Menyusuri Dimensi Masa Lampau di Sungai Musi Palembang

Jejak Jelata
Travel Blogger - Mendapatkan hal baru saat traveling adalah hal yang seru dan saya akan membagikannya dalam sebuah trip story
Konten dari Pengguna
16 Desember 2019 9:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jejak Jelata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Palembang erat kaitannya dengan Sungai Musi. Sungai yang teramat luas sehingga menjadikan sumber kehidupan bagi masyarakatnya. Saat memandang sungai ini dari atas jembatan Ampera, terlihat beragam aktivitas warga di pinggiran sungai tersebut.
Pagoda Pulau Kamaro, by Mia Kamila
Selain luas, sungai ini juga menyimpan banyak sekali cerita sejarah masa lampau. Bahkan menjadi sebuah saksi bisu kisah cinta dua sejoli. Yaitu kisah cinta saudagar China yang jatuh cinta dengan gadis Palembang bernama Fatimah.
ADVERTISEMENT
Keduanya berencana untuk menikah setelah mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Namun, impian itu kandas di Sungai Musi.
tidak hanya kapal kecil yang melintas di sungai ini, tetapi kapal besar juga, by Mia Kamila
Menurut cerita yang beredar di masyarakat, saat itu Tan Bun An dan Fatimah pergi ke China, mereka akan bertemu dengan orang tua Tan Bun An untuk meminta restu. Orang tua Tan Bun An pun merestui hubungan mereka dan keduanya kembali ke Palembang dengan membawa 3 guci pemberian orang tuanya untuk seserahan.
Di tengah jalan ketika mereka melintasi Musi, kapal yang mereka tumpangi pun oleng seperti keberatan penumpang. Tan Bun An pun mencari cara agar kapal mereka tidak oleng. Dia pun melihat 3 guci pemberian orang tuanya. Dia pun seketika marah dan membuang guci tersebut ke dalam sungai, karena melihat isi guci tersebut adalah sayuran busuk.
suasan Sungai Musi, by Mia Kamila
Namun saat guci ketiga hendak dia buang, guci tersebut pun terbentur badan kapal dan pecah. Sontak Tan Bun An pun kaget, ternyata di bawah tumpukan sayur ada sejumlah emas dan berlian.
ADVERTISEMENT
Tan Bun An menyesal dan melompat ke sungai untuk mencari emas dan berlian yang sudah dia buang. Namun setelah ditunggu lama Tan Bun An tidak ada kembali, melihat kekasihnya tidak kembali, Fatimah pun ikut turun ke mencari kekasihnya tersebut dan tidak kembali. Bahkan jasad mereka pun tidak ditemukan.
Anak-anak yang tinggal di pinggir sungai asik berenang, by Mia Kamila
Kisah cinta mereka pun diabadikan di sebuah pulau yang ada di tengah sungai musi, yaitu Pulau Kemaro. Di pulau tersebut ada sebuah pagoda dan tempat sembahyang. Pulau tersebut pun diyakini masyarakat sebagai makam Tan Bun An dan Siti Fatimah.
Saat ini pulau tersebut dijadikan tempat wisata dan pagoda Pulau Kamaro menjadi ikon Kota Palembang. Untuk menuju ke sana harus menyusuri Musi dengan menyewa perahu kecil yang disebut dengan ketek dengan tarif Rp 250 ribu pulang pergi satu perahu.
ADVERTISEMENT
Sepanjang menuju Pulau Kemaro, saya seperti menembus dimensi lain yang membawa saya kembali pada cerita cinta Tan Bun An dan Fatimah. Tidak hanya itu, saya pun menyaksikan hilir mudik perahu-perahu yang membawa penumpang ke tempat tujuan mereka entah ke mana saya pun kurang tahu.
Tidak luput dari pandangan saya sebuah kapal pengangkut batu bara pun melintas. Arus lalu lintas di Sungai Musi memang tidak pernah sepi. Selalu ramai dari pagi hingga malam. Ketika menyusuri Sungai Musi ini juga saya bisa melihat betapa panjang dan megahnya jembatan Ampera bercat merah yang menjadi kebanggaan masyarakat Palembang.
Sisi kehidupan di Palembang
Hembusan angin berkali-kali menerpa wajah saya yang berdiri di tepi perahu. Sejumlah perahu berkecepatan tinggi pun beberapa kali membalap perahu kami. Sejauh mata memandang di pinggiran sungai saya melihat sejumlah anak tengah asik bermain dan berenang di tepian, sangat seru dan menyenangkan, rasanya ingin bergabung dengan mereka.
ADVERTISEMENT
Jika kamu ingin melakukan susur sungai sebaiknya pastikan kamu safety ya. Terutama saat musim hujan, usahakan membawa jas hujan, kita tidak tahu kapan akan turun hujan. Alangkah mengerikan jika itu terjadi saat kalian susur sungai, seperti yang saya alami saat pertama kali susur Sungai Musi, tidak hanya basah melainkan petir yang menyambar seolah dekat di depan mata sementara angin yang berhembus sangat kencang, hingga perahu kami menepi demi keselamatan.