Konten dari Pengguna

Menyoal Presiden dan Kampanye

Jhodie Faja Agustian
Saya merupakan sarjana ilmu Pemerintahan, universitas Jenderal Achmad Yani.
31 Januari 2024 20:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jhodie Faja Agustian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sikap Adil yang harus ditunjukkan oleh seorang Pemimpin https://www.canva.com/design/DAF7GktBuT4/lu0KVHfOSPWzXC5eRYwHCg/edit
zoom-in-whitePerbesar
Sikap Adil yang harus ditunjukkan oleh seorang Pemimpin https://www.canva.com/design/DAF7GktBuT4/lu0KVHfOSPWzXC5eRYwHCg/edit
ADVERTISEMENT
PROLOG
Tahun 2024 baru saja berjalan dan tentu saja semakin dekat dengan gelaran pemilu yang akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024 nanti. Sebelum pagelaran pemilu ini banyak sekali drama-drama, pernyataan serta peristiwa kontroversial yang menghiasi perjalanan pemilu kali ini, mulai dari anggapan sikap “cawe-cawe” yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan perubahan syarat usia minimum bagi capres-cawapres. Sebelum (pagelaran) pemilu ini, banyak terjadi upaya-upaya untuk mencederai serta merusak nilai-nilai demokrasi untung kepentingan segelintir pihak sahaja.
ADVERTISEMENT
Terbaru, terjadi sebuah pernyataan yang sangat kontorversial dan menjadi pro-kontra di tengah-tengah masyarakat Indonesia dimana Presiden Indonesia menyatakan bahwasanya seorang Presiden bisa dan berhak untuk berkampanye serta memihak kepada salah satu kubu. Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Presiden Jokowi ketika memberikan keterangan Pers di Lanud Halim Perdanakusuma (24/01/2024). Lantas, apakah diperbolehkan seseorang pejabat negara (Presiden dan Menteri) untuk berkampanye serta memihak ke salah satu paslon pemilu?
MENURUT UNDANG-UNDANG
Ketentuan mengenai hal ini (Presiden dan Wakil Presiden) melakukan kampanye telah diatur pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum pada Bagian Kedelapan Pasal 299 ayat (1) yang menyebutkan bahwa,
Lebih lanjut, terdapat beberapa syarat serta hal yang tidak boleh dilakukan oleh Presiden dan Wakil Presiden apabila ingin mengikuti kegiatan kampanye yang kemudian di atur dalam Pasal 304 yang berbunyi,
ADVERTISEMENT
Berdasarkan isi pada Pasal 299 dan 304 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sudah jelas bahwasanya Presiden dan Wakil Presiden memiliki hak untuk dapat berkampanye, dengan syarat mereka (Presiden dan Wakil Presiden) tidak menggunakan berbagai fasilitas yang disediakan oleh negara dan dibeli oleh APBN maupun APBD.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Presiden dan Wakil Presiden harus mengajukan cuti terlebih dahulu apabila ingin mengikuti proses kampanye salah satu paslon pemilu (tertuang dalam Pasal 281 Ayat 1). Dengan demikian, Presiden Jokowi dapat mengikuti sebuah proses kampanye walaupun dirinya (Presiden Jokowi) tidak terdaftar secara resmi sebagai juru kampanye dari salah satu kubu.
SIKAP IDEAL JOKOWI
Seperti yang sudah dibahas di atas, seorang Presiden memang memiliki hak untuk mengikuti kampanye salah satu dari calon seperti yang tertuang dalam Pasal 299 dan Pasal 304 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum selama tidak menggunakan fasilitas negara. Namun jangan lupa bahwasanya terdapat pula Pasal yang mengatur mengenai larangan-larangan dalam kampanye, seperti yang tertuang dalam Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang berbunyi,
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Pasal 283 juga menyebutkan bahwasanya,
Berdasarkan isi pasal di atas bahwasanya pejabat negara (Presiden, Wakil Presiden, bahkan Menteri) dilarang melakukan tindakan yang dapat menguntungkan salah satu paslon, dalam artian ini dapat
dikatakan sebagai sikap yang harus netral.
Sikap netral yang seharusnya diperlihatkan oleh Presiden Jokowi justru terasa ‘terbalik’, karena pada beberapa kesempatan Presiden Jokowi acapkali mengundang Prabowo Subianto (Capres Pemilu 2024) dan berbicara secara empat mata dengannya. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar serta kecurigaan dari berbagai pihak, apakah Presiden Jokowi berpihak kepada Prabowo Subianto dimana Putra Sulung (Gibran Rakabuming Raka) Presiden Jokowi menjadi pendamping atau Cawapres dari Prabowo Subianto itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga harus berhenti cawe-cawe dan bersikap netral dalam menyikapi Pemilu di tahun 2024 nanti, hal ini dirasa penting karena apabila Presiden Jokowi tidak menunjukan sikap netralnya maka legitimasi dari hasil Pemilu di tahun 2024 akan diragukan. Akan timbul berbagai kecurigaan ataupun spekulasi dari masyarakat bahwasanya Pemilu kali ini memang sudah di setting karena Putra Presiden ikut dalam kontestasi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Sikap netral juga harus ditunjukan oleh Presiden Jokowi karena seringkali Presiden selalu mengingatkan kepada jajaran ASN,TNI, DAN POLRI untuk selalu netral dalam menyikapi pemilu di tahun 2024 nanti. Mengapa ASN harus netral dalam pemilu kali ini? Hal ini perlu karena guna meminimalisir penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan politis. Maka dari itu, Presiden Jokowi harus memberikan contoh nyata bagi para ASN karena posisi Presiden Jokowi sendiri sebagai kepala dari para ASN itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Sikap netral juga harus ditunjukan oleh Presiden Jokowi agar sejalan dan selarasa dengan Wakil Presiden-nya (K.H. Ma’ruf Amin) yang menyatakan bahwasanya dirinya akan tetap netral meskipun diperbolehkan oleh Undang-Undang.
KESIMPULAN
Presiden dan Wakil Presiden memang diberikan hak untuk mengikuti proses kampanye salah satu Paslon Capres dan Cawapres, namun alangkah lebih baiknya pejabat negara sekelas Presiden atau kepala negara bersikap netral dan adil dalam menyikapi kontestasi Pemilu 2024 nantinya. Meskipun hak-nya (mengikuti kampanye dan berpihak kepada salah satu Paslon) dijamin oleh Undang-Undang, akan tetapi keberpihakan yang nantinya yang diperlihatkan oleh Presiden Jokowi tetap akan berlawanan dan berbenturan dengan etika berpolitik dan negara.