. Pemerintah harus siap repot mengatur rencana-rencana dan regulasi terkait transisi energi yang mungkin saja mengalami perubahan. Namun, karena perubahan kebijakan dan rencana tersebut pemerintah juga mungkin mengalami tantangan dalam menghadapi kepercayaan investor di bidang EBT. Proses investasi mungkin saja terhambat dengan adanya perubahan-perubahan pada kebijakan yang terkesan tidak tegas dan labil. Oleh karena itu, diperlukan strategi bagi pemerintah untuk menentukan target dengan memaksimalkan rencana dan kebijakan dengan tetap memperhatikan faktor keuntungan dan keadilan bagi seluruh pihak.
ADVERTISEMENT
Peran korporasi baik dari mulai perusahaan multinasional sampai UMKM pun berpengaruh terhadap target Indonesia menuju Nol-Bersih Emisi. Pelaku-pelaku usaha ini sudah harus memikirkan dampak dari usahanya terhadap lingkungan dan iklim yang nantinya pasti berpengaruh juga terhadap kegiatan usaha mereka. Beberapa perusahaan baik perusahaan negara dan swasta suda mulai menerapkan konsep industri hijau dengan menggunakan energi bersih. Perusahaan lain juga sebaiknya menerapkan konsep industri hijau untuk mempercepat penurunan emisi karbon di Indonesia.
Selanjutnya adalah peran dari masyarakat. Masyarakat perlu memperhatikan kegiatan mereka yang dapat berdampak pada lingkungan. Bisa dimulai dari hal-hal yang paling simpel, yaitu mulai mengganti produk konsumsi dari yang proses produksinya tidak ramah lingkungan menjadi ramah lingkungan, beralih dari kendaraan pribadi menuju kendaraan umum, serta menghemat listrik. Masyarakat juga dapat mulai menggunakan PLTS sebagai sumber untuk melistriki rumah tangga sebagai solusi untuk mengurangi emisi karbon.
ADVERTISEMENT
Kemudian yang terakhir dan tak kalah penting adalah peran pemuda. Pemerintah telah menciptakan berbagai macam program yang dapat diikuti. Salah satu programnya adalah GERILYA (Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya). GERILYA adalah program magang kolaborasi antara Kementerian ESDM dan Kemendikbudristek yang merupakan bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka dan terbuka untuk mahasiswa semester 5 atau lebih. Gerilya bergerak di bidang EBT khususnya Tenaga Surya. Selain mengikuti program, banyak hal mudah yang bisa dilakukan, contohnya melakukan campaign di media sosial terkait energi bersih guna menyebarkan kesadaran pentingnya menjaga bumi.
Ketika kerja sama dari berbagai pihak sudah maksimal, maka transisi energi akan berlangsung dengan cepat. kita harus optimis Indonesia akan mencapai target Nol-bersih Emisi pada 2060 atau lebih awal.
ADVERTISEMENT