Konten dari Pengguna

Meneropong Nasib Papua di Tengah Pengesahan Omnibus Law RUU Ciptaker

Jimmy Demianus
Anggota DPR RI, Fraksi PDI Perjuangan
9 Oktober 2020 13:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jimmy Demianus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah pada akhirnya mengesahkan Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang, melalui rapat paripurna yang berjalan alot, pada Senin (5/10/2020).
ADVERTISEMENT
Alotnya pengesahan RUU ini, setidaknya mencerminkan kondisi nyata di lapangan, di mana masih banyaknya elemen buruh, mahasiswa, dan kelompok masyarakat sipil lain yang menolak pengesahan.
Bagi pemerintah, pengesahan RUU Ciptaker ini tentu diharapkan akan menarik sebanyak-banyak investor, sebagai penambah daya dorong pertumbuhan ekonomi yang kian anjlok di tengah pandemi.
Regulasi tersebut dianggap mampu menjawab dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang selama ini menghambat peningkatan investasi sekaligus penciptaan lapangan kerja, seperti sistem birokrasi dan perizinan yang berbelit-belit.
Sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, tentu saya harus patuh terhadap garis perjuangan partai yang telah menyetujui pengesahan RUU ini.
Namun, izinkan saya sebagai wakil rakyat daerah pemilihan (Dapil) Papua Barat untuk sekadar bersuara dan mengingatkan, agar UU Ciptaker yang baru disahkan ini dalam implementasinya tidak menabrak kepentingan daerah, terutama daerah yang selama ini telah diatur dalam undang-undang Otonomi Khusus (otsus), seperti kami di tanah Papua.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai UU ini mengebiri kepentingan masyarakat Papua, terutama menyangkut pengelolaan sumber daya alam seperti hutan, laut, pertambangan, dan sebagainya, yang telah diatur dalam UU Otsus Papua.
Mengingat UU Cipta Kerja tersebut telah menghapus dan mengubah pasal-pasal di 79 UU yang berlaku, guna memangkas proses perizinan, mempermudah pengadaan tanah untuk usaha, mempermudah pemanfaatan sumber daya alam, memudahkan proses penanaman modal, mengubah sanksi-sanksi berat menjadi lebih ringan kepada pelaku usaha, dan sebagainya.
Nasib Papua
Pelaksanaan UU Ciptaker harus memperhatikan dengan seksama hak dan kewenangan daerah, terutama daerah yang menerapkan otsus seperti Papua, sebagai bagian afirmasi yang telah diberikan negara jauh-jauh hari sebelum UU Ciptaker ini disahkan.
Jika implementasinya tidak mengindahkan kekhususan kewenangan daerah yang selama ini menerapkan otsus, maka akan menimbulkan banyak masalah di kemudian hari. Terutama ancaman integrasi nasional yang selama ini sudah susah payah kita perjuangkan.
ADVERTISEMENT
Harapan ini perlu untuk kami utarakan, karena di dalam proses pembahasan UU ini sempat muncul kekhawatiran dari berbagai elemen komunitas masyarakat sipil di Papua, bahwa omnibus law UU Ciptaker ini akan menjadi ancaman serius bagi keberadaan hutan dan kehidupan masyarakat adat di Tanah Papua, karena di dalamnya telah menghapus pasal-pasal kunci yang mengatur perlindungan lingkungan.
Undang-undang baru ini juga menghapus atau mempermudah persyaratan izin lingkungan dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan menghilangkan keterlibatan pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan dan penjatuhan sanksi terhadap pelaku perusakan lingkungan.
Di samping itu, juga menghilangkan kewajiban pelaku usaha dalam pemenuhan standar lingkungan, dan memberikan keringanan sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan perusakan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Keberadaan UU ini juga dikhawatirkan akan mengganggu kepentingan masyarakat adat, yang disebut-sebut bakal terancam dengan terbitnya UU ini, terutama di Papua.
Kita harus pahami, bahwa selama ini masyarakat adat yang ada di wilayah Papua telah banyak merasakan ketidakadilan dalam jangka waktu yang lama. Termasuk ketidakadilan terhadap akses kebenaran informasi, terutama tentang kondisi hutan, tanah, dan program-program pembangunan lainnya.
Ketidakadilan informasi ini membawa masyarakat adat ke dalam situasi di mana mereka mengalami kerugian dan dalam posisi yang lemah.
Adanya suara kekhawatiran masyarakat adat di Papua akan terganggunya hak-hak mereka pasca disahkannya UU Ciptaker ini memang suatu kewajaran, mengingat di dalam UU ini terdapat beberapa pasal yang dianggap berpotensi untuk mengebiri hak adat, terutama terkait dengan pengelolaan hutan. Sebab melalui UU Omnibuslaw ini, hutan produksi terbatas (HPT) akan legal untuk dijadikan hutan tanaman industri (HTI).
ADVERTISEMENT
Kita tidak berharap UU ini semakin memantik terjadi konflik terkait hak-hak ulayat masyarakat adat di Papua dalam pengelolaan hutan.
Berdasarkan data juru kampanye Hutan Papua Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia, Nicodemus Wamafma, tanpa UU Ciptaker saja, sudah lebih dari 10.6 juta hektar lahan di Papua telah dikonversikan, yang terdiri dari beberapa peruntukan, seperti: perkebunan sawit seluas 2,9 juta hektar, Hak Pengusahaan Hutan (HPH) 5,9 juta hektar, dan untuk izin Hutan Tanaman Industri 1,7 juta hektar.
Sebagian besar konversi tersebut telah menyisakan konflik terkait hak-hak ulayat masyarakat adat yang tidak mendapatkan ganti rugi sesuai dengan luas lahan dan hak yang hilang.
Dengan berbagai kelonggaran perizinan yang terkandung di dalam UU Omnibus Law Ciptaker itu, kita tidak berharap menjadi kesempatan bagi para investor untuk membabat hutan alam, merusak dan mencemari sumber air, lautan dan lingkungan hidup, dimana Masyarakat Adat hidup dan menggantungkan kehidupannya. Jika demikian, maka UU ini akan menjadi ancaman serius terhadap keberlanjutan masyarakat Papua.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, Pemerintah seharusnya bisa berkaca dari pengalaman buruk pengelolaan perizinan dan minimnya upaya perlindungan hak masyarakat adat di Papua yang pada akhirnya malah menciptakan konflik laten di Papua.
Apalagi, maraknya investasi kapital selama ini dianggap tidak sebanding lurus dengan perbaikan ekonomi rakyat Papua.
Justru akumulasi investasi dianggap lebih menyingkirkan kebudayaan dan kedaulatan masyarakat papua atas sumber daya hutan dan alam yang dimiliki secara lintas generasi.
Pada akhirnya kita berharap, semoga niat baik pemerintah untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya melalui UU Cipta Kerja ini bisa terwujud.
Sehingga mampu mengantarkan kemajuan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Dan kita berharap pula, kehadiran UU ini tidak malah mengganggu irama penerapan UU Otsus yang telah berlaku sejak disahkan pada tahun 2001 oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjadi presiden Republik Indonesia, sekaligus ketua umum PDI Perjuangan.
ADVERTISEMENT
----------------------------------------------------------------------
Oleh: Jimmy Demianus Ijie, SH (Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dapil Papua Barat).