Rangkiang: Konsep Ketahanan Pangan ala Minangkabau

Bahren
Dosen Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
3 November 2023 12:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bahren tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peserta mengikuti pawai budaya pada Festival Pesona Minangkabau, di Istano Basa Pagaruyuang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Kamis (17/11/2022). Foto: Iggoy el Fitra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Peserta mengikuti pawai budaya pada Festival Pesona Minangkabau, di Istano Basa Pagaruyuang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Kamis (17/11/2022). Foto: Iggoy el Fitra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketahanan Pangan jika merujuk pada UU No 18 Tahun 2022 dimaknai sebagai “kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan makna yang diatur dalam undang-undang di atas, dan adanya kata yang berkaitan dengan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, maka bisa kita ambil kesimpulan sementara bahwa secara kebudayaan masyarakat memiliki konsep sendiri dalam memaknai ketahan pangan dan menjaga ketahan pangan tersebut.
Masyarakat Minangkabau contohnya, dalam menjaga ketersediaan pangan mereka memiliki rangkiang di setiap rumah gadangnya. A.A Navis (1984:187), dalam bukunya “Alam Terkembang jadi Guru” , rangkiang asal katanya dari ruang hyang Dewi Sri (Dewi Padi). Lebih lanjut Navis menyebutkan menyebutkan bahwa ada empat jenis rangkiang biasanya terdapat di depan sebuah rumah gadang.
Rangkiang-rangkiang itu memiliki nama dan fungsi yang berbeda. Pertama Rangkiang Sibayau-Bayau, rangkiang ini adalah rangkiang yang ukurannya paling besar jika dibandingkan dengan jenis rangkiang yang lainnya. Rangkiang Sibayau-bayau biasanya digunakan untuk menyimpan padi hasil panen untuk digunakan sebagai bahan makanan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Kedua rangkiang Si Tangguang Lapa. Rangkiang ini digunakan untuk menyimpan sebagian hasil panen untuk disisihkan agar bisa dimanfaatkan ketika musim paceklik datang, atau juga dapat digunakan ketika musim kemarau berkepanjangan sehingga para petani tidak dapat menanam padi sesuai dengan jadwalnya. Sehingga ketika kondisi ini terjadi masyarakat Minangkabau memiliki stok bahan makanan yang cukup untuk bisa dinikmati oleh anggota keluarganya.
Ketiga Rangkiang Sitinjau Lauik. Rangkiang ini digunakan oleh masyarakat Minangkabau untuk menyimpan hasil panen padi yang akan dijual. Hasil penjualan dari padi tersebut nantinya dipergunakan untuk membeli barang-barang yang mungkin saja diperlukan untuk masa tanam atau keperluan rumah lainnya yang tidak mungkin dibuat sendiri maupun disediakan di sekitar rumah gadang. Karena di sekitar rumah gadang pun orang Minangkabau biasanya memiliki kebiasaan untuk membagi-bagi lahan yang ada untuk ditanami berbagai jenis sayur mayur dan tanaman obat keluarga.
ADVERTISEMENT
Keempat rangkiang kaciak, rangkiang jenis ini dibuat oleh masyarakat Minangkabau di sekitar rumah gadang mereka memiliki fungsi untuk menyimpan padi hasil panen yang telah diseleksi untuk dijadikan kembali sebagai benih untuk masa tanam berikutnya. Tidak jarang juga di rangkiang ini disimpan padi yang ketika dijual uangnya dipergunakan untuk membiayai pengerjaan sawah mereka di masa tanam berikutnya.
Empat rangkiang dengan segala fungsi yang dimilikinya itu merupakan sebuah pengetahuan lokal masyarakat Minangkabau dalam hal ketahanan pangan. Masyarakat Minangkabau menjadi lebih antisipatif terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi ketika tiba-tiba musim paceklik datang atau gagal panen.
Mereka telah memiliki stok persediaan bahan pangan yang memang sudah sejak dari awal masa panen mereka sisihkan dan bagi sesuai dengan peruntukannya. Dengan kearifan tersebut Masyarakat Minangkabau mestinya dapat mengatasi masalah pangan yang sering kali melanda negeri ini beberapa waktu belakangan.
ADVERTISEMENT
Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa rumah gadang sudah mulai runtuh, beberapa lainnya rangkiangnya mulia tidak bisa dijumpai lagi di halaman-halaman rumah gadang. Apakah kekayaan dan kecerdasan lokal yang dimiliki ini akan habis tergerus oleh zaman. Semoga saja tidak, perlu usaha bersama untuk kembali menata dan membangun rangkiang-rangkiang di setiap rumah gadang untuk menjaga agar pangan tetap tersedia.