Konten dari Pengguna

Mengapa Teori Konspirasi Terlihat Masuk Akal?

Jody jeremi hadrian ritonga
seorang mahasiswa pencinta literasi yang mengambil pendidikan di UNAI, memiliki misi untuk menulis bagi masyarakat Indonesia, dengan tujuan memperkenalkan sains agar dapat dinikmati oleh berbagai kalangan dan diterapkan secara praktis.
2 Agustus 2024 6:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jody jeremi hadrian ritonga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://unsplash.com/photos/people-protesting-inside-building-6Xjl5-Xq4g4
zoom-in-whitePerbesar
https://unsplash.com/photos/people-protesting-inside-building-6Xjl5-Xq4g4
ADVERTISEMENT
Pada awal pandemi COVID-19, banyak muncul teori konspirasi seputar virus corona. Ada yang mengatakan bahwa virus ini adalah buatan Yahudi, senjata biologis dari China, bahkan ada yang mengaitkannya dengan AntiKristus. Padahal, semua teori tersebut tidak didukung oleh data valid dan seringkali hanya berdasarkan asumsi atau spekulasi. Namun, mengapa teori konspirasi ini bisa terlihat masuk akal bagi kita?
Dr. Karen Douglas - https://media.www.kent.ac.uk/se/2492/karen-douglas
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Karen Douglas - https://media.www.kent.ac.uk/se/2492/karen-douglas
Menurut Dr. Karen Douglas, seorang profesor psikologi sosial, orang cenderung mudah percaya pada teori konspirasi karena sifat psikologis dasar kita yang mencurigai tindakan orang asing dan enggan menerima kejadian di sekitar kita tanpa pertanyaan. Otak kita secara alami lebih suka mengenali pola dibandingkan menganalisis fakta dan data.
ADVERTISEMENT
Keinginan untuk menemukan makna dan keteraturan di tengah kekacauan membuat teori konspirasi tampak logis dan masuk akal, meskipun sering kali tidak memiliki dasar faktual.
Apa yang dimaksud dengan lebih menyukai pola? Mari kita lihat gambar berikut.
https://www.washingtonpost.com/weather/2019/11/06/marshmallows-or-michael-jackson-what-you-see-clouds-might-say-something-about-you/
Bagaimana bentuk awan itu? Mungkin ada yang berkata seperti raksasa yang mengayunkan tongkatnya, atau seperti ikan yang melompat dari air? Lihat? Kita cenderung melihat sesuatu melalui pola yang pernah kita kenal sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh evolusi otak kita, di mana pada zaman dahulu, nenek moyang kita menggunakan pola pikir ini untuk menghindari predator.
Selanjutnya, ada yang disebut dengan peer pressure. Apa itu?
Peer pressure adalah pengaruh dari lingkungan terdekat kita yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi keputusan kita. Tidak dapat dipungkiri, karena begitu cepat dan derasnya informasi yang tersebar di media sosial, banyak orang menjadi bingung untuk mengikuti informasi yang mana. Akhirnya, orang-orang cenderung mengikuti informasi yang sedang tren atau populer tanpa memeriksa validitasnya terlebih dahulu. Oleh karena itu, lingkungan dan konten di media sosial sangat mempengaruhi tindakan kita dalam mempercayai suatu informasi.
https://unsplash.com/photos/black-statue-of-a-man-LJhXYHxPfEY
Itulah poin-poin yang ingin Aku sampaikan hari ini. Semoga teman-teman semua bisa lebih kritis dalam menerima informasi di tengah derasnya arus informasi saat ini. Terima kasih telah membaca, tetaplah mencari tau, dan biarkan sains yang berbicara!
ADVERTISEMENT