Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kredit Macet BPR Kota Kediri Rp1 Miliar, Kejaksaan Tetapkan 4 Tersangka
22 Juli 2022 15:00 WIB
Kredit Macet BPR Kota Kediri Rp1 Miliar, Kejaksaan Tetapkan 4 Tersangka
ADVERTISEMENT
Kediri - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kediri menetapkan empat orang tersangka dalam kasus kredit macet di Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kota Kediri. Mereka, dua oknum pegawai BPR account officer (AO) YS dan AM serta dua nasabah, ES dan CA.
ADVERTISEMENT
Kepala Kejari Kota Kediri Novika Muzairah Rauf mengatakan, keempat tersangka bersama-sama melakukan penyimpangan penyaluran kredit BPR Kota Kediri di tahun 2016 yang membuat negara mengalami kerugian Rp1 miliar.
"Untuk sementara yang cukup alat bukti ada empat orang tersangka," kata Novika, Jumat (22/7/2022).
Novika menyebut, dalam praktiknya tersangka CA meminjam uang sebesar Rp600 juta dan ES Rp400 juta melalui AO YS dan AM. Dalam pengajuan itu, keduanya memalsukan data pribadi. Bekerja sebagai sopir, mereka memanipulasi data menjadi pemilik perusahaan.
Sedangkan kedua AO meloloskan pengajuan kredit tersebut, tanpa pengecekan lebih lanjut. Kuat dugaan, keempatnya bersekongkol dalam penyaluran kredit dengan total nilai mencapai Rp1 miliar.
Setelah kredit cair, kedua debitur CA dan ES hanya melakukan 7 kali pembayaran angsuran. Selebihnya kredit itu mengalami macet.
ADVERTISEMENT
"Setelah menerima kredit, CA dan ES hanya 7 kali bayar angsuran dan tidak melanjutkan kewajibannya. Sehingga BPR mengalami kerugian negara Rp1 miliar," tambahnya.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Kota Kediri, Nur Ngali mengatakan, kedua debitur tidak mengantongi kemampuan bayar tetapi diloloskan. Nyatanya, sebagai sopir, debitur harus mengangsur sebesar Rp14-19 juta per bulan, padahal gajinya hanya Rp5 juta per bulan.
"Seharusnya minimal mereka memiliki penghasilan Rp25 juta untuk kebutuhan dan lain-lain," terang Nur Ngali.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, saat ini kejaksaan belum melakukan penahanan dengan alasan masih menunggu hasil audit dari BPKP untuk mengetahui nilai kerugiaan negara yang timbul akibat kasus ini.