Forgiving the Unforgivable: Perjalanan Penuh Kesadaran dalam Pemulihan Trauma

Jasmine Ananda Basia
Mahasiswa Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya. Angkatan 2021.
Konten dari Pengguna
14 Desember 2023 13:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jasmine Ananda Basia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya tentu dipenuhi oleh dinamika sosial, salah satunya adalah hubungan antarpribadi. Mengenai hal tersebut, hubungan antarpribadi memegang peranan yang besar dalam perjalanan hidup. Tidak dipungkiri, dinamika dalam hubungan tersebut rawan membawa trauma ke kehidupan kita. Trauma dapat diartikan sebagai peristiwa yang dapat menimbulkan luka yang diakibatkan dari kejadian yang menimpa secara langsung maupun tidak langsung. Trauma juga seringkali memunculkan tantangan yang signifikan dalam hubungan seperti contohnya merusak kepercayaan bahkan menciptakan rasa ketidakamanan dalam suatu hubungan. Dampak yang ditimbulkan trauma tidak hanya pada hubungan dengan orang lain, melainkan juga dapat berimbas pada hubungan dengan diri sendiri, yang bahkan dapat mengganggu kehidupan sosial. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa mengelola trauma bukanlah hal yang mudah.
ADVERTISEMENT
Manusia seringkali memberi label pada pengalaman yang terjadi yang akhirnya membentuk emosi negatif. Emosi negatif tersebut dapat membentuk trauma. Contohnya saat seseorang merasakan kecemasan atau kekhawatiran berlebih hingga mempengaruhi kehidupan sosialnya secara tidak langsung telah memberi penilaian negatif. Contohnya, akibat dari kejadian tersebut membuat ia merasa lemah, gagal, dan menyalahkan diri sendiri. Selain itu, cenderung menyalahkan keadaan yang tidak adil untuknya, dan terlena akan pengalaman masa lalu yang membuat ia terpuruk. Bukannya fokus terhadap penyelesaiannya tetapi lebih condong untuk menyalahkan keadaan yang terjadi, menyalahkan orang sekitar, menyalahkan diri sendiri, dan mengulang tanpa berhenti pemikiran atas pengalaman tersebut. Dengan memahami konsep seperti mindfulness maupun forgiving dapat menjadi peranan penting untuk mencapai kesejahteraan emosi dan harmonisasi hubungan.
Pikiran saat menghadapi trauma, Sumber: Pixabay

Definisi dan Konsep Forgiving

ADVERTISEMENT
Konsep forgiving atau pengampunan menjadi poin penting dalam menghadapi trauma. Pengampunan dapat diartikan suatu tindakan yang membebaskan diri dari dendam dan kebencian. Memaafkan merupakan kunci untuk penyembuhan. Bukan hanya melepaskan beban emosional, tetapi bisa menjadi fondasi baru untuk menaruh kepercayaan dan menciptakan ruang untuk tumbuh berproses bersama. Dengan memberi pengampunan, dapat mengubah hubungan yang awalnya penuh konflik menjadi rekonsiliasi atau memunculkan keharmonisan kembali. Selain itu, juga mampu melepaskan beban yang memenuhi dipikiran yang sudah terjadi di masa lalu dan membuka pintu untuk transformasi diri di saat ini maupun yang akan datang.

Definisi dan Prinsip Mindfulness

Mindfulness merujuk pada kesadaran sepenuhnya terhadap saat ini tanpa penilaian atau pemberian label. Mindfulness mengajari untuk memahami dan menghargai momen saat ini tanpa terjebak dalam kecemasan pikiran akan masa depan atau masa lalu. Dengan kesadaran penuh terhadap perasaan, pikiran, dan tindakan, kita akan lebih memahami kemauan diri. Menerapkan mindfulness akan membawa dampak positif seperti mengelola stress, konsentrasi yang meningkat, dan membentuk interaksi sosial jauh lebih bermakna. Johns, Allen dan Gordon (2015) menyatakan bahwa jika seseorang memiliki tingkat mindfulness yang tinggi, maka cenderung untuk memiliki kemampuan memaafkan yang lebih besar juga meningkat. Ini terkait dengan korelasi antara tingkat kesadaran yang tinggi dengan dorongan untuk meningkatkan empati, mengatur emosi negatif, meningkatkan interaksi sosial, dan mengurangi konflik antar pribadi.
Mindfulness dan forgiving memiliki peranan penting untuk trauma, Sumber: Pixabay

Cara pengaplikasian Mindfulness

ADVERTISEMENT
Stahl dan Goldstein (2010) membedakan praktik mindfulness menjadi 2 kategori, yaitu formal dan informal. Praktik mindfulness formal dilakukan dengan duduk dan dengan langkah-langkah seperti berikut:
1. Mindfulness of breathing, dengan menyadari cara bernafas baik saat nafas masuk dan saat nafas keluar. Kesadaran ini membantu memberi pemahaman bagaimana segala sesuatu dapat berubah dalam hidup.
2. Mindfulness of sensation, dilakukan setelah melakukan latihan pernapasan individu dapat mempertahankan perhatikan pengalaman indera, dan menyadari sensasi fisik yang muncul dan hilang.
3. Mindfulness of hearing, kesadaran terhadap apa yang didengar. Mendengarkan suara yang muncul dan juga hilang tanpa menilai suara tersebut baik atau buruk.
4. Mindfulness of thoughts and emotions, Setelah memberi fokus terhadap suara, individu beralih kepada kesadaran terhadap pikiran dan emosi. Dimana individu mampu untuk mengamati serta merasakan pikiran dan perasaan saat muncul tanpa menganalisis atau mencari tahu. Pikiran atau perasaan yang muncul dapat dilihat sebagai bentuk mental sesaat atau datang dan pergi.
ADVERTISEMENT
5. Choiceless awareness, langkah terakhir yaitu kesadaran tanpa pemilihan. Individu sepenuhnya sadar pada situasi saat ini. Individu memperhatikan apapun yang muncul pada momen ini seperti sensasi, suara, pola pikir, emosi, dan fenomena sensori lainnya. Hal ini mengarahkan untuk sadar sepenuhnya terhadap kenyataan apapun yang muncul pada saat ini.
Selanjutnya juga terdapat praktik minfulness secara informal yang dapat dilakukan dengan sadar pada perilaku sehari-hari. Menurut Neff dan Germer (2018), mindfulness dapat dipraktikkan kapan saja dengan langkah-langkah berikut :
1. Pilih kegiatan sehari-hari, seperti minum teh di pagi hari, mandi, maupun sedang makan. Pilih kegiatan yang dilakukan saat memulai hari sebelum perhatian terbagi pada berbagai hal.
2. Pilih satu pengalaman sensorik untuk dieksplorasi, seperti sensasi saat minum teh, sensasi ketika air menyentuh tubuh saat mandi, maupun sensasi ketika makanan masuk ke mulut dan dikunyah.
ADVERTISEMENT
3. Libatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman tersebut, nikmati semaksimal mungkin. Konsentrasi pada sensasi tersebut dan kembalikan perhatian saat menyadari bahwa pikiran mulai berpindah.
4. Pertahankan kesadaran tersebut sampai kegiatan selesai. Dengan begitu akan terus membawa kesadaran penuh akan seluruh kegiatan yang dilakukan tanpa ada waktu untuk memikirkan hal yang membuat trauma.
Praktik mindfulness ilustration, Sumber : Pixabay

Penutup

Tidak hanya sadar dan hadir pada waktu saat ini, namun di waktu yang bersamaan dengan pengaplikasian praktik diatas dapat menyertakan rasa forgiving atau memaafkan atas segala hal yang telah terjadi. Perlu diingat bahwa yang sudah terjadi tidak dapat diubah kembali sehingga tidak perlu disesali karena hanya akan memberi pengaruh negatif. Melalui kesadaran penuh dan kemampuan untuk memaafkan, individu dapat membentuk fondasi yang kokoh untuk hubungan versi terbaik baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Referensi
Chung, M.-S. (2016). Relation between lack of forgiveness and depression. Psychological Reports, 119(3), 573–585. https://doi.org/10.1177/0033294116663520
Waney, N. C., Kristinawati, W., & Setiawan, A. (2020). Mindfulness Dan Penerimaan Diri Pada remaja di era digital. Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi, 22(2), 73. https://doi.org/10.26486/psikologi.v22i2.969
Ivtzan, I. (2020). Handbook of mindfulness-based programmes: Mindfulness interventions from education to health and therapy. Routledge.
Stahl, B., & Goldstein, E. (2010). A mindfulness-based stress reduction workbook (a new harbinger self-help workbook). New Harbinger Publications.