Agar Belajar dari Rumah Bermakna

Jejen Musfah
Dosen UIN Jakarta, Wakil Sekjen PB PGRI, Staf Ahli DPD RI
Konten dari Pengguna
30 Juli 2020 13:10 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jejen Musfah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah akhirnya memutuskan 94 persen siswa harus melanjutkan belajar dari rumah. Hanya 6 persen siswa yang boleh belajar tatap muka (15/6/2020). Hal ini berdasarkan status zona kuning, oranye, merah, dan hijau. Kecuali zona hijau, risiko penyebaran korona masih mengkhawatirkan. Sampai status zona dinyatakan hijau, siswa pendidikan dini, dasar, dan menengah tetap melanjutkan pembelajaran daring atau belajar dari rumah mulai tahun ajaran baru Juli 2020-2021.
ADVERTISEMENT
Pengurus Besar PGRI telah mengadakan survei dengan responden 61,913 orang tua, 19,296 guru, dan 64,386 peserta didik di 34 provinsi (Kamis, 28 Mei 2020). Orang tua setuju Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilanjutkan sebanyak 72.2 %, sisanya 27.8 % tidak setuju. Mereka juga menyatakan bahwa siswa mengikuti PJJ dengan baik sebanyak 68.5 %, dan 31.5 % menyatakan belum.
Sedangkan kesiapan guru dalam kenormalan baru sekolah adalah 53.5 persen menyatakan siap, sisanya 46.5 menyatakan belum siap. Di sisi lain, ketika siswa ditanya perpanjangan PJJ hingga akhir Desember 2020, yang menyatakan setuju 42.6 %, sisanya 57.4 menyatakan tidak setuju. Artinya perlu pembenahan PJJ agar anak merasa nyaman dan senang belajar dari rumah.
ADVERTISEMENT
Pembelajaran Bermakna
PJJ berbeda dengan pembelajaran tatap muka tetapi intinya sama. Yakni bagaimana guru mampu menyampaikan materi dengan beragam metode dan media sehingga siswa bisa menyerap pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru dengan penuh kegembiraan. Karena itu beberapa hal berikut perlu dilakukan guru.
Pertama, perencanaan pembelajaran yang matang. Guru merancang metode, media, dan penilaian yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Materi dalam satu semester sudah disusun oleh pemerintah, yang perlu kreativitas guru adalah menemukan metode, media, dan penilaian yang cocok dengan materi dan PJJ.
Kejenuhan dan kebosanan siswa belajar dari rumah karena guru tidak merencanakan PJJ dengan baik alias minim persiapan. Bagi mayoritas guru, PJJ merupakan hal baru sehingga mereka butuh banyak belajar dan praktik. Karena itu, pelatihan literasi digital wajib bagi guru di era pandemi ini. Asal mau, guru bisa belajar mandiri melalui internet atau mengikuti webinar literasi digital yang banyak digelar gratis saat ini.
ADVERTISEMENT
Guru harus memahami peta jaringan internet, kemampuan kuota siswa, dan kepemilikan laptop atau hp berbasis android siswa. Sebelum memulai belajar guru bisa menyebarkan angket terkait hal tersebut. Pemahaman peta ini akan menjadi modal guru dalam menyusun desain PJJ yang relevan dengan kondisi dan kemampuan siswa.
PJJ tidak harus selalu dilakukan secara siaran langsung (live) seperti memakai zoom dan google meet yang cepat menghabiskan kuota internet tetapi bisa menggunakan google class room, email, atau whatsapp. Jaringan internet yang lemah tidak cocok dengan PJJ secara live tetapi masih bisa untuk WA dan email. Misal, guru bisa membuat grup WA kelas untuk menyampaikan materi dan tanya jawab atau diskusi mendalam.
Kedua, pembelajaran yang kontekstual. PJJ akan berlangsung membosankan jika guru berpikir tekstual. Siswa bisa membaca materi dari buku pelajaran bahkan diperkaya sumber-sumber lainnya seperti internet. Kehadiran guru akan bermakna jika mampu mengaitkan materi ajar dengan konteks pandemi. Misal bagaimana cara mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, hingga tetap berpikir positif di tengah pandemi.
ADVERTISEMENT
Materi tentang pandemi tidak ada dalam buku pelajaran tetapi setiap guru harus bisa menjadikannya relevan dengan materi-materi tertentu yang membutuhkan contoh riil sesuai kondisi saat ini. Salah satu keberhasilan pembalajaran jarak jauh era pandemi saat ini adalah ketika siswa memiliki wawasan dan kesadaran untuk terhindar dari virus korona dengan menerapkan hidup sehat sesuai anjuran dokter.
Pelibatan siswa dalam pembelajaran yang dikaitkan dengan keseharian mereka akan menguatkan pemerolehan pengetahuan baru. Siswa diarahkan tidak sekedar membaca, tetapi menuliskan apa yang mereka alami selama masa pandemi ini. Benjamin Franklin menulis, “Tell me and I forget, teach me and I may remember, involve me and I learn.”
Model pembelajaran kontekstual akan mengubah pola pikir siswa. Mereka dibiasakan mengamati, bertanya, dan menjelaskan fenomena atau realitas kegiatan atau kejadian dengan caranya sendiri (pendekatan saintifik). Pembelajaran dikatakan berhasil jika mampu mengubah siswa. Leo Buscaglia menulis, “Change is the end result of all true learning.”
ADVERTISEMENT
Ketiga, peran orang tua. Di kelas siswa bisa bertanya langsung kepada guru tetapi saat PJJ mungkin tidak bisa. Orang tualah yang menjadi harapan anak untuk menggantikan peran guru. Orang tua harus mampu mendampingi anak saat belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Belajar dari rumah akan berat jika orang tua tidak mau terlibat khususnya saat anak membutuhkan bimbingan. Tidak harus menjadi orang tua yang pintar tetapi cukup menjadi orang tua yang sabar mendampingi dan mengarahkan anak, karena prinsipnya setiap soal ada jawabannya—entah itu dalam buku teks atau di internet.
Hal ini tidak mudah. Keinginan anak untuk bisa sekolah seperti biasa bisa jadi karena orang tua gagal menggantikan peran guru yang perhatian, atau kegagalan guru dalam melaksanakan PJJ yang bermakna. Misal, orang tua acuh terhadap kesulitan anak, atau guru yang terlalu banyak memberikan tugas.
ADVERTISEMENT
Di masa pandemi, di mana anak hampir tidak bisa keluar rumah, seharusnya pembelajaran dikemas menyenangkan. Orang tua bisa menghibur dan menyemangati anak di saat-saat mereka kelelahan sekaligus menjadi jembatan komunikasi persoalan anak dengan para guru mereka.
Keempat, bantuan internet. Belajar dari rumah akan efektif jika guru dan siswa memiliki jaringan internet. Internet bisa digunakan pada saat pembelajaran, juga saat mengerjakan dan mengirimkan tugas. Jarak guru dan siswa menjadi tidak bermasalah jika jaringan internet tersedia dengan baik.
Karena itu, bantuan internet bagi siswa dan guru harus diberikan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), atau Program Indonesia Pintar (PIP). Pada saat yang sama pemerintah mempercepat pemerataan akses internet di wilayah-wilayah yang nirinternet. Dengan demikian, kebijakan PJJ atau Belajar dari Rumah akan bermakna dan efektif.
ADVERTISEMENT