Konten dari Pengguna

Terorisme dalam Kehidupan Beragama di Indonesia

Jessica Sunaryo
Mahasiswi Ukrida
28 Desember 2021 14:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jessica Sunaryo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.freepik.com/free-vector/people-holding-diverse-religious-symbols-illustration_3585185.htm#query=religion&position=1&from_view=search
zoom-in-whitePerbesar
https://www.freepik.com/free-vector/people-holding-diverse-religious-symbols-illustration_3585185.htm#query=religion&position=1&from_view=search
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Terorisme berkedok agama yang marak terjadi di Indonesia membuat prihatin dan geram berbagai pihak dari dalam dan luar negeri. Aksi-aksi kekerasan membuat masyarakat semakin waspada dan kehilangan rasa aman. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ancaman besar, terutama dengan maraknya aksi teror bom di sejumlah tempat sejak era reformasi sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
Secara etimologis, ‘terorisme’ berasal dari kata terrere (latin), yang berarti ‘menyebabkan (orang) gemetar’. Dengan demikian, terorisme dimaksudkan untuk membuat orang ketakutan. Terorisme berkedok agama tumbuh dan berkembang karena didukung oleh situasi masyarakat yang tengah mengalami tekanan politik, ketidakadilan sosial, dan kesenjangan sosial.
Glorifikasi merupakan salah satu faktor yang mendorong orang untuk melakukan tindakan terorisme. Glorifikasi berarti menganggap suci diri sendiri, yang bentuknya bisa beragam, seperti truth claim, menganggap benar ajaran sendiri, sambil melegitimasi tindakan dengan ayat-ayat Tuhan. Sebagian besar masyarakat Indonesia adalah umat beragama, di mana kaum beragama rentan terhadap proses glorifikasi yang memunculkan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama yang justru dianutnya.
Kecenderungan ini kemudian akan melahirkan dehumanisasi dan demonisasi. Dehumanisasi berarti melihat orang lain sebagai “bukan manusia” sehingga wajar bila perlu dimanusiakan dari segi perilaku maupun pemikiran. Kelompok ini melakukan pemaksaan agar orang lain menjadi seperti diri dan kelompoknya. Demonisasi berarti melihat orang lain sebagai setan.
ADVERTISEMENT
Contoh kasus nyata yang terjadi di Indonesia adalah teror bom bunuh diri di depan gereja Katedral Makassar-Sulawesi Selatan (28/3/2021), teror penyerangan dengan airgun oleh seorang perempuan di Mabes Polri (31/3/2021), dan rentetan teror-teror setelah dan sebelumnya sering dikaitkan dengan fakta terbuka adanya keterkaitan antara teror dan simbol-simbol agama. Kasus-kasus tersebut hanya sebagian kecil dari peristiwa terorisme yang sebelumnya pernah terjadi di Indonesia.
Masyarakat kemudian mulai mempertanyakan hubungan antara agama dengan terorisme. Mengaitkan antara agama dan terorisme di Indonesia cukup valid mengingat banyak para pelaku terorisme adalah orang yang beragama dan berafiliasi dengan kelompok, ormas, institusi, atau jaringan keagamaan tertentu. Tujuan dan sasaran aksi teror juga beragam, bukan hanya tempat ibadah tetapi juga gedung atau bangunan "sekuler” seperti hotel, bank, kantor, mal, kafe dan sebagainya. Pelaku teror merasa menjalankan agama dengan versi dia, dengan memandang sasaran korban dan tempat sebagai musuhnya.
ADVERTISEMENT
Saya percaya tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan termasuk terorisme,namun kenapa cukup banyak teroris yang lahir dari atau berafiliasi ke agama/kelompok agama tertentu atau didorong nilai-nilai keagamaan tertentu? Apakah agama bisa menjadi penyebab atau faktor munculnya tindakan terorisme?
Terorisme berbasis agama bisa juga dimotivasi oleh faktor politik dan faktor-faktor lainnya. Hal ini harus diakui karena dalam bertindak manusia didorong oleh berbagai macam motif. Hanya saja dalam terorisme keagamaan, yang dominan adalah motif keagamaannya. Celakanya ajaran agama bisa saja dimanipulasi, dipelintir dan diputarbalikkan oleh individu, kelompok atau pengikut agama untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu, agama bisa saja tidak mengajarkan terorisme secara langsung tetapi ia bisa atau berpotensi mempengaruhi atau menginspirasi pengikutnya untuk melakukan tindakan terorisme.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang percaya bahwa tidak ada hubungan antara agama dengan tindakan-tindakan kekerasan, termasuk yang dikategorikan sebagai terorisme. Sebagian orang percaya bahwa agama dapat menjadi motivasi tindakan-tindakan terorisme. Ketika ada pemahaman dan cara pandang yang melampaui batas tentang keagamaan maka akan memunculkan tindakan ekstrem. Maka dari itu kita harus memahami dengan baik ketika ingin menerjemahkan dan menafsirkan teks-teks yang menjadi sumber ajaran agama.
Peranan yang dilakukan untuk mencegah terorisme adalah dengan berani melaporkan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan apabila muncul pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme, entah itu kecil ataupun besar. Contohnya apabila muncul pemahaman baru tentang keagamaan di masyarakat yang menimbulkan keresahan, maka hal pertama yang bisa dilakukan ialah melaporkan atau berkonsultasi kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat yang ada di lingkungan tersebut. agar pemahaman radikalisme tidak berkembang hingga menyebabkan tindakan terorisme.
ADVERTISEMENT