Konten dari Pengguna

Bagaimana Hukum Pre-order Dalam Agama Islam?

Jibril Farakhan
Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah
2 November 2024 14:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jibril Farakhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrai poster pre-order, foto oleh Muhammad Jibril
zoom-in-whitePerbesar
ilustrai poster pre-order, foto oleh Muhammad Jibril
ADVERTISEMENT
Sistem jual beli telah berkembang pesat dari masa ke masa, muncul banyak cara yang bisa dilakukan untuk melakukan jual beli di zaman ini.Sistem pre-order telah menjadi trend orang-orang yang tak ingin ketinggalan akan suatu hal.Sistem ini banyak diperbincangkan oleh kaum muslimin akan kebolehanya menurut agama Islam.Syarat jual beli yang sah menurut agama Islam salah satunya adalah, pembeli mengetahui keadaan barang yang akan dia beli, sedangkan dalam sistem pre-order, pembeli tidak mengetahui bagaimana barang yang akan ia beli.Maka bagaimanakah hukum sistem pre-order menurut pandangan agama Islam? apakah sah dilakukan?
ADVERTISEMENT
Mazhab Syafi’i membagi kejadian jual beli dalam 4 bagian.Pertama, penjual mempunyai barangnya, pembeli memiliki uang, dan dibayar tunai.Sistem jual beli ini dibolehkan dalam Islam.Kedua, penjual belum memiliki barangnya tetapi pembeli sudah memiliki uangnya.Jual beli seperti ini disebut dangan akad salam dan dibolehkan dalam Islam.Ketiga, penjual memiliki barangnya, sedangkan pembeli belum memiliki uang sepenuhnya.Jual beli seperti ini disebut dengan bai' taqsith atau dikenal dengan kredit.Keempat, penjual tidak memiliki barangnya dan penjual tidak memiliki uangnya.Jual beli ini disebut dengan ba’i al-kali bil kali atau jual beli hutang dengan hutang.Para ulama sepakat bahwa jual beli seperti ini tidak boleh dilakukan.
Sistem jual beli pre-order masuk dalam kategori jual beli yang nomor 2 atau akad salam, maka jual beli dengan sistem demikian boleh untuk dilakukan, akan tetapi harus memperhatikan hal-hal yang menjadi syarat dibolehkanya jual beli ini, ada 5 hal yang harus diperhatikan.Pertama, melaksanakan pembayaran saat perjanjian jual beli.Pembeli harus membayar penuh saat akad salam dibuat, pembeli tidak boleh menunda-nunda dalam pembayaranya.Kedua, penjual wajib memberikan apa yang telah disepakati.Penjual wajib menyiapkan dan mengirimkan barang atau jasa yang telah disepakati dengan pembeli.Ketiga, barang akan dikirimkan sesuai dengan tenggat waktu yang disetujui.Pengiriman barang atau jasa harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah disetujui saat perjanjian.Keterlambatan dalam pengiriman bisa dianggap pelanggaran perjanjian.Keempat, keterangan jelas mengenai hal yang dibeli.Bentuk, ukuran, jumlah, jenis harus jelas saat akad salam dilakukan sehingga pembeli dapat mengetahui pasti barang yang akan diterimanya nanti, dan tidak timbul kesalahpahaman antara pembeli dan penjual
ADVERTISEMENT
Jika akad salam dilakukan dengan sistem online maka ada tambahan syarat yaitu, alamat penerima barang jelas.Alamat diterimanya barang harus jelas, sehingga penjual dapat mengirim barang tersebut ke alamat yang jelas dan tidak timbul kesalahpahaman antara penjual dan pembeli
Jual beli dengan sistem pre-order atau akad Salam ini diperbolehkan sesuai dengan hadist riwayat Bukhari dari Ibn 'Abbas. Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas untuk jangka waktu yang diketahui".
Penjual harus mengirimkan barang atau jasa yang tepat pada waktunya dengan kualitas dan kuantitas yang telah disepakati. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih baik, penjual tidak boleh meminta tambahan harga. Namun, jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih rendah dan pembeli rela menerimanya, maka hal tersebut dibolehkan
ADVERTISEMENT
Dibolehkanya jual beli pre-order atau akad salam mencerminkan perhatian agama Islam dalam menghadapi perkembangan zaman, selama tetap memenuhi syarat dan adab jual beli yang ditentukan syariat, kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan baik, berlandaskan prinsip keadilan, keterbukaan, dan saling ridha antara penjual dan pembeli.
Muhammad Jibril, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta