Konten dari Pengguna

Kembali Bergabungnya Maroko Dalam Keanggotaan Uni Afrika

Jeremy Bryce Lim
Mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia
16 November 2023 15:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jeremy Bryce Lim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi Maroko yang sempat keluar dari Uni Afrika, namun bergabung kembali (sumber : shutterstock.com)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi Maroko yang sempat keluar dari Uni Afrika, namun bergabung kembali (sumber : shutterstock.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada tanggal 25 Mei 1963, 32 negara mendirikan Organisasi Persatuan Afrika (OAU) di Addis Ababa, yang saat itu merupakan organisasi regional di kawasan Afrika. Salah satu dari 32 negara yang mengambil inisiatif saat itu adalah Maroko. Namun setelah 21 tahun, Maroko memutuskan keluar dari OAU pada tahun 1984 karena bertentangan dengan kedaulatan wilayah Sahara Barat, yang kemudian diterima OAU sebagai unit negara baru yang disebut Republik Demokratik Arab Sahrawi, meskipun Maroko menganggapnya bersejarah wilayah Sahara Barat. Sahara adalah wilayah mereka. Konflik ini telah menjadi konflik berkepanjangan yang hingga saat ini belum terselesaikan.
logo regional Uni Afrika (sumber : shutterstock.com)
Hal ini kemudian menimbulkan ketegangan hubungan diplomatik antara Maroko dan negara-negara OAU di benua Afrika, karena Maroko merasa OAU tidak berada di pihaknya. OAU kemudian mengadakan referendum wilayah Sahara Barat untuk menyelesaikan konflik tersebut, namun menurut hasilnya, Sahara Barat dan kelompok Polisario menginginkan kemerdekaan. Bersamaan dengan campur tangan negara lain yaitu Aljazair yang mendukung kemerdekaan Sahara Barat dan memasukkannya sebagai entitas nasional dalam OAU, hal ini juga direspon positif oleh OAU sehingga menimbulkan kemarahan Maroko dan selanjutnya keluarnya OAU. lebih banyak bekerja sama dengan negara-negara Persatuan.
ADVERTISEMENT
Meski keluar dari OAU pada tahun 1984, ternyata hal tersebut tidak lantas menyebabkan Maroko berhenti menjalin kerja sama dengan negara lain di benua Afrika, karena nyatanya kerja sama tersebut tetap berjalan meski sudah tidak lagi menjadi bagian dari OAU. bilateral dan multilateral, namun tentu saja tidak seefektif sebelumnya karena konflik Maroko dan Aljazair masih berlangsung. Fakta bahwa Maroko terus bekerja sama dengan negara-negara di benua Afrika adalah contoh nyata dari saling ketergantungan. Namun Maroko tetap perlu terlibat dalam perdagangan internasional agar tetap relevan dan bertahan dalam sistem internasional, sedangkan kerja sama dengan Eropa belum terlalu mengakomodir seluruh sektor perekonomian Maroko lainnya, sehingga kerja sama ekonomi tetap berjalan meskipun negara sedang berkonflik. secara politik dan regional, seperti Cina dan India Lembah Galwan.
ADVERTISEMENT
Dari uraian di atas terlihat bahwa lebih dari 30 tahun setelah keluar dari Uni Afrika, Maroko belum membuahkan hasil yang diinginkan, yakni pemulihan kawasan Sahara Barat. Selain itu, juga berdampak pada perekonomian Maroko yang melemah akibat melemahnya perekonomian Uni Eropa sehingga sulit mengakses pasar Maroko. Jadi bisa dikatakan strategi Maroko keluar dari Uni Afrika merupakan strategi yang gagal. Sebab pada intinya, absennya Maroko dalam Uni Afrika justru melemahkan posisi Maroko baik secara regional maupun internasional.
ilustrasi keluarnya Maroko dari Uni Afrika (sumber : shutterstock.com)
Keluarnya Maroko dari Uni Eropa memberikan kesempatan kepada Aljazair dan negara anggota lainnya, seperti Afrika Selatan, untuk mengontrol jalannya organisasi regional ini sesuai dengan kepentingannya. 8 Raja Mohammed VI melihat hal ini sebagai masalah yang harus segera diatasi. Oleh karena itu, pada tahun 2016, ia berupaya semaksimal mungkin untuk mengembalikan Maroko sebagai anggota tetap Uni Afrika. Meskipun ini berarti Maroko secara langsung atau tidak langsung mengakui kemerdekaannya dari Sahara Barat atau Republik Demokratik Arab Sahawi dan mengakuinya sebagai negara merdeka, namun hal ini setara. Meski harga diri Maroko tidak membiarkan hal itu terjadi. Mau tidak mau, Maroko perlu menurunkan egonya terhadap konflik regional demi kepentingan yang lebih mendesak dan penting, yakni persoalan ekonomi. Meski tidak secara spesifik menyebutkan bahwa Maroko sebenarnya masih berusaha mengklaim wilayah Sahara Barat, setidaknya saat mengajukan keanggotaan, Maroko tidak memberikan syarat kedaulatan Sahara Barat, dan Uni Afrika juga berusaha hati-hati untuk tidak menyebutkannya. . itu dan menegaskan bahwa seluruh negara di benua Afrika adalah saudara dan keluarga. Secara umum, repatriasi di Maroko tidak sulit, namun bukan berarti mulus. Pada tanggal 15 Juli 2016, Maroko mengunjungi Kenya karena Maroko ingin bergabung tanpa syarat. Menteri Luar Negeri Maroko Taib Fahsih Fihrih turut serta dalam pertemuan tersebut. Setelah itu, Maroko juga mengunjungi Senegal, Sudan, Mesir, Ethiopia, Libya dan negara-negara Afrika lainnya, khususnya Afrika Barat. Hal ini bertujuan untuk menerima dukungan dari negara-negara anggota Uni Afrika. Dan menjalin hubungan diplomatik dengan Afrika Barat dan Tengah.
ilustrasi sidang penerimaan kembali Maroko yang bergabung dalam Uni Afrika (sumber : shutterstock.com)
Setelah Maroko merasa dukungannya cukup, Maroko kemudian mengirimkan surat yang menyatakan Raja Mohammed VI bergabung kembali dengan Uni Afrika, dan surat tersebut diterima pada presentasi Uni Afrika di Kigali, Rwanda pada 17 Juli 2016. Setelah mengkaji berbagai proses untuk kurang lebih 6 bulan, kemudian pada tanggal 31 Januari 2017. Uni Afrika menerima permintaan Maroko pada KTT Uni Eropa di Addis Ababa setelah 39 suara dari 54 negara anggota Uni Afrika menginginkan Maroko kembali ke badan regional Afrika, secara resmi mengukuhkan Maroko sebagai bagian dari Uni Afrika setelah 33 tahun berpisah. Ratifikasi Konstitusi Uni Afrika di Maroko pada 24 Januari 2017. Dengan bergabungnya Maroko, Uni Afrika resmi menjadi anggota ke-55 yang artinya mencakup seluruh wilayah benua Afrika.
ADVERTISEMENT
Jeremy Bryce Lim, mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Kristen Indonesia