213 Ribu Orang Dukung Petisi untuk Cabut Nobel Aung San Suu Kyi

2 September 2017 7:20 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aung San Suu Kyi (Foto: REUTERS/Simon Lewis)
zoom-in-whitePerbesar
Aung San Suu Kyi (Foto: REUTERS/Simon Lewis)
ADVERTISEMENT
Krisis kemanusiaan di Myanmar seakan terus menjadi-jadi. Dalam sepekan terakhir tercatat ada 400 orang etnis Muslim Rohingya tewas.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ada sekitar 38 ribu Muslim Rohingnya mengungsi ke Bangladesh. Hal ini mereka lakukan karena takut akan aksi kekerasan yang dilakukan militer Myanmar.
Meski telah banyak negara mengecam kejadian ini, pemerintah Myanmar seakan tutup telinga. Termasuk Aung San Suu Kyi, pemimpin Myanmar sekaligus seorang peraih Nobel Perdamaian.
Gema suara untuk mencabut gelar yang diberikan kepada Suu Kyi akhir-akhir ini kian keras. Namun, petisi untuk mencabut Nobel ini ternyata telah dimulai tahun lalu di situs Change.org.
Anak-anak Rohingya Berjalan Mencari Suaka (Foto: Reuters/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak Rohingya Berjalan Mencari Suaka (Foto: Reuters/Mohammad Ponir Hossain)
Petisi ini dipelopori oleh Emerson Yuntho dan sejumlah aktivis Indonesia lainnya. Petisi mereka bertajuk 'Cabut Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi'.
Para aktivis ini mempertanyakan kepantasan Suu Kyi mendapatkan Nobel perdamaian karena perjuangan anti-kekerasan untuk demokrasi dan HAM. Sebab, tak pernah ada sikap yang ditujukkan Suu Kyi untuk mengakhiri di krisis kemanusian Rohingya.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada sikap resmi dari Suu Kyi terkait pelanggaran HAM yang dialami kelompok minoritas Rohingya," bunyi petisi tersebut.
Rohingya. (Foto: REUTERS/Simon Lewis)
zoom-in-whitePerbesar
Rohingya. (Foto: REUTERS/Simon Lewis)
Kini, petisi untuk wanita berusia 72 tahun tersebut telah didukung 213.128 orang. Masih diperlukan 86.289 orang yang sepakat dengan petisi ini untuk mencapai angka 300 ribu.
Sekadar diketahui, Suu Kyi meraih Nobel perdamaian pada tahun 1991 karena dianggap memilih 'revolusi damai dan bijaksana' dalam melawan junta militer Myanmar. Lalu tahun 2012, Suu Kyi meraih Havel Prize, sebuah penghargaan hak asasi manusia untuk keberaniannya meneriakkan HAM.