news-card-video
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Peran Pemerintah Indonesia dalam Meningkatkan Penggunaan Energi Terbarukan

Jevon Bernessa
Seorang mahasiswa dari universitas Pancasakti Tegal Program Studi Ilmu Pemerintahan
9 Maret 2025 14:37 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jevon Bernessa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
turbin angin putih di lapangan di bawah awan putih dan langit biru pada siang hari Sumber : unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
turbin angin putih di lapangan di bawah awan putih dan langit biru pada siang hari Sumber : unsplash.com
ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa yang peduli dengan masa depan lingkungan dan energi di Indonesia, saya merasa penting untuk menyoroti peran pemerintah dalam meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Meskipun ada kemajuan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk mencapai target energi bersih yang ambisius. Pertama-tama, kita harus mengakui bahwa pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen untuk beralih ke energi terbarukan. Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang diperkenalkan pada tahun 2014 menetapkan target ambisius untuk meningkatkan porsi energi terbarukan menjadi 23% pada tahun 2025. Namun, realitanya, pencapaian kita masih jauh dari target tersebut. Data terbaru menunjukkan bahwa pada tahun 2023, energi terbarukan hanya menyumbang 19% dari bauran listrik Indonesia. Ini jelas menunjukkan bahwa kita perlu akselerasi yang lebih agresif. Salah satu langkah positif yang diambil pemerintah adalah penandatanganan Just Energy Transition Partnership (JETP) pada tahun 2022. Kemitraan ini bertujuan untuk meningkatkan porsi energi terbarukan menjadi 34% dari bauran listrik pada tahun 2030. Ini adalah langkah yang tepat, tapi kita sebagai mahasiswa dan generasi muda harus terus mengawal implementasinya. Yang menarik, pemerintah juga telah meluncurkan sistem perdagangan emisi pada tahun 2023, yang direncanakan akan berkembang menjadi sistem cap-tax-and-trade hybrid pada tahun 2025. Ini adalah langkah progresif yang bisa mendorong industri untuk beralih ke energi bersih. Tapi pertanyaannya, apakah sistem ini akan diimplementasikan dengan efektif? Saya juga kagum dengan proyek-proyek energi terbarukan yang sedang dikembangkan. Proyek Cirata Floating Solar yang diharapkan beroperasi pada tahun 2024 dengan kapasitas 145 MW adalah contoh inovasi yang menjanjikan. Begitu juga dengan pengembangan energi angin di Sulawesi Selatan dan potensi energi laut yang belum tergali di ribuan pulau Indonesia. Ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam energi terbarukan. Namun, kita juga harus kritis. Mengapa antara tahun 2015 dan 2023, Indonesia menambah 26 GW kapasitas bahan bakar fosil, sementara energi terbarukan hanya bertambah 3,3 GW? Ini jelas menunjukkan bahwa masih ada ketergantungan besar pada energi kotor. Sebagai mahasiswa, saya berharap pemerintah bisa lebih agresif dalam implementasi kebijakan energi terbarukan. Kita butuh investasi besar-besaran dalam infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa transisi energi ini inklusif dan berkeadilan, menciptakan lapangan kerja hijau dan memperhatikan akses energi yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT