Konten dari Pengguna

Daimler: Baterai Mobil Listrik Mulai Banyak Gunakan Nikel

Jejak Tekno
Merekam jejak-jejak teknologi yang semakin sulit dilepaskan dari aspek kehidupan manusia dan lingkungannya.
7 Maret 2018 6:42 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jejak Tekno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Industri mobil sedang bergeser ke arah pembuatan baterai mobil listrik dengan rasio nikel yang lebih tinggi, terang Ola Kaellenius pimpinan Daimler yang bertanggungjawab untuk penelitian dan pengembangan.
ADVERTISEMENT
Mahalnya harga kobalt menyebabkan para pabrikan harus menyesuaikan komposisinya untuk baterai mobil listrik demi mengurangi penggunaan kobalt dan menambah konten nikel.
Setiap baterai mobil listrik menggunakan sekitar 8-12 kilogram kobalt. Lebih dari separuh pasokan tahunan dunia berasal dari Republik Demokratik Kongo.
Kaellenius mengatakan para pabrikan mobil juga telah berusaha menambah jarak tempuh mobil listrik dengan bereksperimen pada rasio dan campuran antara nikel, kobalt serta mangan di baterai.
“Tren utamanya akan kepada NMC,” sebut Kaellenius. “Kami pernah mencampur dengan raso 1:1:1 kemudian berubah menjadi 6:2:2 dan sekarang beberapa pemasok mulai mencoba 9:0,5:0.5,” urai Kaellenius.
Industri mobil saat ini menggunakan beragam resep material penyusun baterai yang digunakan di katoda.
Salah satunya adalah NCA atau litium nikel kobalt aluminium oksida, yang diproduksi oleh Panasonic dan dipakai oleh Tesla, yang menjadi pesaing komposisi NMC atau litium nikel mangan kobalt oksida.
ADVERTISEMENT
Perusahaan China menggunakan komposisi bernama LFP yang mempunyai kepadatan energi rendah namun sama sekali tidak memasukkan kobalt, sedangkan Jepang memakai LMO atau litium mangan oksida, yang dibuat oleh Nissan dan LG Chem.