Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Opini: Aspek Lingkungan dalam Ketahanan Pangan di Indonesia
19 November 2024 14:58 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Jessica Angelina Anggraeni Purba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketahanan pangan adalah fondasi penting dalam menjaga stabilitas sosial, politik, dan ekonomi suatu negara. Indonesia, sebagai negara agraris dengan kekayaan alam melimpah, aspek lingkungan memainkan peran sentral dalam memastikan ketersediaan pangan. Namun, tantangan seperti perubahan iklim, alih fungsi lahan, dan degradasi ekosistem mengancam keberlanjutan produksi pangan. Tanpa langkah strategis dan kolaborasi antarsektor, ketahanan pangan Indonesia akan berada pada posisi yang semakin rentan.
Perubahan Iklim dan Gangguan Pola Tanam
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim telah membawa dampak yang signifikan terhadap sektor pertanian Indonesia. Fenomena anomali cuaca seperti curah hujan yang tidak menentu, meningkatnya suhu, serta kejadian ekstrem seperti El Niño dan La Niña mengacaukan pola tanam tradisional. Kekeringan yang berkepanjangan akibat El Niño sering kali menyebabkan gagal panen padi, jagung, dan kedelai yang menjadi makanan pokok masyarakat. Di sisi lain, curah hujan yang berlebihan memicu banjir yang merusak tanaman dan mengurangi produktivitas lahan.
Kenaikan permukaan air laut sebagai dampak pemanasan global juga menambah tantangan. Lahan-lahan subur di kawasan pesisir, seperti pantai utara Jawa, menghadapi ancaman salinisasi, di mana intrusi air laut meningkatkan kadar garam tanah sehingga tidak layak lagi untuk pertanian. Kondisi ini bukan hanya menurunkan hasil panen tetapi juga memaksa petani untuk mencari lahan baru, yang pada gilirannya dapat menyebabkan eksploitasi lingkungan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Alih Fungsi Lahan yang Tak Terkendali
Alih fungsi lahan menjadi salah satu dilema pembangunan di Indonesia. Menurut data Kementerian Pertanian, lebih dari 100 ribu hektar lahan sawah produktif beralih fungsi setiap tahun, baik untuk kawasan industri, permukiman, maupun infrastruktur. Fenomena ini diperparah dengan kebijakan tata ruang yang tidak selalu berpihak pada keberlanjutan lingkungan.
Ketika lahan pertanian strategis hilang, dampaknya bukan hanya terhadap penurunan kapasitas produksi pangan nasional, tetapi juga terhadap petani kecil yang kehilangan lahan garapan mereka. Banyak petani terpaksa beralih profesi atau bermigrasi ke kota, menciptakan masalah sosial baru seperti pengangguran dan kemiskinan. Selain itu, alih fungsi lahan sering kali dilakukan tanpa perencanaan matang, mengabaikan dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan sumber daya alam.
Degradasi Ekosistem dan Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati merupakan aset yang tak ternilai dalam menjaga ketahanan pangan. Indonesia memiliki kekayaan genetik tanaman pangan lokal yang tinggi, seperti sorgum, sagu, dan umbi-umbian, yang mampu bertahan dalam kondisi lingkungan ekstrem. Namun, modernisasi pertanian cenderung mengandalkan varietas unggul yang lebih rentan terhadap penyakit dan perubahan iklim, sehingga mengikis keberagaman genetik.
ADVERTISEMENT
Praktik eksploitasi lingkungan, seperti deforestasi untuk pembukaan lahan pertanian dan penggunaan pestisida secara berlebihan, semakin merusak ekosistem. Hutan, yang berperan penting dalam menjaga ketersediaan air dan mengatur iklim mikro, terus berkurang akibat pembukaan lahan. Akibatnya, siklus air terganggu, dan petani menghadapi tantangan baru seperti kekeringan yang lebih sering terjadi.
Peluang Solusi Berbasis Lingkungan
Untuk mengatasi tantangan ini, pendekatan berbasis keberlanjutan harus menjadi prioritas. Rehabilitasi lahan kritis dengan teknik seperti agroforestri dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah sambil melestarikan fungsi ekosistem. Diversifikasi pangan dengan memanfaatkan tanaman lokal yang tahan terhadap perubahan iklim, seperti sagu dan sorgum, dapat mengurangi ketergantungan pada beras sebagai makanan pokok.
Penerapan teknologi pertanian presisi juga bisa menjadi solusi untuk mengurangi pemborosan sumber daya seperti air dan pupuk. Teknologi ini memungkinkan petani mengelola lahan mereka dengan lebih efisien, meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, kebijakan perlindungan lahan pertanian harus diperkuat dengan insentif bagi petani untuk tetap menggarap lahan mereka.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan: Kolaborasi untuk Masa Depan yang Berkelanjutan
Ketahanan pangan Indonesia tidak dapat dipisahkan dari keberlanjutan lingkungan. Tantangan seperti perubahan iklim, alih fungsi lahan, dan degradasi ekosistem memerlukan solusi yang terintegrasi, melibatkan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Dengan strategi yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Masa depan pangan Indonesia bergantung pada langkah yang diambil hari ini, dan kita semua memiliki peran dalam menjaganya.
Ditulis oleh Adil - Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa