Kembali pada Jurnalisme ‘Makna’ di Era Digital

Jocelyn Valencia
Jocelyn is a Journalism Student at Universitas Multimedia Nusantara. Her enthusiasm for being a young journalist drives her to continuously improve her skills and stay update with the latest trends and developments in the industry
Konten dari Pengguna
16 September 2022 17:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jocelyn Valencia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Jurnalistik (Designed by Jocelyn Valencia)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jurnalistik (Designed by Jocelyn Valencia)
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa perubahan pesat di bidang jurnalistik. Konvergensi media terjadi. Media konvensional seperti majalah, surat kabar, dan semacamnya telah mengalami pergeseran ke media baru yang sudah terkoneksi dengan internet. Kini, masyarakat dapat menikmati informasi dari berbagai platform digital, tak terkecuali melalui media sosial. Sebelum berangkat ke pembahasan yang lebih dalam, sebenarnya apa itu jurnalistik?
ADVERTISEMENT
Menurut Herman (2018), dalam Jurnalistik Praktis, jurnalistik adalah bagian dari keterampilan untuk mengumpulkan, menulis, menganalisis, dan menyebarkan informasi. Namun, seiring perkembangan zaman, keterampilan menganalisis informasi untuk disebarluaskan kurang diperhatikan. Era digital tidak hanya membawa perubahan pada pola penyajian berita, tetapi juga pada pola jurnalis bekerja dalam menyebarkan informasi.
Jurnalisme masa kini cenderung mengutamakan kecepatan daripada keakuratan. Jurnalisme masa kini cenderung mengutamakan keuntungan daripada kredibilitas. Itulah tantangan media dan jurnalis untuk tetap berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Sejak dulu, di dalam dunia jurnalistik, informasi yang disajikan memang harus didasarkan pada kebenaran dan fakta yang ada. Akan tetapi, apakah di era digital saat ini, fakta saja sudah cukup?
Informasi yang didasarkan pada fakta, tetapi tidak diolah dengan baik juga bisa menimbulkan mispersepsi bagi pembaca. Maka dari itu, penting bagi seorang jurnalis masa kini, tidak hanya menyajikan informasi berbasis fakta, tetapi diimbangi dengan jurnalisme makna.
ADVERTISEMENT
Jurnalisme makna merupakan warisan berharga dari pendiri Kompas Gramedia, Bapak Jakob Oetama. Berita tidak hanya disebarkan sesuai fakta, tetapi juga memberikan “makna” terhadap sebuah peristiwa.
Jurnalis tidak hanya mengumpulkan dan menulis data yang didapat untuk dijadikan berita, tetapi juga menyeleksi data-data tersebut untuk bisa disusun menjadi satu kesatuan berita yang bermakna. Jurnalis melakukan investigasi mendalam sebelum mempublikasikan berita sehingga berita tidak hanya menampilkan sebuah ‘arti’ mendalam, tetapi diikuti dengan pemaparan latar belakang, riwayat, dan proses sebuah peristiwa.
Memang bukanlah hal yang mudah, tetapi jurnalisme ‘makna’ hendaknya terus digali dan diterapkan di era digital. Setidaknya di tengah penyebaran informasi yang serba cepat dan kehadiran citizen journalism, tak menurunkan nilai-nilai utama jurnalisme.
ADVERTISEMENT
Media arus utama tetap dapat berperan sebagai pedoman bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, terverifikasi, komprehensif, dan bermakna.
Media tak hanya sekadar memberikan informasi ‘celotehan’ seperti di media sosial. Masyarakat membutuhkan ‘konteks’ yang sejatinya hanya sanggup diberikan oleh media arus utama. Itulah jurnalistik yang sesungguhnya.
Sumber: RN, H. (2018). Jurnalistik Praktis. Syiah Kuala University Press.