Ruang Baraja Seni Tradisi Bijo: Perpaduan Sanggar Seni dan UMKM

Bahren
Dosen Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
30 Oktober 2023 11:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bahren tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Backdrop Ruang Baraja Seni Tradisi Bijo. Foto Koleksi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Backdrop Ruang Baraja Seni Tradisi Bijo. Foto Koleksi Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ruang Baraja Seni Tradisi Bijo pada tanggal 28 Oktober yang lalu mengundang untuk hadir sebagai pemateri dalam diskusi rutin yang diadakan oleh Ruang Baraja (Ruang Belajar) Seni Tradisi Bijo di perumahan Jabal Rahmah Kota Padang. Diskusi yang diadakan kali ini berkaitan dengan pendokumentasian. Penulis berbagi cerita tentang apa itu dokumentasi, pendokumentasian, maksud dan tujuan pendokumentasian hingga pembuatan dokumenter profil sanggar. Ada beberapa hal yang menarik dari diskusi yang diadakan hari itu, mulai dari orientasi pembuatan ruang balajar dengan konsep sanggar ini yang mulanya hanya untuk mengajari anak-anak kembali mengenal dan mengetahui berbagai jenis seni tradisional yang khas Minangkabau, karena pendirinya (Jawahir, S.S) alumni Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Minangkabau yang sehari-hari bekerja sebagai Master of Ceremony (MC) pada acara-acara pesta pernikahan khas Minangkabau juga sebagai seorang pedendang (penyanyi) tembang-tembang khas Minangkabau yang diiringi alat musik tiup Saluang dan gendang.
ADVERTISEMENT
Awal berdirinya, ruang belajar Bijo sempat mendapat pandangan sinis. Dr. Lindawati sebagai salah seorang dosen yang mendampingi ruang baraja Bijo dengan beberapa kegiatan Pengabdian Masyarakat yang didanai oleh Universitas Andalan mengungkapkan bahwa, dulu, diawal-awal kehadiran BIJO, banyak orang tua yang memandang sinis terhadap kehadiran BIJO di areal perumahan. Mereka memandang kehadiran Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO” sangat mengganggu karena suara bising anak-anak bermain. Namun seiring dengan berbagai prestasi yang mereka dapatkan kini pandangan sinis itu sudah mulai menjadi pandangan dengan penuh apresiasi ungkapnya.
Tidak hanya berkesenian, khususnya kesenian khas Minangkabau. Pemilik dan pendiri Ruang Baraja Bijo juga mengajak ibu-ibu yang anak-anaknya berlatih di ruang belajar itu untuk membuat sebuah usaha bersama. Mereka mendirikan Usaha Mikro Kecil Menengah yang bergerak dalam bidang industri bawang goreng dengan merek “Amak Awak”. “Amak Awak” dalam bahasa Minangkabau berarti ‘Ibu Saya”. Nama ini diambil sebagai merek karena anak-anak yang belajar di ruang baraja ini memanggil pemilik dan pendiri sanggar ini dengan sebutan Amak. Sembari menunggui anak-anak mereka berlatih, para orang tua juga asyik membuat bawang goreng yang enak untuk kemudian dijual lagi melalui pameran-pameran dan acara-acara bazar yang digelar dibeberapa tempat di sekitar kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat. Jawahir, sebagai pendiri ruang baraja pun seringkalai diminta sebagai pemateri seputar adat dan kebudayaan Minangkabau oleh Bundo Kanduang Manca Negara.
ADVERTISEMENT
Agaknya dari pantauan penulis, tidak banyak sanggar seni yang ada di Sumatera Barat yang yang memadukan antara sanggar dan UMKM. Barangkali konsp yang ada di Ruang Baraja Seni tradisi Bijo ini bisa dijadikan sebagai salah satu cetak biru untuk sanggar-sanggar yang lain dalam berkegiatan dan berkarya. Adanya usaha yang dimiliki kelompok merupakan sebuah upaya dalam memastikan kegiatan kelompok atau sanggar dalam menjalani proses-proses berikutnya dalam berkesenian dan mempertahanlan seni tradisi yang ada di sekitar kita. Perhatian dari pengambil kebijakan khususnya Pemerintah daerah dalam membersamai kelompok-kelompok seni yang ada ini agar jangan sampai tutup dan tidak berkegiatan lagi. Menyiapkan iven-iven yang relevan dengan sanggar yang ada juga perlu diperbanyak untuk sanggar mempertunjukkan karya dan produksi mereka. Semoga.
ADVERTISEMENT