Konten Media Partner

Melihat Lebih Dekat Penangkaran Burung Kakatua di Mojokerto

26 September 2022 9:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Melihat Lebih Dekat Penangkaran Burung Kakatua di Mojokerto

Melihat Lebih Dekat Penangkaran Burung Kakatua di Mojokerto
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Mojokerto - Suara atau kicauan burung terdengar dari salah satu rumah di Dusun Pandan, Desa Pandanarum, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Saat tiba di rumah tersebut, suara kencang Kakatua langsung memekakkan telinga. Ternyata rumah itu merupakan tempat penangkaran burung Kakatua, burung lokal Mojokerto, dan beberapa satwa liar lainya.
ADVERTISEMENT
Rumah dengan beberapa pohon dan tanaman di halaman depan yang dijadikan tempat penangkaran Kakatua itu merupakan milik Ahmad Sodig. Suasananya pun cukup asri. Tampak burung Kakaktua jambul kuning yang termasuk satwa liar dilindungi bertengger di pohon asam, untuk menjaga dua anaknya yang baru beberapa waktu lalu menetas.
Penangkaran Kakatua jambul kuning dengan cara melepaskannya terbang di alam bebas ini sudah 2,5 tahun. Awalnya, Sodiq punya satu pasang Kakatua yang didapat dengan membeli di pasar lokal.
"Kurang lebih berjalan sekitar 2,5 tahun kami melakukan upaya pelestarian dengan cara ternak di alam ini, yakni burung Kakatua jambul kuning, burung betet jawa dan jalak putih," kata Sodig, Senin (26/9/2022).
Meski dilepasliarkan, burung Kakatua betah tinggal di pohon asem tepat di belakang rumahnya. Bahkan sampai membuat sarang sampai bertelur dan menetas.
ADVERTISEMENT
Pria 42 tahun itu rutin memberi makan Kakatua yang sengaja dilepasliarkan di alam bebas. Dari sepasang indukan, kini sudah berkembang menjadi empat ekor Kakatua.
"Dua induk (satu pasang) menghasilkan lima ekor anakan dan tiga ekor hibah dari masyarakat. Sehingga totalnya ada sembilan Kakatua," tuturnya.
Pria yang merupakan abdi negara sebagai personel Polri itu juga mengembangbiakkan burung Betet Jawa dan Jalak Putih di alam bebas. Sehingga terbang bebas di lingkungan tempat tinggalnya tanpa khawatir hilang atau tersasar.
Kediamannya sering menjadi tempat berkumpul komunitas pencinta satwa, Komunitas Burung Free Fly (KBFF) yang berjuang melestarikan burung Kakatua maupun burung lokal agar tidak punah.
Penangkaran yang dilakukan pria dengan sapaan akrab Man Odix ini sempat mengalami sejumlah kendala. Beberapa kali telur Kakatua dimakan ular.
ADVERTISEMENT
"Sudah produksi ke enam kalinya. Yang pertama satu butir, kedua satu butir, ketiga satu butir dan keempat dua butir tapi menetas satu dimakan ular, kelima dua butir dimakan ular. Kemudian keenam ini dua butir berhasil menetas semua," terangnya.
Tak hanya Kakatua yang membuat sarang di rumahnya, Jalak putih yang dilepasliarkan juga sempat membuat sarang.
"Kalau Jalak Putih sudah tujuh kali produksi dan anaknya masing-masing tiga ekor, kadang dua ekor," cetus Man Odix.
Komunitas ini juga didukung masyarakat untuk melestarikan burung maupun satwa liar di wilayahnya. Sehingga tidak ada yang menangkap meskipun burung-burung ini dilepasliarkan.
Man Odix bersama komunitas memelihara berbagai macam satwa untuk dilestarikan. Di antaranya Kakaktua, Nuri, Betet Jawa, Nuri Sulawesi, Perkici, Nuri Dora, Jalak Putih, Jalak Bali, Glatik Jawa, Glatik Belong, dan Jalak Kebo. Ada juga ayam hutan, dan berbagai jenis burung finch dan lainnya.
ADVERTISEMENT
"Total ada 26 macam, masing-masing lebih dari satu pasang jumlahnya lebih dari 100 ekor. Alhamdulilah, didukung masyarakat justru tidak ada yang menangkap demi kelestarian," pungkas Man Odix.
Â