Cerita Ketangguhan Perawat Pelabuhan

Jemirda Sundari Y
Mom of One. Seorang Perawat dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Tanjungpinang
Konten dari Pengguna
26 Maret 2023 13:57 WIB
·
waktu baca 6 menit
Tulisan dari Jemirda Sundari Y tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perawat. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perawat. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pagi itu dering handphone mendengung keras. Tangisan anak seolah tak kudengar lagi. Pesan masuk melalui WhatsApp. Ada kapal kargo yang datang dari daerah terjangkit dalam negeri. Ini menandakan petugas harus turun untuk melakukan pemeriksaan kru kapal. Kututup bekal anakku yang sudah kusiapkan sejak subuh gelap. Membawa semua tentengan rutinitasku sambil menggendong anak dan mengantarnya ke daycare.
ADVERTISEMENT
Begitu motorku mendarat di kantor, tak lengah kulakukan absen pagi di jam gentingnya masuk kantor. Pukul 07.28 WIB begitulah yang tertera di fingerprint. Bersama seorang teman, aku langsung bergegas menuju pelabuhan laut berjarak 2 kilometer dari Kantor Kesehatan Pelabuhan.
Kantor yang namanya semakin menggaung sejak mendunianya wabah Covid-19. Kantor Kesehatan Pelabuhan yang selanjutnya disingkat KKP adalah unit pelaksana teknis yang melaksanakan tugas di bidang cegah tangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan.
Di kantor ini, semakin memantapkan hati menjadi perawat profesi yang mulia. Bekerja sebagai perawat kantor kesehatan pelabuhan atau lebih dikenal dengan nama karantina kesehatan di salah satu pulau di Indonesia. Begitu banyak hal yang dilakukan dan dipelajari. Menjadi garda terdepan di era Covid-19 merupakan hal yang lumrah bagi seorang perawat.
ADVERTISEMENT
Lumrah karena profesi yang harus maju pantang mundur dalam melaksanakan pemberian layanan kesehatan untuk masyarakat. Begitu juga halnya dengan perawat karantina kesehatan. Profesi yang ikut menjaga pintu masuk negara.
Perawat karantina kesehatan harus mempunyai banyak talenta. Mulai dari merawat pasien hingga panjat memanjat kapal. Dari kapal berukuran kecil sampai kapal dengan berat puluhan ribu ton.
Sesampainya di pelabuhan, agen kapal beserta belasan kru telah berada di sekitar kapal untuk diperiksa suhu tubuhnya satu persatu dan beberapa pertanyaan baik tentang kondisi kesehatan maupun kelengkapan vaksinasi juga ikut kami lontarkan.
Panas matahari pagi sangat kunikmati sambil melaksanakan tugas. Aji mumpung, pikirku. Kerjaan selesai, dan juga banyak mengisap sinar matahari demi optimalnya kerja si vitamin D di dalam tubuh ini.
ADVERTISEMENT
Setengah jam berlalu pengecekan pun selesai. Saat itu kami menggunakan ambulans kantor untuk melakukan pemeriksaan kru kapal. Di pagi hari jarang sekali pasien yang datang membutuhkan ambulans, jadi ambulans bisa digunakan untuk keperluan pekerjaan kantor lainnya.
Tak lengah kunci ambulans kutarik dari tangan temanku. Kapan lagi bisa membalas rinduku pada setir mobil, pikirku. Ya, sejak memutuskan pindah tugas untuk mengikuti suami yang sedang bekerja di luar kota yang jauh dari daerah asal aku dan suamiku, sejak saat itu juga aku sudah menjadi Valentino Rossi versi tidak juara.
Pemeriksaan Obat-Obatan di Kapal. Foto: Tri Laraswaty
Setengah perjalanan menuju kantor, temanku menyuruh memutarkan kendaraan kami ke arah pelabuhan laut lainnya, sekitar tiga kilometer dari jarak pelabuhan sebelumnya. Ada kapal kargo lagi yang menunggu untuk dilakukan pemeriksaan untuk perpanjangan SSCEC, yaitu Ship Sanitation Control Exemption Certificate atau sertifikat bebas tindakan sanitasi kapal dan sertifikat pengawasan obat-obatan dan alat kesehatan kapal.
ADVERTISEMENT
Kedua item itu merupakan layanan dari kekarantinaan kesehatan dan upaya kesehatan di kantor kesehatan pelabuhan. Ini merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi kantor kesehatan pelabuhan dalam mencegah masuknya penyakit karantina dan penyakit menular berpotensi wabah.
Dituntut mampu menangkal risiko kesehatan yang mungkin masuk dari negara lain dengan melakukan tindakan pemeriksaan tanpa menghambat perjalanan dan perdagangan. Setiap enam bulan kapal laut harus dilakukan pemeriksaan dokumen kapal, sanitasi, dan perlengkapan obat-obatannya oleh tim KKP.
Sesampainya di pelabuhan tempat pemeriksaan kapal, kami disambut oleh penjaga pintu yang tidak asing lagi bagi kami sebagai petugas. Gonggong anjing berwarna hitam itu pun terus mengiringi langkah kaki kami. Seperti biasa, pemeriksaan kapal selalu diawali dengan proses panjat-memanjat hanya bermodalkan tangga ala kadarnya.
ADVERTISEMENT
Di sinilah bakat terpendam yang sedari kecil telah ada di dalam diri ini tersalurkan. Memanjat kapal bagai memanjat pohon rambutan. Pemeriksaan sanitasi kapal dilakukan dari pengecekan dokumen kapal, kebersihan kapal, ada tidaknya vektor seperti kecoak dan serangga lainnya di kapal, serta kelengkapan obat-obatan di kapal.
Jika semua sudah dinyatakan bersih dan lengkap, tim karantina akan mengeluarkan sertifikat yang berlaku hingga 6 bulan ke depan. 45 menit sudah berlalu, pengecekan pun selesai. Lebih lega akhirnya 2 tugas sudah selesai di hari itu.
Berharap tidak ada tugas tambahan dikarenakan siang hari pengawasan penumpang kedatangan luar negeri dan di sore hari akan ada kedatangan kapal yang mengangkut 140 pekerja migran Indonesia (PMI) yang berasal dari negara tetangga. Fiuuuuhh... Luar biasa bukan pekerjaan perawat karantina? Harus serba bisa!
ADVERTISEMENT
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju kantor yang berada di pelabuhan laut yang berjarak 3 kilometer dari pelabuhan yang saat ini kami singgahi. Sesampainya di sana saya langsung bergegas menuju meja dan membuka bekal makan siang yang sudah kusiapkan sejak tadi pagi.
Tak lama menyelesaikan santapan makanan, handphone berdering ada panggilan telepon dari adik paramedis yang sedang bertugas di dermaga pelabuhan. Biasanya ada pasien yang membutuhkan bantuan medis baik pasien yang datang dari wilayah lain ataupun penumpang yang sedang berpergian melintasi pelabuhan ini.
Dengan nada yang setengah panik, dia mengatakan bahwa ada penumpang dengan penurunan kesadaran di lobi pelabuhan. Tak lengah ku siapkan peralatan medis yang dibutuhkan untuk menangani penumpang tersebut. Sesampainya di klinik, pemeriksaan kesehatan pun di lakukan.
ADVERTISEMENT
Mulai dari pengecekan tanda-tanda vital hingga melakukan tindakan medis pemasangan infus dan penyuntikan obat ke pembuluh darah pasien tersebut. Tentunya atas saran dari dokter melalui telepon. Beginilah perjuangan perawat garda terdepan tidak ada kata tidak untuk pekerjaan yang tidak mengenal kondisi lelahnya tubuh ini.
Ilustrasi perawat. Foto: Shutterstock
Setelah 30 menit melakukan penatalaksanaan pada pasien tersebut, surat rujukan menuju rumah sakit terdekat pun sudah selesai ku buat. Kami langsung merujuk pasien tersebut ke rumah sakit terdekat. Setelah melakukan overan pasien kepada petugas rumah sakit, kami memutarkan ambulans kami kembali menuju kantor pelabuhan.
Dua jam berselang, radio sudah krasak-krusuk tanda panggilan akan masuk. Kapal kedatangan luar negeri akan bersandar di dermaga pelabuhan dengan membawa penumpang 70 orang dalam keadaan sehat.
ADVERTISEMENT
Kami bergegas menuju dermaga pelabuhan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan penumpang yang datang mulai dari pengukuran suhu tubuh, kelengkapan vaksinasi, dan hasil swab PCR dari masing-masing penumpang yang menyatakan bebas Covid-19.
Hal yang disukai di sini adalah kita bisa mengembangkan kemampuan di dalam berbahasa Inggris. Karena begitu banyak penumpang WNA yang masuk melalui pelabuhan ini. Pengawasan dan pengumpulan data penumpang ini, biasanya maksimal sejam kami menyelesaikannya.
Finally, saya mempunyai waktu untuk beristirahat sejenak di kantor sambil menunggu pukul 5 sore, di mana akan ada pemeriksaan kesehatan pekerja migran Indonesia yang datang dari negeri tetangga. Peralatan kami untuk memeriksa kondisi mereka serta melakukan swab PCR pun sudah siap tempur.
Kami akan berbusana tertutup yang menjadi trend nya pakaian tenaga kesehatan di kala pandemi covid-19 ini. Pakaian putih dengan kepala sampai ujung kaki tertutup. Hazmat. Begitulah nama pakaian yang ngetren tersebut.
ADVERTISEMENT