Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Nenek, Bawang, dan Luka Kemanusiaan: Potret Tumpulnya Keadilan Sosial
11 Mei 2025 13:22 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Bahrulloh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Beberapa hari terakhir, jagat maya kembali diguncang oleh sebuah peristiwa tragis. Seorang nenek paruh baya tertangkap mencuri bawang di pasar dan dikeroyok warga hingga bersimbah darah. Gambar tubuh ringkihnya yang terkapar di jalan menjadi tamparan keras bagi nurani kita. Di tengah gegap gempita pembangunan dan kemajuan teknologi, kita menyaksikan bagaimana nilai-nilai hak asasi manusia runtuh begitu saja di hadapan emosi yang tak terkendali dan keadilan yang tak merata.
ADVERTISEMENT
Peristiwa ini bukan hanya soal pencurian semata, melainkan soal bagaimana masyarakat kita memperlakukan sesamanya yang sedang berada dalam titik nadir. Kekerasan terhadap sang nenek mencerminkan krisis empati yang akut serta gagalnya negara dan masyarakat dalam memastikan terpenuhinya hak dasar warga, khususnya kelompok rentan. Dalam perspektif hak asasi manusia, insiden ini mencederai banyak prinsip fundamental: mulai dari hak atas perlindungan hukum, hak untuk hidup layak, hingga hak untuk bebas dari penyiksaan.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Nyata
Pasal 28G ayat (2) UUD 1945 dengan tegas menjamin bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. Kekerasan yang diterima sang nenek jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak tersebut. Tidak hanya secara fisik, namun juga secara psikologis dan sosial. Ia dipermalukan, disakiti, dan dirampas haknya untuk diperlakukan secara manusiawi.
ADVERTISEMENT
Tindakan main hakim sendiri dalam masyarakat kita sering kali dilandasi oleh rasa frustrasi terhadap sistem hukum yang dianggap tidak efektif. Namun, kekerasan tidak pernah bisa dijustifikasi sebagai bentuk penegakan keadilan. Kita seharusnya memahami bahwa penghormatan terhadap hukum dan proses hukum adalah pilar dari masyarakat beradab. Tanpa itu, kita tak ubahnya hidup dalam hukum rimba.
Kemiskinan Bukan Kejahatan
Penting untuk merenung: mengapa sang nenek mencuri? Apakah karena serakah, atau karena perut yang tak lagi mampu menahan lapar? Fenomena seperti ini menyuarakan kegagalan kolektif kita sebagai bangsa dalam memastikan hak dasar masyarakat, seperti hak atas pangan dan kehidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 28C UUD 1945).
Kita harus mulai melihat kemiskinan bukan sebagai masalah individu semata, tetapi sebagai konsekuensi dari sistem sosial dan ekonomi yang belum berpihak pada keadilan sosial. Masyarakat miskin kerap menjadi korban dari ketidakadilan struktural yang membuat mereka tidak memiliki akses terhadap pendidikan, pekerjaan layak, dan perlindungan sosial. Menyalahkan mereka karena mencuri untuk bertahan hidup adalah bentuk pengingkaran terhadap tanggung jawab kolektif kita.
ADVERTISEMENT
Perlu Pemulihan, Bukan Hanya Penghukuman
Dalam konteks pelanggaran hak asasi, pendekatan represif semata tidak akan menyelesaikan akar persoalan. Diperlukan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) yang lebih manusiawi dan menyembuhkan. Sang nenek tidak butuh penjara, ia butuh makan, perhatian, dan uluran tangan.
Keadilan sejati adalah yang memperbaiki, bukan sekadar menghukum. Restorative justice menawarkan cara untuk membangun kembali kepercayaan antara masyarakat, korban, dan pelaku dengan cara yang lebih dialogis dan beradab. Kita membutuhkan pendekatan ini dalam banyak kasus kecil seperti ini dimana kebutuhan dasar dan kemanusiaan jauh lebih penting daripada sekadar vonis dan hukuman.
Sementara para pelaku pengeroyokan perlu diedukasi bahwa tidak ada legitimasi moral maupun hukum untuk bertindak sebagai algojo jalanan. Negara harus hadir dalam dua peran: melindungi korban dan mendidik pelaku agar memahami batas-batas tindakan yang diperbolehkan.
ADVERTISEMENT
Ujian bagi Nurani Bangsa
Kasus ini bukan sekadar tragedi individu, tetapi cermin dari wajah bangsa. Saat seorang nenek renta harus berdarah karena mencuri bawang, dan kita hanya menjadi penonton pasif saat itulah hak asasi manusia kehilangan maknanya. Sudah saatnya kita tidak hanya menuntut hak, tetapi juga menanamkan nilai kemanusiaan dalam setiap tindakan.
Kejadian ini seharusnya menyadarkan kita bahwa kemanusiaan bukan sekadar slogan kosong. Empati adalah fondasi dari masyarakat yang adil dan beradab. Bangsa yang besar bukan diukur dari seberapa kuat penegakan hukumnya terhadap pencuri, melainkan seberapa besar kasih sayangnya terhadap mereka yang terpinggirkan dan terabaikan. Mari kita rawat kembali rasa kemanusiaan yang mulai memudar.