Jurnalisme vs Artificial Intelligence: Ancaman atau Peluang?

Jocelyn Valencia
Jocelyn is a Journalism Student at Universitas Multimedia Nusantara. Her enthusiasm for being a young journalist drives her to continuously improve her skills and stay update with the latest trends and developments in the industry
Konten dari Pengguna
15 Agustus 2023 16:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jocelyn Valencia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kecanggihan teknologi Artificial Intelligence (Gambar: Photo by Andrew Neel: https://www.pexels.com/photo/monitor-screen-showing-chatgpt-landing-page-15863066/ Tangkapan Layar: Jocelyn Valencia)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kecanggihan teknologi Artificial Intelligence (Gambar: Photo by Andrew Neel: https://www.pexels.com/photo/monitor-screen-showing-chatgpt-landing-page-15863066/ Tangkapan Layar: Jocelyn Valencia)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan zaman saat ini membuat teknologi Artificial Intelligence (AI) sudah mengalami kemajuan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu juga mendorong banyak perubahan di berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang jurnalistik. Sebut saja ChatGPT, dengan menggunakan kekuatan AI, ChatGPT mampu memberikan jawaban dari setiap pertanyaan manusia dengan cepat, mudah, dan relevan (Putri, 2023). Lalu apakah AI dapat menggantikan peran seorang jurnalis?
ADVERTISEMENT
Perlu diakui bahwa teknologi AI telah membawa dampak positif dalam beberapa hal di dunia jurnalistik, misalnya proses produksi berita. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan media besar Barat juga sudah mulai menggunakan AI untuk menulis berita. Di Indonesia sendiri, situs Beritatagar.id yang telah rebranding menjadi Lokadata (Perusahaan yang berfokus pada riset dan analisis data) juga menerapkan penggunaan AI dalam proses kerjanya (Putranto, A., & Utoyo B., 2022).
Proses otomatisasi dan analisis data yang cepat memungkinkan jurnalis untuk mengumpulkan informasi dengan lebih efisien. Mereka dapat mencari fakta dan tren-tren yang sedang berkembang dengan lebih mudah. Namun, apakah AI mampu menggantikan kemampuan manusia dalam menerapkan pandangan kritis, empati, dan interpretasi yang mendalam?
ADVERTISEMENT
Profesi jurnalis melibatkan aspek-aspek kompleks yang melampaui sekadar 'penyampaian informasi.' Mereka tidak hanya bertugas untuk memberikan fakta, tetapi juga untuk menggambarkan cerita dengan 'suara dan hati nurani' manusia. Kepekaan pada isu sosial, budaya, dan politik memungkinkan jurnalis untuk memberikan 'konteks' yang diperlukan bagi pembaca. AI mungkin bisa menghasilkan berita berdasarkan data, tetapi tidak dapat merasakan dan memahami perasaan serta nuansa manusia.
Ilustrasi jurnalis ketika melakukan liputan di lapangan (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Selain itu, kecanggihan AI bisa menimbulkan masalah terkait etika. Algoritma AI ini cenderung mengutamakan berita yang kontroversial atau konten yang bisa menghasilkan klik, daripada berita yang bermakna secara 'substansial'. Hal ini bisa mengarah pada sensasionalisme yang berlebihan dan berdampak pada hilangnya nilai jurnalisme yang objektif. Padahal, seorang jurnalis yang baik akan selalu berpedoman pada kode-kode etik jurnalistik yang mengutamakan fakta, kebenaran, dan keadilan (Ishwara, 2011).
ADVERTISEMENT
Namun, berbicara soal itu semua, bukan berarti AI sama sekali tidak memiliki peran dalam dunia jurnalisme. Penggunaan AI dalam analisis data dan pemrosesan informasi dapat membantu jurnalis dalam mengidentifikasi tren, pola, dan sumber potensial. Namun, penerapan AI sebaiknya lebih diarahkan pada 'meningkatkan efisiensi kerja jurnalis', bukan 'menggantikan' peran kreatif dan kritis mereka. Jurnalis dan AI dapat 'berkolaborasi' secara 'bijak' demi memberikan kemajuan di bidang jurnalistik.
Seiring dengan perkembangan AI, peran jurnalis juga dapat berubah. Mereka dapat memanfaatkan teknologi untuk memperluas cakupan jangkauan dan mendapatkan wawasan lebih dalam. Pemanfaatan AI dalam melakukan tugas-tugas rutin seperti transkrip wawancara atau analisis data dapat memberi lebih banyak waktu bagi jurnalis untuk mengerjakan laporan yang lebih mendalam.
ADVERTISEMENT
Di era digital, tak dapat dimungkiri bahwa keberadaan jurnalis profesional dan media arus utama tetap diperlukan. Hal ini karena informasi dapat menyebar dari berbagai platform, melalui berbagai suara dengan cepat dan mudah. Jurnalis tanpa dibarengi oleh teknologi AI tentu masih memiliki peran yang penting sebagai penjaga 'integritas' informasi dan gatekeeper. Jurnalis memiliki peran vital sebagai tempat verifikasi dan menyajikan informasi yang kredibel serta akurat.
Maka dari itu, melihat semua fakta yang ada saat ini, meskipun kecanggihan AI memberikan dampak positif dalam dunia jurnalisme, kemungkinan besar AI tidak akan sepenuhnya mampu menggantikan peran seorang jurnalis. Profesi ini melibatkan elemen-elemen kreatif, empati, dan interpretasi manusia yang sulit ditiru oleh teknologi.
ADVERTISEMENT
Seorang jurnalis dapat berjalan seorang diri dengan akal dan budi mereka, tetapi AI tidak dapat menjalankan profesi sebagai seorang jurnalis sendirian tanpa adanya bantuan dari manusia. Dalam perubahan dinamis ini, hanya kolaborasi antara teknologi dan manusia yang akan lebih efektif dalam menciptakan berita yang bermakna dan berkualitas, bukan 'menggeser dan menggantikan'.