Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Karakteristik Suku Baduy dan Implikasinya terhadap Risiko Penyakit Tuberkulosis
2 Juni 2024 16:15 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Jihan Sakinah Puteri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan paling sering menyerang paru-paru. TB menyebar melalui udara ketika orang yang menderita TB batuk, bersin, atau meludah. Bakteri TB yang menyerang paru menyebabkan gangguan pernapasan, seperti batuk kronis dan sesak napas. Penderita TB biasanya juga mengalami gejala lain seperti berkeringat di malam hari dan demam. Pengobatan penyakit tuberkulosis biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan aturan minum obat yang ketat guna mencegah risiko terjadinya resistensi antibiotik. Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi bagian organ tubuh lainnya, seperti ginjal, tulang, sendi, kelenjar getah bening, atau selaput otak, kondisi ini dinamakan dengan TB ekstra paru (Kemenkes RI, 2022).
ADVERTISEMENT
WHO (2023) menyatakan bahwa 10 juta orang terjangkit TB setiap tahunnya. Walaupun penyakit ini dapat dicegah dan disembuhkan, sebanyak 1,5 juta orang meninggal akibat TB tiap tahunnya, membuat penyakit ini menjadi penyakit menular pembunuh terbesar di dunia. Selain itu, kasus TB paling sering ditemukan di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Indonesia sendiri berada pada posisi kedua dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India (WHO, 2023). Berdasarkan Global Tuberculosis Report, kasus TB di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus TB (satu orang setiap 33 detik). Angka ini naik 17% dari tahun 2020, yaitu sebanyak 824.000 kasus. Insidensi kasus TB di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk, yang artinya setiap 100.000 orang di Indonesia terdapat 354 orang di antaranya yang menderita TB (WHO, 2022).
ADVERTISEMENT
Indonesia dengan keanekaragaman penduduknya dihuni oleh salah satu suku yang cukup unik yaitu suku Baduy. Suku ini tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Suku Baduy merupakan suku yang terisolir dan mengasingkan diri dengan pola kehidupannya yang patuh terhadap hukum adat serta menutup diri dari pengaruh budaya yang masuk dari luar. Masyarakat suku Baduy selain menganut adat kepu’unan juga memiiki kepercayaan sunda wiwitan (Muhibah & Rohimah, 2023). Pada tahun 2022 telah dilaporkan sebanyak 9 warga Baduy meninggal dengan diagnosis campak dan TB. Awalnya, ditemukan sebanyak enam orang suku Baduy yang meninggal dengan dugaan TB. Namun, setelah diperiksa hanya dua orang yang meninggal akibat putus berobat dari pebgobatan TB. Hingga 22 September 2022, dilaporkan terdapat 18 warga Baduy yang terdiagnosis sakit TB (Stop TB Partnership ID, 2022).
Suku Baduy hidup di lingkungan yang masih kental dengan tradisi dan kearifan lokal, serta memiliki kepercayaan tersendiri terhadap penyakit. Kepercayaan ini sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan sistem kepercayaan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Suku Baduy mempercayai bahwa penyakit bisa disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam tubuh atau gangguan spiritual. Ketidakseimbangan ini bisa terjadi akibat dari pola hidup yang tidak seimbang, seperti makanan, pola tidur, atau aktivitas yang tidak tepat. Selain itu, gangguan spiritual atau roh jahat juga dipercaya dapat menjadi penyebab penyakit, misalnya ketika seseorang dianggap melakukan pelanggaran terhadap adat atau memicu kemarahan roh. Adanya nilai-nilai dan tradisi yang kental tersebut membentuk cara pandang dan perilaku masyarakat Baduy terhadap kesehatan dan pengobatan, sebagaimana hal tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mereka. Oleh karena itu, Suku Baduy yang terkenal dengan kehidupan tradisional dan keterpencilannya, menghadapi sejumlah masalah kesehatan yang perlu diperhatikan, salah satunya penyakit Tuberkulosis.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan informasi dari media online CNN Indonesia tahun 2022, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan investigasi terkait meninggalnya enam warga Suku Baduy dengan diagnosis penyakit Tuberkulosis. Kejadian tersebut terjadi dalam rentang waktu satu bulan yaitu pada bulan Agustus sampai dengan September 2022. Warga Baduy yang dilaporkan meninggal tersebut berasal dari baduy luar dan baduy dalam yang terdiri dari empat orang balita dan dua orang berusia 15 tahun. Setelah ditelusuri, warga tersebut memiliki gejala yang hampir serupa seperti demam, batuk, pilek, dan diare.
Faktor Risiko Tuberkulosis Berdasarkan Karakteristik Suku Baduy
Status gizi menjadi salah satu faktor sosiodemografi yang berperan dalam prevalensi kejadian TBC. Berdasarkan penelitian, terdapat hubungan signifikan antara status gizi terhadap kejadian TB paru pada balita (Girsang & Yovsyah, 2023) . Proses ini terjadi saat balita mengalami gizi kurang atau buruk maka daya tahan tubuhnya akan menurun dan akan menyebabkan tubuh balita tersebut rentan menghadapi serangan BTA+ dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik (Diani, A Setyanto, BD Nurhamzah 2018).
ADVERTISEMENT
Pada masyarakat Baduy, status gizi pada balita menjadi masalah kesehatan yang masih sering terjadi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada balita baduy luar, prevalensi stunting balita mencapai 60.6% (Anwar, F., & Riyadi, D. H. 2009) . Prevalensi ini jauh lebih tinggi daripada prevalensi stunting anak balita di Indonesia dari hasil Riskesdas 2007, yang hanya sekitar 36.8% (Depkes, 2008). Hal ini salah satunya dikarenakan pengetahuan gizi orang-orang Baduy umumnya rendah karena masyarakat Baduy semuanya tidak bersekolah, dan tidak mempunyai akses informasi dari media elektronik maupun media massa (Sukandar, D., Mudjajanto, S.E. 2009).
Alam Baduy juga tidak banyak menyediakan bahan pangan yang dapat diolah sebagai lauk pauk nabati apalagi untuk lauk pauk hewani. Keadaan ini memang akan menyebabkan orang Baduy memenuhi kebutuhan lauknya sangat tergantung suplai dari luar. Sementara itu, jika mengalami krisis pangan maka tidak banyak pengeluaran yang dapat dibeli untuk kebutuhan pangan karena pendapatan atau sosial ekonomi masyarakat Baduy yang juga rendah. Tidak banyak jenis pekerjaan yang dilakukan oleh orang Baduy karena hidupnya masih sepenuhnya mengandalkan sumber daya alam dan tidak ada pilihan pekerjaan karena domisili di daerah pedalaman (Sukandar, D., Mudjajanto, S.E. 2009).
ADVERTISEMENT
Setiap warga Baduy memiliki rumah adat yang dinamakan Sulah Nyanda. Rumah ini merupakan tempat tinggal warga baduy yang masih dipertahankan hingga saat ini dengan karakteristik bentuk rumah dan dekorasi yang memiliki filosofi dan nilai-nilai budaya dalam setiap unsur bangunannya (Badriyah, S. R., dkk. 2023). Rumah Adat ini didominasi dengan kayu, bambu dan atap ijuk atau rumbia yang didesain berbentuk panggung karena dipengaruhi kondisi lingkungan setempat yang kerap basah dan lembab. Dalam membangun rumah ini, warga Baduy tidak mencangkul tanah untuk meratakan, namun bentuk rumah mengikuti dengan kontur tanah. Selain itu, rumah ini juga harus menghadap utara-selatan sebagai bagian dari aturan adat. Ukuran rumahnya juga rata-rata hampir sama sekitar 9x12 meter. Berbeda dengan baduy luar, rumah baduy dalam tidak memiliki jendela dan hanya terdiri dari kamar, imah atau dapur, tepas atau ruang tengah, dan sosompang atau disebut sebagai teras dengan pintu untuk akses keluar masuk rumah (Harapan, A. 2019).
ADVERTISEMENT
Dinding yang digunakan oleh bangunan rumah adat baduy adalah anyaman bambu. Dinding Anyaman Bambu ini merupakan Dinding yang memiliki “pori-pori” namun sangat kecil sehingga cahaya maupun pertukaran udara yang masuk ke dalam rumah sangat minim. Lantai pada rumah adat ini menggunakan lantai dengan material Bambu, bentuknya dimana Bambu dipecah menjadi potongan-potongan kecil yang memanjang sehingga bambu yang semula berbentuk lingkaran menjadi rata. Sementara itu rangka atap pada bangunan ini menggunakan kayu sebagai konstruksinya sehingga sangat mungkin terasa lembab tergantung dari jenis pohon yang digunakan (Harapan, A. 2019). Dari segi pencahayaan, rumah adat baduy tidak menggunakan lampu karena tidak adanya listrik khususnya di baduy dalam, sehingga masyarakat baduy dalam hanya mengandalkan totok atau lampu tradisional suku baduy untuk pencahayaan di dalam rumah ketika malam hari.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan karakteristik lingkungan fisik rumah suku baduy, maka dapat diketahui bahwa terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian TBC pada masyarakat baduy, diantara yaitu ventilasi yang kurang, pencahayaan, kelembaban, jenis lantai, dan jenis dinding rumah yang digunakan.
Perilaku individu dapat mempengaruhi seberapa mudah penyakit ini menyebar dari satu orang ke orang lain. Dalam konteks penyakit Tuberkulosis, faktor perilaku salah satunya dapat berupa kebiasaan membuka jendela. Penelitian Dewi, Sayusman, dan Wahyudi (2016), menyatakan bahwa kebiasaan membuka jendela merupakan faktor risiko kejadian TB Paru. Hal ini dikarenakan faktor suhu yang rendah dapat menyebabkan kelembaban udara tinggi sehingga bakteri patogen seperti Mycobacterium tuberculosis dapat berkembang biak dengan baik (Muli, 2017).
ADVERTISEMENT
Bangunan seluruh rumah adat suku baduy dalam tidak dilengkapi dengan jendela, tujuannya agar para penghuni rumah yang ingin melihat keluar diharuskan pergi langsung keluar untuk melihat sisi bagian luar rumah. Hal tersebut sudah menjadi aturan atau adat istiadat yang sudah ditetapkan secara turun temurun. Oleh sebab itu, warga baduy dalam tidak memiliki kebiasaan membuka jendela karena tidak adanya jendela pada rumah adat Namun, berbeda dengan baduy dalam yang masih mengikuti aturan yang ada, rumah warga suku baduy luar sudah dilengkapi jendela sebagai saluran masuknya cahaya dan sirkulasi udara.
Berdasarkan kejadian TB tersebut, maka diperlukan program intervensi TB untuk menangani kasus TB di Indonesia, khususnya di Suku Baduy. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam rangka menanggulangi kasus TB yaitu dengan melaksanakan program penanggulangan TB guna mengurangi kasus TB di desa-desa di Wilayah Baduy.
ADVERTISEMENT
Referensi
WHO (2023) Tuberculosis. Available at: https://www.who.int/health-topics/tuberculosis#tab=tab_1 (Accessed: 30 Maret 2024).
WHO (2022) Global Tuberculosis Report. Diakses Melalui : https://yki4tbc.org/laporan-kasus-tbc-global-dan-indonesia-2022/
Stop TB Partnership ID. (2022, September 26). Menyoal Tentang Suku Baduy dan Tuberkulosis. Retrieved Maret 2024, from Stop TB Partnership Indonesia: https://www.stoptbindonesia.org/single-post/menyoal-tentang-suku-baduy-dan-tuberkulosis
Muhibah, S., & Rohimah, R. B. (2023). Mengenal Karakteristik Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar. JAWARA-Jurnal Pendidikan Karakter, 9(1), 73-85.
CNN Indonesia. (2022). Kemenkes Selidiki Penyebab 6 Warga Baduy Meninggal dalam Sebulan. Diakses di www.cnnindonesia.com pada tanggal 30 Maret 2024.
Girsang, V. I., & Yovsyah, Y. (2023). Pengaruh Status Gizi Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Pada Balita Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Depok. JURNAL KEPERAWATAN CIKINI, 4(02), 144 - 155. https://doi.org/10.55644/jkc.v4i02.113
ADVERTISEMENT
Diani, A Setyanto, BD Nurhamzah, W. 2018. “Proporsi Infeksi Tuberkulosis dan Gambaran Faktor Resiko pada Balita yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa.” Sari Pediatrik13: 62–68
Anwar, F., & Riyadi, D. H. (2009). Status Gizi Dan Status Kesehatan Suku Baduy. Jurnal Gizi dan Pangan, 4 (2), 72 - 82.
Sukandar, D., Mudjajanto, S.E. (2009). Kebiasaan dan Konsumsi Pangan Suku Baduy. Jurnal Gizi dan Pangan, 4(2), 51-62.
Harapan, A. (2019). Sistem Bangunan Rumah Tradisional Di Kampung Adat Baduy Luar Kadu Ketug, Kabupaten Lebak, Banten. Jurnal Koridor, 10(1), 35–47.
Dewi, dkk. (2016). Persepsi mahasiswa profesi kesehatan Universitas Padjadjaran terhadap interprofessionalism education. Jurnal Sistem Kesehatan, 1(4).
ADVERTISEMENT
Muli, Rezky. (2017). Analisis Spasial Kejadian Tuberkulosis di Daerah Dataran Tinggi Kabupaten Gowa. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.