Sidang Kecelakaan Vanessa Angel, Kuasa Hukum Joddy Sebut JPU Sewenang-wenang

Konten Media Partner
28 Maret 2022 15:10 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Kecelakaan Vanessa Angel, Kuasa Hukum Joddy Sebut JPU Sewenang-wenang
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Jombang - Sidang kasus kecelakaan maut yang menewaskan artis Vanessa Angel dan suaminya Febri Ardiansah (Bibi) hari ini, Senin (28/3/2022) digelar dengan agenda pembacaan pleidoi oleh kuasa hukum Tubagus Muhammad Joddy.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum Joddy, Eko Wahyudi, menyebut jaksa penuntut umum (JPU) telah bertindak sewenang-wenang dalam menetapkan tuntutan pada kliennya itu.
Eko Wahyudi menjelaskan dalam perkara Joddy ada perbedaan pasal yang diterapkan oleh pihak JPU. Pasalnya, berdasarkan surat dakwaan yang teregister 17 Januari tahun 2022.
“Terdakwa dikenakan Pasal 311 ayat (5) dan 311 ayat (3), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dan dakwaan kedua Pasal 310 ayat (4), Pasal 310 ayat (3), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," kata Eko.
Namun, sambung Eko, dalam surat tuntutan JPU yang dibacakan tanggal 17 Maret 2022, JPU memakai Pasal 310 ayat 4 dan pasal 310 ayat 2 UU RI nomor 22 tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
ADVERTISEMENT
Dikatakan Eko, bahwa dakwaan tuntutan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam hukum acara yang harus proporsional dan terstruktur.
"Jaksa penuntut umum bertindak sewenang-wenang, dalam hal ini jaksa penuntut umum menuntut terdakwa di atas ketentuan pasal, batas maksimum yang diatur dalam pasal 310 ayat 4 dan 310 ayat 2 UU RI nomor 22 tahun 2019, tentang lalu lintas dan angkutan jalan,” paparnya.
Dalam ketentuan yang diatur pasal tersebut, imbuh dia, batas maksimal hukuman adalah 6 tahun penjara. Namun JPU menuntut terdakwa dengan tuntutan 7 tahun penjara.
"Dalam surat tuntutan tersebut, jaksa penuntut umum menjatuhkan pidana pada terdakwa Tubagus Muhammad Joddy dengan pidana penjara 7 tahun,” tegas Eko.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Eko meminta pada majelis hakim Bambang Setiawan agar menggunakan asas hukum in dubio pro reo. Lantaran JPU ragu-ragu dalam menentukan tuntutan.
“Yang salah satu pertimbangannya menyebutkan, jika terjadi keragu-raguan terdakwa salah atau tidak, sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi terdakwa, yakni dibebaskan dari dakwaan atau diberikan hukuman yang seringan-ringannya,” paparnya.
Selain itu, Eko menegaskan jika nantinya kliennya dijatuhi hukuman, kuasa hukum memohon agar majelis hakim menjatuhkan hukuman seringan-ringannya. Karena terdakwa belum pernah dihukum.
“Dan terdakwa mengakui perbuatannya, terdakwa menyesali perbuatannya dan terdakwa tidak akan mengulangi perbuatannya serta terdakwa tidak berbelit-belit dan tidak menghambat jalannya terdakwa, dan yang terakhir terdakwa menjadi tulang punggung keluarga,” pungkasnya.