Konten dari Pengguna

Kado Awal Tahun dari Presiden

Jhodie Faja Agustian
Saya merupakan sarjana ilmu Pemerintahan, universitas Jenderal Achmad Yani.
2 Januari 2025 12:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jhodie Faja Agustian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kado awal tahun berupa keputusan untuk tidak menaikan tarif PPN12%. https://www.canva.com/design/DAGa-1IyNTc/GGU7uOo3iDvCoaxNznBrOA/edit
zoom-in-whitePerbesar
Kado awal tahun berupa keputusan untuk tidak menaikan tarif PPN12%. https://www.canva.com/design/DAGa-1IyNTc/GGU7uOo3iDvCoaxNznBrOA/edit
ADVERTISEMENT
PROLOG
Pasangan Presiden terpilih Republik Indonesia, Prabowo-Gibran tengah menjalankan roda kekuasaan dewasa ini. Kebijakan merupakan suatu keharusan yang mesti dikeluarkan oleh Presiden terpilih sebagai solusi atau jalan keluar bagi segala masalah yang timbul di masyarakat, entah kebijakan tersebut berdampak secara positif dengan membantu masyarakat, atau berdampak secara negatif dengan membebani masyarakat di masa depan.
ADVERTISEMENT
Usia pemerintahan atau kekuasaan yang dipimpin oleh Presiden Prabowo dapat dikatakan masih se-umur jagung, namun berbagai kebijakan atau pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Presiden mulai dapat mencuri serta mendapatkan perhatian dari masyarakat. Hal ini dirasa wajar karena segala keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo akan dirasakan serta ditanggung oleh banyak masyarakat, maka dari itu masyarakat perlahan-lahan mulai mengawasi proses lahirnya kebijakan agar pemerintah tidak dapat membuat kebijakan yang dapat merugikan masyarakat.
PPN 12%
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sudah seharusnya semakin memudahkan, meringankan, serta membantu kehidupan masyarakat melalui kebijakan atau keputusan yang dihasilkan.
Dewasa ini, terdapat beberapa isu-isu yang menjadikan pemerintahan yang dipimpin oleh Prabowo Subianto sebagai perhatian utama, ketika isu mengenai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang semula diangka 11% menjadi 12%. Isu ini sebenarnya bukanlah isu yang baru, melainkan isu yang sudah ada sedari tahun 2021 sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
ADVERTISEMENT
Kebijakan atau isu ini sudah eksis, bahkan ketika jabatan Presiden masih dijabat oleh Presiden Jokowi, hal ini menandakan bahwasanya kebijakan ini (kenaikan PPN) lahir akibat adanya pembahasan bersama antara DPR dengan Presiden Republik Indonesia. Kebijakan kenaikan PPN 12% ini dilakukan secara berhatap, dimulai dari 10% ke 11% pada April 2022 dan perubahan lebih lanjut dari 11% hingga 12% di 1 Januari 2025.
Isu ini tentu saja menjadi perhatian bagi masyarakat, karena keadaan ekonomi saat ini sedang tidak baik-baik saja dan cenderung lesu. Di tengah keadaan sulit masyarakat, justru pemerintah akan menaikan tarif PPN 12% yang dapat menjadikan kehidupan masyarakat semakin berat karena akan berdampak terhadap kenaikan harga berbagai komoditas.
Berbagai upaya atau ekspresi guna menolak kenaikan PPN 12% pun dilakukan oleh masyarakat, mulai dari demo, campaign di sosial media, hingga penandatangan petisi untuk menolak kenaikan PPN ini.
ADVERTISEMENT
Kebijakan atau keputusan untuk menaikan tarif PPN 12% ternyata menimbulkan kegaduhan di masyarakat, guna meredakan kegaduhan serta membuat solusi bagi permasalahan yang ada, pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk tetap menaikan tarif PPN menjadi 12% namun hanya berlaku bagi barang-barang mewah saja.
LANGKAH TEPAT
Keputusan yang diambil oleh pemerintah ini menjadi sebuah angin segar di awal tahun bagi masyarakat, keputusan ini juga dapat diibaratkan sebagai sebuah kado spesial yang diberikan oleh Presiden Prabowo kepada masyarakat. Keputusan ini menjadi tepat, karena harga berbagai jasa dan barang komoditas tidak akan mengalami kenaikan.
Keputusan ini juga sesuai dengan teori kesejahteraan dalam kebijakan publik sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh (Atkinson, 1980) yang menyebutkan “peran pemerintah dalam kebijakan publik sebagai organisasi yang berperan memperbaiki distribusi kekayaan dan meningkatkan kesejahteraan sosial melalui pelayanan publik. Pemerintah dianggap memiliki tanggungjawab untuk mengatasi ketimpangan ekonomi dan sosial serta menciptakan kesempatan yang lebih adil bagi seluruh warga negara”.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, keputusan untuk tidak menaikan tarif PPN 12% (hanya menaikan PPN terhadap barang-barang mewah saja) dapat membantu pemerintah dalam mengatasi ketimpangan sosial dan ekonomi yang ada di masyarakat dewasa ini, kehidupan masyarakat tidak menjadi lebih berat karena kenaikan berbagai komoditas tidak jadi diterapkan.
Selain tidak jadi menaikan tarif PPN menjadi 12%, di awal tahun 2025 ini Presiden Prabowo juga mengemukakan rencana perihal pemberian bantuan lebih lanjut kepada masyarakat berupa paket kebijakan stimulus, hal ini dibuktikan dengan pemberian 10kg beras kepada 16 juta keluarga penerima bantuan di Indonesia.
Kebijakan lainnya berupa pemberian diskon bagi pelanggan listrik dengan daya 2.200 VA atau lebih rendah, kebijakan yang dilahirkan berupa pemberian diskon sebesar 50%. Kemudahan juga merambah kepada sektor UMKM dimana pembebasan PPh bagi pengusaha dengan omset di bawah 500 juta.
ADVERTISEMENT
Paket kebijakan stimulus ini diibaratkan sebagai kado awal tahun yang diberikan oleh Presiden Prabowo kepada masyarakat, dengan memberikan berbagai kemudahan yang diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat.
Revisi Undang-Undang?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kenaikan PPN bukanlah sebuah kebijakan baru, melainkan sebuah kebijakan bertahap yang sudah berlaku sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang turut mengatur pula tahapan kenaikan tarif PPN ini. Dimulai dari tarif PPN 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 dan bertahap naik menjadi 12% yang direncanakan mulai diterapkan pada 1 Januari 2025 sesuai dengan Pasal 7 Ayat (1).
Namun rencana menaikan tarif PPN ini ternyata mengalami kegagalan setelah pemerintah memutuskan untuk tidak menaikan hal tersebut. Lantas bagaimana dengan Pasal yang berada di dalam Undang-Undang, apakah perlu direvisi atau bagaimana?
ADVERTISEMENT
Jawabannya terletak pada Pasal 7 Ayat (4) yang menyebutkan bahwa perubahan tarif PPN dapat diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang telah dikomunikasikan dan kemudian dapat disepakati dengan DPR dalam agenda penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN).
Dengan demikian pemerintah tidak perlu melakukan revisi dari isi Pasal yang tidak dapat direalisasikan, revisi dapat digantikan dengan peraturan pemerintah (PP) yang telah disepakati bersama dengan DPR terkait tidak berubahnya tarif PPN.
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikan tarif PPN merupakan sebuah keputusan yang tepat, karena kebijakan diciptakan untuk memudahkan serta mensejahterakan masyarakat. Lebih lanjut, Tidak ada alasan bagi pemerintah untuk memaksakan UU HPP dengan dalih amanat Undang-Undang, karena pasal lainnya mengatur perubahan lainnya apabila tarif PPN tidak jadi dinaikan.
ADVERTISEMENT
Sumber:
Arafat. (2023). Buku Referensi Kebijakan Publik: Teori dan Praktik. PT. Literasi Nusantara Abadi Group.
Atkinson, A. B. (1980). Publics Economics in Action: The Basics Income/Flax Tax Proposal.