Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Asean Political and Security Community dalam Kasus Laut Cina Selatan
7 November 2024 11:27 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Jihan Nabillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ASEAN Political-Security Community (APSC) menjadi salah satu pilar utama ASEAN yang berfokus memperkuat kerjasama politik dan keamanan antarnegara anggota ASEAN. Didalam piagam ASEAN dinyatakan bahwa masyarakat ASEAN ditopang oleh tiga pilar utama, yaitu ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC), dan ASEAN Political-Security Community (APSC). Tujuan utama dari APSC adalah menciptakan kawasan Asia Tenggara yang damai, stabil, dan aman melalui penguatan diplomasi, dialog, serta mekanisme pencegahan konflik. APSC tidak dimaksudkan untuk menjadi aliansi militer, melainkan sebagai forum kerja sama untuk mencegah ketegangan dan menjaga stabilitas regional.
ADVERTISEMENT
Politik ASEAN menghadapi banyak masalah yang cukup menantang, terutama berkaitan dengan masalah keamanan internasional dan rivalitas kekuatan besar. Salah satu masalah utama bagi APSC adalah bagaimana menangani perkembangan kasus di Laut China Selatan, di mana beberapa negara ASEAN memiliki klaim teritorial yang tumpang tindih dengan China. Meskipun ASEAN telah berusaha mengurangi ketegangan melalui Declaration on the Conduct (DOC) dan Code of Conduct (COC) hasil nya masih belum jelas.
DOC sendiri tidak mengikat secara hukum, sehingga tidak ada konsekuensi jika salah satu pihak melanggar. Ini membuat hal ini kurang efektif dalam mengekang tindakan-tindakan provokatif di Laut Cina Selatan sedangkan COC menjadikan perjanjian yang lebih kuat dari sebelumnya yang masih di negosiasikan namun menghadapi beberapa tantangan besar, termasuk perbedaan interpretasi atas perilaku yang sah di Laut Cina Selatan dan kekhawatiran negara-negara ASEAN terhadap dominasi Tiongkok di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks realisme, pendekatan terhadap kasus Laut Cina Selatan oleh ASEAN Political-Security Community (APSC) cenderung fokus pada kepentingan keamanan nasional dan kekuatan militer daripada solusi yang ideal atau berbasis nilai bersama. Realisme dalam hubungan internasional menekankan bahwa negara-negara bertindak demi kepentingan nasional mereka dan berupaya mempertahankan kekuasaan dan keamanan mereka dalam lingkungan yang anarkis, yaitu di mana tidak ada otoritas pusat yang mengatur perilaku negara-negara tersebut.
Tantangan ini menjadi besar karena adanya kepentingan nasional yang berbeda-beda dari anggota ASEAN dan pengaruh besar dari negara seperti Tiongkok yang mengklaim sebagian besar wilayah ini. Realisme menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN kemungkinan besar akan menghindari konfrontasi langsung dengan Tiongkok mengingat ketimpangan kekuatan militer dan pengaruh ekonomi yang besar. Sebaliknya, pendekatan realisme akan mendorong ASEAN untuk memperkuat kerja sama keamanan internal, meningkatkan kemampuan militer, dan mungkin bersekutu dengan kekuatan besar lainnya seperti Amerika Serikat untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Untuk mempertahankan posisi netral yang kuat di tengah tekanan dari berbagai pihak menjadi suatu hal yang sulit. Dengan mempertimbangkan kepentingan masing-masing anggota ASEAN, APSC cenderung akan mengambil sikap pragmatis, yang berarti hanya mendukung langkah-langkah yang paling mungkin untuk menjaga stabilitas kawasan tanpa menimbulkan konflik terbuka, hal ini memungkinkan untuk negara negara anggota ASEAN tidak selalu mengejar solusi ideal atau konfrontasi yang berisiko tinggi yang cenderung memilih jalan tengah yang mengurangi ketegangan, melindungi stabilitas, dan mengamankan kepentingan bersama tanpa memperburuk konflik dengan negara kuat seperti Tiongkok.
Meskipun ASEAN berusaha membangun kerangka kerjasama untuk menyelesaikan konflik ini, negara-negara seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia memiliki kepentingan strategis yang berbeda dalam mempertahankan wilayah mereka. Negara-negara ASEAN yang tidak terlibat langsung dalam konflik ini, seperti Laos dan Kamboja, cenderung bersikap lebih ramah terhadap China, yang menjadi mitra ekonomi utama mereka. Kamboja sering dianggap menghalangi konsensus ASEAN yang lebih tegas terhadap China menjadi salah satu contoh pendekatan kolektif terhadap kepentingan nasional selalu diutamakan.
ADVERTISEMENT
Tindakan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa setiap negara memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya dari ancaman dari luar, meskipun ini berarti memperlemah komitmen ASEAN terhadap China. Hal ini menjadikan ASEAN Political-Security Community (APSC) tidak cukup kuat untuk mengatasi persaingan antarnegara dalam kasus laut cina selatan. Realisme juga menyoroti pentingnya kedaulatan dalam APSC, di mana prinsip non-intervensi ASEAN menjadi alat bagi negara-negara anggota untuk melindungi diri dari campur tangan eksternal.
Namun, prinsip non-intervensi ini menjadi hambatan dalam menghadapi isu-isu keamanan terutama kasus laut cina selatan menjadi tantangan besar bagi ASEAN. Ini menunjukkan bahwa APSC belum bisa mengatasi kepentingan nasional masing-masing negara. Negara-negara ASEAN lebih fokus pada stabilitas domestik mereka dan menghindari risiko yang mungkin timbul dari mencampuri urusan internal negara lain. Pada akhirnya, keamanan internal masing-masing negara tetap menjadi prioritas, bukan keamanan kolektif yang diharapkan APSC.
ADVERTISEMENT
Realisme juga melihat bagaimana kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan China memainkan peran penting dalam keamanan di kawasan Asia Tenggara. Alih-alih hanya mengandalkan APSC, negara-negara anggota ASEAN secara individual mencari aliansi dan dukungan dari kekuatan besar ini untuk menjamin keamanan nasional mereka. Ini mencerminkan prinsip realisme tentang pentingnya kekuasaan dalam hubungan internasional.
Dapat disimpulkan bahwa pandangan realisme terhadap ASEAN Political-Security Community (APSC) dalam kasus laut Cina Selatan lebih berfokus pada kepentingan nasional masing-masing dan kekuatan militer untuk menjaga keamanan, yang membuat kerja sama kolektif sulit dilakukan. Klaim teritorial yang tumpang tindih dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan menciptakan dilema bagi ASEAN, terutama karena beberapa anggotanya memiliki kepentingan nasional yang bertolak belakang. Negara-negara ASEAN cenderung menghindari konfrontasi langsung dengan Tiongkok karena ketimpangan kekuatan militer dan pengaruh ekonomi, serta karena beberapa anggota ASEAN lebih memilih sikap pragmatis untuk menjaga stabilitas tanpa memperburuk konflik.
ADVERTISEMENT
Declaration on the Conduct (DOC) dan Code of Conduct (COC) yang sedang dinegosiasikan yang diharapkan menjadi langkah untuk menekan ketegangan di Laut Cina Selatan efektivitasnya masih terbatas. Selain itu prinsip non-intervensi ASEAN menjadi hambatan bagi APSC dalam menghadapi isu keamanan kolektif, terutama di Laut Cina Selatan.
REFERENSI
Kusumaningrum, A. (2013). The Asean Political Security Community: Asean Security Cooperation on Combating Transnational Crimes and Transboundary Challenges. UI Scholars Hub. Diakses melalui https://scholarhub.ui.ac.id/ijil/vol11/iss1/5/
Sari, S. (2019). Peran Indonesia dalam Implementasi Asean Political Security Community. Jurnal Dinamika Global, 4(01), 24–65. Diakses melalui https://doi.org/10.36859/jdg.v4i01.100
Satrio, R, I. (2022). Analisis Konflik Laut China Selatan dalam Perspektif Realisme. Universitas Airlangga. Research gate. Diakses melalui https://www.researchgate.net/publication/361901285_Analisis_Konflik_Laut_China_Selatan_dalam_Perspektif_Realisme
ADVERTISEMENT
Wahyudi, R., & Idhom, A. M. (2022). 3 Pilar Utama Masyarakat ASEAN dan Penjelasannya. tirto.id. Diakses melalui https://tirto.id/3-pilar-utama-masyarakat-asean-dan-penjelasannya-guzf