Duh... 40 Sertifikat Tanah dari Program PTSL di Bojonegoro Diduga Palsu

Konten Media Partner
6 Desember 2022 11:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Duh... 40 Sertifikat Tanah dari Program PTSL di Bojonegoro Diduga Palsu

Duh... 40 Sertifikat Tanah dari Program PTSL di Bojonegoro Diduga Palsu
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
jatimnow.com - Sejumlah warga Desa Tembeling, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro yang diduga menerima sertifikat tanah palsu melaporkan oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) ke polisi.
ADVERTISEMENT
Sertifikat tanah diduga palsu itu diterbitkan sang oknum melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) lanjutan Tahun 2021 dan reguler.
Warga diwakili koordinator program PTSL Ahmad Nur Khotim dan sejumlah warga lain, didampingi Penasehat Hukum Sunaryo.
Dugaan sertifikat tanah palsu itu diketahui setelah salah satu warga mendapati sertifikat tanah miliknya yang akan digunakan sebagai jaminan untuk mengajukan pinjaman di salah satu perbankan atau koperasi. Namun, pinjaman itu ditolak lantaran sertifikat tanah itu tidak terregistrasi di BPN.
Dari temuan tersebut kemudian terungkap ada sekitar 40 sertipikat tanah warga yang diduga palsu. Akibat kejadian itu warga merasa dirugikan karena sebelumnya sudah membayar sekitar Rp3 juta untuk penerbitan sertifikat tanah tersebut.
Ketua Koordinator PTSL Desa Tembeling, Ahmad Nur Khotim mengungkapkan, temuan sertifikat tanah diduga palsu itu sebelumnya sudah dilaporkan pada BPN Bojonegoro. Juga telah dilakukan mediasi antara oknum pegawai BPN yang bertanggungjawab menangani penerbitan sertipikat tanah tersebut dengan masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
"Terkait dugaan sertifikat tanah palsu itu kita juga sudah pernah melakukan sosialisasi, mediasi juga sudah dengan pihak BPN tapi mentok, tidak ada titik temu. Sehingga kita berinisiatif untuk melaporkan kasus ini ke pihak yang berwajib," jelas Nur Khotim, Selasa (6/12/2022).
Menurut Nur Khotim terdapat sekitar 40 sertifikat tanah diduga palsu, dan 10 dari progam PTSL lanjutan yang terbit pada Desamber 2021.
"Untuk penerbitan sertifikat tanah itu masyarakat mengeluarkan biaya Rp3 juta untuk sertifikat biasa, dan (sertipikat) pecah, Rp3,5 juta," bebernya.
Sementara penasehat hukum warga Desa Tembeling, Sunaryo menjelaskan, pihaknya bersama perwakilan warga melapor ke Polres Bojonegoro untuk mencari keadilan atas dugaan sertifikat tanah palsu yang diterbitkan BPN Bojonegoro tersebut.
Menurutnya, dalam perkara ini ada oknum yang bermain dalam penerbitan sertifikat tanah tersebut, sehingga membuat warga merugi.
ADVERTISEMENT
"Kami tidak ingin masyarakat jadi korban yang kesekian kalinya, kaitannya dengan mafia sertifikat. Kami hawatir jika tidak dilaporkan, para mafia sertifikat tanah ini akan timbul banyak korban lainnya, sehingga perkara ini harus diusut tuntas," tegas Sunaryo.
Sunaryo mengungkapkan, pada perkara ini pihaknya melaporkan dua orang oknum pegawai BPN Bojonegoro, karena dinilai bertanggungjawab atas terbitnya sertifikat tanah diduga palsu tersebut.
"Saya sempat menanyakan ke BPN Bojonegoro mengenai keaslian blanko sertifikat tanah tersebut. Dan memang benar-benar asli (blangkonya), tapi tidak terregister di BPN. NIB (Nomor Induk Bidang) saat dicek itu tidak bisa. Sehingga bisa dikatakan bahwa sertipikat itu adalah asli tapi palsu," ungkapnya.
Pada perkara ini, Lanjut Sunaryo, modus yang dilakukan oleh oknum tersebut adalah menawarkan pengurusan penerbitan sertifikat tanah pada bidang dengan status K3 atau Klauser 3 (subyek tanahnya belum memenuhi syarat atau berkas belum lengkap).
ADVERTISEMENT
Juga K4 atau klauser 4 (tanah bersertifikat namun belum dipetakan) dengan memanfaatkan kelebihan dari blanko sertifikat progam PTSL yang kemudian digunakan untuk menerbitkan sertifikat tanah milik warga.
"Indikasinya blangko sertifikat tanah yang digunakan adalah sisa dari progam PTSL. Misalnya ada 100 kuota untuk sertifikat PTSL, katakanlah dari jumlah itu ada 80 yang di-acc dan lanjut diproses untuk terbit sertipikat karena dokumennya telah lengkap. Nah sisanya 20 (blanko) ini yang digunakan," tambahnya.
Sementara pihak BPN Bojonegoro masih enggan memberikan statement terkait kasus tersebut.